Kebijakan Menaikkan Iuran BPJS Kesehatan, Pemerintah Dinilai Abaikan Kesepakatan
Fraksi PKS sudah mengirim surat secara resmi menolak kenaikan kembali iuran BPJS, karena perekonomian masyarakat sedang sulit di tengah pandemi corona
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Fraksi PKS kembali menyatakan penolakan terhadap Perpres No 64 Tahun 2020 yang kembali menaikkan iuran BPJS sebagai tindak lanjut putusan Amar Mahkamah Agung (MA) Nomor 7 P/HUM/2020.
Anggota Komisi IX DPR Fraksi PKS Kurniasih Mufidayati menyampaikan, Fraksi PKS sudah mengirim surat secara resmi menolak kenaikan kembali iuran BPJS, karena perekonomian masyarakat sedang sulit di tengah pandemi Covid-19.
"Perpres No 64 Tahun 2020 tidak tepat isinya, tidak tepat waktunya dan tidak menindaklanjuti keputusan MA. Regulasi ini sangat tidak tepat, kami meminta agar tidak memberikan beban baru kepada masyarakat dalam situasi pandemi," ujar Mufida saat rapat kerja Komisi IX dengan pemerintah terkait BPJS Kesehatan, di gedung DPR, Jakarta, Kamis (11/6/2020).
Mufida juga mengungkapkan kekecewaan terhadap pemerintah yang mengabaikan kesimpulan rapat dengar pendapat Komisi IX dengan DJSN, Dewas BPJS dan Direksi BPJS Kesehatan pada 30 April 2020.
Mufida menyebut dalam laporan singkat (Lapsing) RDP tersebut, Komisi IX mendorong percepatan agar putusan MA dapat segera diimplementasikan dan disetujui oleh BPJS Kesehatan saat rapat.
Baca: Instagram Perketat Keamanan, Menyematkan Foto Harus Izin Pemilk Akun
"Lapsing RDP adalah pegangan yang formal, ini rapat yang formal tapi kenyataannya kami tidak melihat follow up dari rapat yang sudah kita sepakati. Pemerintah bukannya membatalkan Pasal 34 ayat (1) dan (2), Perpres Nomer 75 Tahun 2019, yang dilakukan justru Pemerintah menerbitkan Perpres baru yang kembali membebani rakyat juga membuat resah dan galau seluruh rakyat," ujar Mufida.
Ia mengingatkan, kesimpulan dalam RDP memiliki kekuatan.
"Seringkali hasil kesepakatan RDP DPR dengan pemerintah, hanya dianggap dokumen kertas yang tidak ada makna, padahal DPR adalah lembaga tinggi negara," ucapnya.
Mufida menyebut, kita memahami BPJS Kesehatan sedang mengalami kesulitan dalam tata kelola keuangan BPJS Kesehatan. Namun jangan sampai jalan ke luar yang dipilih untuk menyelesaikan kesulitan itu dengan membenai rakyat justru saat pandemi.
Baca: Rupiah Hari Ini, Jumat 12 Juni 2020 Melemah ke Rp 14.257 per Dolar AS, Berikut Kurs di 5 Bank
"Pemerintah pasti punya caralah, 1001 cara untuk menyelesaikan itu. Poin-poin detil dalam Lapsing RDP 30 April juga memberikan rekomendasi bagaimana kalau terjadi defisit. Tapi jangan dibebankan ke masyarakat," ungkap Anggota DPR RI dari Dapil Jakarta 2 itu.
Mufida mengingatkan agar Pemerintah memiliki itikad baik dalam memenuhi hak pelayanan kesehatan rakyat yang dijamin UUD. Di mana, memberikan hak pelayanan kesehatan itu kewajiban negara.
Ia menyebut, BPJS Kesehatan bukan asuransi kesehatan yang menghitung plus minus, tetapi memiliki ruh pemenuhan hak rakyat.
"Untuk yang kesekian kali kami mengetuk pintu hati bapak ibu sekalian, apakah layak di tengah situasi pandemi mengumumkan regulasi yang membuat resah dan galau seluruh rakyat Indonesia?" paparnya.
Dalam rapat tersebut hadir Menko PMK Muhadjir Effendy, Menteri kesehatan Terawan Agus Putranto, direksi BPJS Kesehatan, dan DJSN.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.