Demokrat Sebut Ambang Batas Parlemen 4 Persen Sebagai Pilihan Bijak
semakin besarnya ambang batas partemen atau parliamentary threshold, maka semakin besar juga suara rakyat yang hilang.
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Bakomstra DPP Partai Demokrat Ossy Dermawan menilai semakin besarnya ambang batas partemen atau parliamentary threshold, maka semakin besar juga suara rakyat yang hilang.
"Maka menurut hemat kami, angka parliamentary threshold 4 persen adalah angka yang realistis dan bijak untuk diterapkan," ujar Ossy kepada wartawan, Jakarta, Senin (8/6/2020) malam.
Menurut Ossy, ambang batas parlemen yang bertujuan menyederhanakan partai politik di parlemen, harus mempertimbangkan keterwakilan suara rakyat.
Oleh sebab itu, Ossy berharap tidak ada upaya-upaya menghilangkan atau membuang suara rakyat dalam pesta demokrasi melalui peningkatan ambang batas parlemen.
"Ingat, Indonesia adalah negara yang majemuk dan beragam. Kita harus mengakomodir perbedaan tersebut dengan baik," ucap Ossy.
"Untuk itu, kita harus menghitung secara cermat angka yang tepat dengan pertimbangan demokrasi keterwakilan dan tanpa interest sepihak partai-partai besar," sambungnya.
Politikus PAN Usul Presidential Threshold Dihapuskan
Anggota DPR RI fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Guspardi Gaus mengkritik penerapan sistem presidential threshold yang terkesan sebagai upaya membatasi pertarungan di Pilpres.
Hal itu menyebababkan semakin kecil peluang mengusung calon yang mengarah kepada terciptanya polarisasi yang hanya menghadirkan dua pasangan calon.
Di samping itu, menurutnya juga dirasa tidak logis karena acuannya menggunakan patokan threshold hasil pemilu sebelumnya.
Baca: PKS Perjuangkan Presidential Threshold yang Memungkinkan Kadernya Maju Sebagai Capres Cawapres 2024
Baca: Presidential Threshold 20 Persen Dinilai Ciptakan Polarisasi, Peneliti LIPI: Mengapa Harus Diulang ?
Guspardi menjelaskan dalam Undang-Undang Pemilu no 7 tahun 2017 yang mengatur mengenai ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) pada Pasal 222 yang berbunyi:
"Pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya".
Kata Guspardi, jika aturan mengenai presidential threshold tidak berubah, maka pada Pilpres 2024 dimungkinkan jumlah pasangan calon yang akan diusung juga hanya dua pasang.