Komnas Perempuan: Tragedi Mei 1998 adalah Utang Peradaban yang Harus Dibayar Pemerintah
Veryanto Sitohang menyebut tragedi Mei 1998 merupakan utang peradaban yang harus dibayar tuntas oleh pemerintah.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisioner Komnas Perempuan Veryanto Sitohang menyebut tragedi Mei 1998 merupakan utang peradaban yang harus dibayar tuntas oleh pemerintah.
Sebab, ia mengatakan banyak pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang hingga hari ini belum diselesaikan pihak pemerintah.
Baca: Apa Beda Krisis Ekonomi Tahun 1998 dengan Krisis karena Pandemi Covid-19?
Baca: Diskusi Webinar, Sandiaga Bilang Krisis yang Dialami UMKM Saat Ini Berbeda dari 1997-1998
"Tragedi di Indonesia Mei 1998 adalah sebuah utang peradaban yang harus dibayar oleh pemerintah. Mengapa demikian? Karena kita tahu banyak pelanggaran HAM terjadi pada Mei 1998," katanya dalam diskusi virtual bertajuk 'Melawan Lupa dengan Budaya Populer', Kamis (21/5/2020).
Dia menjelaskan satu di antara pelanggaran HAM yang terjadi adalah kekerasan seksual yang dialami oleh perempuan etnis Tionghoa.
Veryanto mengatakan hingga saat ini penegakkam hukum masih jauh dari harapan.
"Kekerasan seksual yang dominan dialami oleh perempuan etnis Tionghoa yang hingga hari ini penegakan hukum masih jauh dari harapan," ucapnya.
Lebih lanjut, dia menilai para korban menanggung beban yang sangat berat akibat tragedi tersebut.
Veryanto mengatakan pemerintah tidak memiliki niat baik untuk menyelesaikan pelanggaran HAM Mei 1998.
"Bahkan keadilan dan pemulihan kepada korban dibiarkan begitu saja tanpa ada proses tanggung gugat negara yang harus dipenuhi," ujarnya.
Tragedi kerusuhan Mei 1998 merupakan insiden berdarah yang menandai awal reformasi.
Di bulan tersebut, kekuasaan Presiden Soeharto selama kurang lebih 32 tahun tumbang oleh kekuatan rakyat.
Namun, di balik itu semua, terjadi kerusuhan di berbagai daerah, terutama di Jakarta sebagai pusat pemerintahan yang menimbulkan banyak korban jiwa.