Didakwa Rugikan Keuangan Negara Rp 16,8 Triliun, Terdakwa Benny Tjokro Bingung Baca Surat Dakwaan
sidang beragenda pembacaan nota keberatan terhadap surat dakwaan atau eksepsi. Sebanyak enam terdakwa membacakan eksepsi.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menggelar sidang lanjutan korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero).
Pada Rabu (10/6/2020) ini, sidang beragenda pembacaan nota keberatan terhadap surat dakwaan atau eksepsi. Sebanyak enam terdakwa membacakan eksepsi.
Mereka yaitu, Benny Tjokrosaputro, Komisaris PT Hanson International Tbk; Heru Hidayat, Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera (Tram); Hendrisman Rahim, mantan Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya (Persero); Hary Prasetyo, mantan Direktur Keuangan PT Asuransi Jiwasraya (Persero); Syahmirwan, mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan PT Asuransi Jiwasraya (Persero); serta terakhir Direktur PT Maxima Integra, Joko Hartono Tirto.
Terdakwa Benny Tjokrosaputro mengaku bingung dan tak mengerti materi surat dakwaan. Ketidakpahaman terkait materi surat dakwaan diakui Benny karena tidak pernah belajar ilmu hukum.
Baca: Kejagung Terus Cari Pihak Lain yang Bertanggung Jawab di Kasus Korupsi Jiwasraya
"Tak pernah mengikuti pendidikan hukum. Saya sangat sulit mengerti isi surat dakwaan jaksa. Bapak ibu yang membawa surat dakwaan jaksa juga akan merasakan kebingungan yang sama," tutur Benny di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (10/6/2020).
Selain itu, dia menilai, pihak Kejaksaan Agung tidak hati-hati dan tidak teliti menyita dan memblokir rekening-rekening bank dari pihak ketiga. Apalagi salah satu nasabah, PT Wanna Artha Life, menggugat Kejaksaan Agung karena kesalahan itu.
Jaksa mengungkap perbuatan tindak pidana yang dilakukan Benny terjadi pada 2008-2018, akan tetapi aset dan rekening yang disita adalah kepemilikan sebelum 2008. Bahkan aset tanah yang diperoleh pada 1990-an ikut disita Kejaksaan Agung.
Selain persoalan aset, Benny mengklaim melunasi utang PT Hanson Internasional kepada Jiwasraya dalam penerbitan surat utang medium term notes 2016. Jiwasraya sudah rugi sejak 2006, jangan dikorbankan menanggung kerugian.
Terakhir, dia melihat adanya kejanggalan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Menurut dia banyak keterangan yang aneh di dalam surat dakwaan yang merugikannya.
"Ada kesalahan dalam penyitaan aset dan pemblokiran rekening bank milik masyarakat dalam perkara ini, termasuk kesalahan penyitaan aset dan pemblokiran rekening bank dan perusahaan saya oleh Kejaksaan Agung," ujarnya.
Atas dasar itu, dia meminta Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta membatalkan surat dakwaan dalam perkara korupsi di PT Asuransi Jiwasraya.
Untuk diketahui, Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Agung mendakwa Komisaris PT Hanson International, Benny Tjokrosaputro memperkaya diri melalui transaksi pembelian dan penjualan saham dengan pejabat Jiwasraya sehingga menimbulkan kerugian negara Rp 16,8 triliun.
Selain didakwa melakukan tindak pidana korupsi, Benny Tjokrosaputra juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Upaya tindakan pencucian uang yang dilakukan Benny disamarkan dengan cara membeli tanah hingga jual beli saham.
Jaksa Bima Suprayoga mengatakan upaya hasil tindak pidana korupsi di pengelolaan investasi saham dan reksa dana PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dilakukan pada tahun 2008 sampai dengan 2018.