Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Cegah Eksploitasi Proses Pra-keberangkatan PMI ke Jepang, Pemerintah Perlu Renegosiasi Bilateral

Yoga juga menilai perlu adanya renegosiasi bilateral sembari memperbaiki payung hukum perlindungan dan efektivitas pengawasannya.

Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Dewi Agustina
zoom-in Cegah Eksploitasi Proses Pra-keberangkatan PMI ke Jepang, Pemerintah Perlu Renegosiasi Bilateral
/puspen tni
Bakamla RI kembali berhasil mengamankan mobilisasi Pekerja Migran Indonesia (PMI) ilegal yang pulang kembali ke Indonesia melalui pelabuhan tidak resmi di wilayah Batam, Sabtu (9/5/2020). Sejumlah 19 orang yang terdiri dari 17 pria dan 2 wanita, termasuk di dalamnya seorang anak laki-laki berusia 2 tahun berhasil diamankan dan menjalani Test Covid-19 oleh Satgas Operasi Lintas Batas Bakamla RI, Penangkapan tersersbut berkat Kerjasama dengan APMM Malaysia di daerah hutan bakau Tanjung Sauh. (Puspen TNI) 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Demi mencegah praktik eksploitasi dalam proses pra-keberangkatan pekerja migran Indonesia ke Jepang, Human Rights Working Group (HRWG) Indonesia mendesak pemerintah untuk melakukan sejumlah perubahan.

Peneliti HRWG Indonesia Yoga Prasetyo mengatakan hal pertama yang harus dilakukan pemerintah adalah mengubah paradigma lama.

"Pemerintah Indonesia harus mengubah paradigma lama dimana mengirim buruh murah sebanyak-banyaknya dan tutup mata atas praktik eksploitasi. Itu harus diubah menjadi paradigma yang mengedepankan perlindungan sebagai dasar kerjasamanya seperti semangat UU PPMI," ujar Yoga, dalam diskusi online 'Menyoal Proses Pra-keberangkatan Pekerja Migran Indonesia ke Jepang melalui Skema TITP dan EPA', Rabu (20/5/2020).

Yoga juga menilai perlu adanya renegosiasi bilateral sembari memperbaiki payung hukum perlindungan dan efektivitas pengawasannya.

Kealpaan dalam menyediakan payung hukum, mekanisme pengawasan dan perlindungan, disebut Yoga akan menyebabkan maraknya kasus eksploitasi dan pelanggaran hak.

Terutama dalam proses dan praktik perekrutan, pelatihan, dan penempatan yang tidak etis dan aman.

Baca: Menteri BUMN Bagikan 100 Ribu Paket Bantuan TelkomGroup Lewat Pemberdayaan 1.300 UMKM

Berita Rekomendasi

"Pemerintah juga seharusnya menetapkan struktur pembiayaan yang jelas. Kemudian pemerintah juga didorong untuk mendisiplinkan aktor-aktor swasta yang selama ini melakukan praktik tidak etis," kata dia.

Kemudian, Yoga mengatakan pemerintah harus meninjau kebijakan syarat pembaharuan Surat Tanda Registrasi.

Pasalnya hal tersebut menjadi kendala besar bagi mantan pekerja perawat Indonesia di Jepang untuk kembali berprofesi sebagai perawat di Indonesia.

Terakhir, pemerintah dituntut untuk mendesain ulang program reintegrasi yang disesuaikan dengan karakter dan kebutuhan dalam negeri.

Hal ini merujuk pada fakta dimana setahun lalu Pemerintah Jepang merevisi Undang-Undang Keimigrasian pada April 2019 dengan tujuan menjaring 340.000 pekerja asing kategori Specified Skilled Workers dari beberapa negara di Asia, termasuk Indonesia.

"Skema baru ini sayangnya tidak diikuti oleh penghapusan beberapa skema penempatan tenaga kerja asing yang telah berlaku sebelumnya, yaitu TITP dan EPA," jelasnya.

Baca: Makin Berani, Atta Halilintar Akui Tinggal Selangkah Lagi dengan Aurel, Bongkar Konsep Pernikahan

"Menurut data Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Jepang, pada 21 Januari 2020, terdapat 51.337 orang Indonesia bekerja di Jepang dan lebih separuhnya masuk dalam kategori skema magang," tandasnya.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas