Ki Gendeng Pamungkas: UU Pemilu Memunculkan Istilah Cebong dan Kampret
Pemohon merasakan akibat sinergi antara Presiden dengan DPR/MPR telah merugikan masyarakat karena segala sesuatu dapat dilanggar.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Dewi Agustina
Dia mengungkapkan sejumlah pasal di Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang diuji materi.
Pasal tersebut, yaitu Pasal 1 angka 28, Pasal 221, Pasal 222, Pasal 225 ayat (1), Pasal 226 ayat (1), Pasal 230 ayat (2), Pasal 231 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), Pasal 237 ayat (1), ayat (3), Pasal 238 ayat (1), ayat (3), Pasal 269 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 427 ayat (4) UU Pemilu.
Tonin menjelaskan pencalonan melalui jalur independen untuk menjadi Calon Presiden dan atau Wakil Presiden harus dibuka.
Berdasarkan UU Pemilu, kata dia, hanya partai politik atau gabungan partai politik yang boleh mencalonkan.
Baca: Geger Suara Dentuman Misterius di Jawa Tengah, Ini Dugaan BMKG
Menurut dia, Ki Gendeng Pamungkas beralasan tidak ingin maju dari jalur partai atau gabungan partai karena berakibat sumpah sebagai Presiden dan atau Wakil Presiden sebatas dimulut karena hanya akan sebagai pekerja partai dan tunduk kepada ketua partai dan atau anggota/kader/pengurus partai sehingga akan menyulitkan mengamalkan pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila.
"Pemohon mengakui niat maju menjadi Calon Presiden dan/atau Wakil Presiden setelah dibukanya ruang tersebut setelah menghitung angka kelahiran kebangkitan sejarah Indonesia tahun 1928, 1945, 1966, 1998, dan sekarang 2020," kata dia.
Selama ini, Ki Gendeng Pamungkas telah menggunakan hak demokrasi dengan memilih anggota DPR dan DPD pada setiap pemilihan umum.