Fraksi PKB Sebut Jokowi Kurang Beretika Naikkan Iuran BPJS Kesehatan
"Secara personal cukup kecewa dengan keputusan ini, karena tidak layak, kurang beretika," katanya
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi IX DPR Nihayatul Wafiroh menilai keputusan Presiden Joko Widodo atau Jokowi menaikkan Iuran BPJS Kesehatan tidak layak dilakukan di saat masyarakat sedang susah karena pandemi virus corona atau Covid-19.
"Secara personal cukup kecewa dengan keputusan ini, karena tidak layak, kurang beretika ketika rakyat susah, Presiden mengumumkan penurunan sekaligus kenaikkan Iuran BPJS Kesehatan," kata Nihayatul saat dihubungi, Jakarta, Rabu (13/5/2020).
Baca: Iuran BPJS Kesehatan Naik Lagi, Pemerintah Dinilai Mengakali Putusan MA
Menurut Ninik, sapaan akrab Nihayatul, pemerintah saat ini ibarat sedang mengombang-ambingkan masyarakat karena tidak mendapatkan kepastian, bahkan cenderung mempermainkan.
"Kemarin April sudah membayar kenaikan, lalu Mei mereka mengakumulasi kenaikan dengan hanya menambah sisanya. April, Mei, Juni sesuai dengan iuran yang lama, tapi selanjutnya harus bayar iuran yang baru," tutur polikus PKB itu.
Ninik menyebut, kenaikan iuran untuk kelas I dan II tetap saja akan memberatkan masyarakat disituasi saat ini.
Di mana sebelumnya mungkin mampu, tetapi akibat pandemi Covid-19 menjadi golongan miskin baru.
Oleh sebab itu, Ninik meminta pemerintah untuk memikirkan secara matang dan melepas egoisme dalam menyelamatkan institusi tetapi mengorbankan masyarakat.
"Ayo presiden jangan main-main hati rakyat, berilah ketenangan dan kenyamanan. Harus buat rakyat percaya presiden dan seluruh jajarannya, sanggup melindungi rakyatnya," ucap Ninik.
Presiden Joko Widodo kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan.
Kenaikan ini tertuang di Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Pereturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Kenaikan iuran bagi peserta mandiri segmen pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan bukan pekerja (BP) diatur dalam Pasal 34 itu ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada Selasa (5/5/2020).
Iuran peserta mandiri kelas I naik menjadi Rp 150.000, dari saat ini Rp 80.000.
Iuran peserta mandiri kelas II meningkat menjadi Rp 100.000, dari saat ini sebesar Rp 51.000.
Iuran peserta mandiri kelas III juga naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000.
Namun, pemerintah memberi subsidi Rp 16.500 sehingga yang dibayarkan tetap Rp 25.500.
Kendati demikian, pada 2021 mendatang, subsidi yang dibayarkan pemerintah berkurang menjadi Rp 7.000.
Baca: Demokrat: Rakyat Semakin Ambyar Setelah Iuran BPJS Kesehatan Dinaikkan
Sehingga yang harus dibayarkan peserta adalah Rp 35.000.
Padahal sebelumnya, MA melalui putusan perkara Nomor 7 P/HUM/2020 perkara Hak Uji Materiil, menerima dan mengabulkan sebagian uji materi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan yang permohonannya diajukan KPCDI.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.