Keluarga Korban Tragedi Semanggi I dan II Gugat Jaksa Agung ke PTUN
Keluarga korban tragedi Semanggi I dan II mengajukan gugatan terhadap Jaksa Agung, Burhanuddin ke PTUN Jakarta.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Anita K Wardhani
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Keluarga korban tragedi Semanggi I dan II mengajukan gugatan terhadap Jaksa Agung, Burhanuddin ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Permohonan diterima dan teregistrasi di No.: 99/G/TF/2000/PTUN-JKT.
Gugatan ini dilayangkan setelah Jaksa Agung mengeluarkan pernyataan terkait Peristiwa Semanggi I dan Semanggi II pada tanggal 16 Januari 2020 lalu di Rapat Kerja dengan Komisi III DPR RI.
Burhanudin mengatakan peristiwa Semanggi I dan Semanggi II bukan merupakan pelanggaran HAM berat dan seharusnya Komnas HAM tidak menindaklanjuti karena tidak ada alasan untuk dibentuknya Pengadilan ad hoc.
Keluarga korban Semanggi I dan II, Maria Katarina Sumarsih (Ibu alm. Bernardinus Realino Norma Irmawan) dan Ho Kim Ngo (Ibu alm. Yap Yun Hap) diwakili oleh Koalisi Untuk Keadilan Semanggi I dan II sebagai kuasa hukum akan melayangkan gugatan terhadap Jaksa Agung Republik Indonesia ST Burhanuddin ke PTUN Jakarta.
Koalisi untuk Keadilan Semanggi I dan II terdiri dari KontraS, Amnesty Internasional Indonesia, YLBHI, LBH Jakarta, dan AJAR.
"Gugatan ini dilayangkan ke pengadilan TUN karena saat berbicara di rapat Komisi III DPR RI tersebut Jaksa Agung bertidak sebagai pejabat publik yang menghalangi kepentingan keluarga korban untuk mendapatkan keadilan atas meninggalnya para korban Peristiwa Semanggi I dan II," kata Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur, Rabu (13/5/2020).
Isnur menjelaskan, pernyataan itu merupakan bagian dari tindakan pemerintahan yang masuk dalam konstruksi Produk Tata Usaha Negara, sehingga upaya Koalisi untuk Keadilan Semanggi I dan II ini telah sesuai dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
Dalam pasal 53 ayat (1) Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara menyatakan: “Orang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan tertulis kepada pengadilan yang berwenang yang berisi tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara yang diperkarakan itu dinyatakan batal atau tidak sah dengan disertai tuntutan ganti rugi dan/atau rehabilitasi.”
"Pernyataan Jaksa Agung jelas menyalahi proses hukum untuk penyelesaian kasusnya di pengadilan HAM yang sampai saat ini masih tengah berlangsung antara Komnas HAM dan Jaksa Agung. Tindakan sembrono Jaksa Agung juga mengaburkan fakta bahwa peristiwa Semanggi I dan II adalah Pelanggaran HAM berat," kata dia.
Menurut dia, pernyataan Jaksa Agung itu telah mencederai perjuangan keluarga korban dan seluruh masyarakat yang mendukungnya untuk menghadirkan keadilan dan kebenaran peristiwa. Sebagaimana diketahui bahwa perjuangan keluarga korban tidak pernah berhenti sejak 1998.
Bahkan, tidak menutup kemungkinan, kata dia, pernyataan ini dapat mempengaruhi narasi publik mengenai peristiwa Trisakti, Semanggi I dan II dan juga melanggengkan praktek impunitas yang menghambat proses penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia.
"Koalisi memandang bahwa upaya litigasi yang akan ditempuh ini dapat menghadirkan upaya korektif terhadap negara untuk serius dalam penanganan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu sebagai bagian dari kewajiban negara untuk melakukan penegakan HAM di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM," tambahnya.
Sebelumnya, Jaksa Agung ST Burhanuddin mengatakan, peristiwa Semanggi I dan II bukan pelanggaran berat HAM.
Hal ini disampaikan Burhanuddin, dalam rapat kerja dengan Komisi III pada pemaparan terkait perkembangan penanganan kasus HAM.
"Peristiwa Semanggi I, Semanggi II, telah ada hasil rapat paripurna DPR RI yang menyatakan bahwa peristiwa tersebut bukan merupakan pelanggaran HAM berat," kata Burhanuddin di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (16/1/2020).
Burhanuddin tak menyebutkan, kapan rapat paripurna DPR yang secara resmi menyatakan peristiwa Semanggi I dan II tak termasuk pelanggaran HAM berat. Berdasarkan penelusuran Kompas.com, DPR periode 1999-2004 pernah merekomendasikan Peristiwa Semanggi I dan II tidak termasuk dalam kategori pelanggaran berat HAM.
Rekomendasi itu berbeda dengan hasil penyelidikan KPP HAM Tragedi Trisakti, Semanggi I dan II yang menyatakan sebaliknya.