Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Bamsoet: Jangan Jadikan Papua sebagai Komoditas Politik Rasisme

SARA (suku, agama, ras, dan antar golongan) adalah isu yang sensitif, bahkan bagi negara yang sangat matang kehidupan demokrasinya seperti Amerika

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
zoom-in Bamsoet: Jangan Jadikan Papua sebagai Komoditas Politik Rasisme
Tribunnews.com/Chaerul Umam
Ketua MPR Bambang Soesatyo dalam webinar bertajuk "Rasisme vs Makar", Sabtu (13/6/2020) 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Isu rasisme di Papua kembali mendapatkan tempatnya setelah sekelompok orang mencoba mengaitkan aksi kepedulian terhadap George Floyd di Amerika Serikat dengan proses hukum di Papua.

Padahal, banyak pihak sedang mengupayakan pendekatan persuasif, humanis, dan strategis dalam menyelesaikan berbagai dugaan diskriminasi hukum yang terjadi di Papua.

Baca: Waspada, Kasus Baru Covid-19 Nambah 1.014 Pasien, yang Sembuh Juga Naik Jadi 13.776 Orang

"MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) terus terlibat membantu saudara kita yang menyuarakan keadilan sosial terhadap Papua agar tidak mendapat diskriminasi hukum,” kata ketua MPR RI, Bambang Soesatyo (Bamsoet), dalam webinar bertajuk 'Rasisme vs Makar', Sabtu (13/6/2020).

Ia mengakui SARA (suku, agama, ras, dan antar golongan) adalah isu yang sensitif, bahkan bagi negara yang sangat matang kehidupan demokrasinya seperti Amerika.

"Kita tetap harus waspada, karena tak menutup kemungkinan ada pihak-pihak yang berusaha menjadi provokator, memanfaatkan kejadian di Amerika untuk menyulut emosi publik yang dapat mengganggu kedamaian di Papua khususnya dan Indonesia umumnya," kata Bamsoet.

Sebagai contoh, upaya konkret yang sedang dilakukan MPR, Bamsoet menyebut keberadaan Forum Komunikasi dan Aspirasi Anggota DPD-DPR RI Dapil Papua dan Papua Barat (For Papua) yang aktif menjembatani komunikasi dari berbagai pihak demi perdamaian di Papua.

Berita Rekomendasi

"Alhamdulilah berkat kerja keras semua pihak, keenam saudara kita tersebut yakni Surya Anta Ginting, Anes Tabuni alias Dano Anes Tabuni, Charles Kossay, Ambrosius Mulait, dan Arina Elopere alias Wenebita Gwijangge, telah dibebaskan pada Mei 2020," ujar Bamsoet lagi.

Narasumber lainnya, Yorrys Raweyai, anggota For Papua yang juga perwakilan DPD dari Papua mengungkapkan ada penanganan hukum yang sudah coba mereka upayakan.

Seperti kasus Mispo Gwijangge yang diduga membunuh pekerja Istaka Karya.

"Kami panggil mitra kerja dan pihak yang terkait Papua. Ini adalah upaya politik, bukan hanya hukum saja," kata Yorrys.

Akhirnya, pada April lalu, pengadilan pun membebaskan Mispo dari berbagai tuduhan karena dianggap tidak terbukti.

"Kami masih akan upayakan untuk kasus lain. Kami tidak tinggal diam," kata Yorrys.

Kendati mendapat pengawalan politik dan keberpihakan, Yorrys mengingatkan agar masyarakat tetap mewaspadai pihak-pihak tidak bertanggung jawab yang ingin mengambil untung dari situasi konflik di Papua.

"Jangan kita terprovokasi dengan orang yang ingin mengait-ngaitkan masalah di Papua," katanya.

Sementara itu, Filep Wamafma, anggota DPD yang ada di For Papua dan mengawal kasus Mispo Gwijangge, mengakui bahwa urusan Papua tidak dipandang sebagai masalah hukum juga, tapi juga politik.

Baca: Status WA Terakhir Nicky Sejam Sebelum Ditemukan Tewas Bersama Adik dan Ayahnya di Tangerang

Sehingga langkah-langkah yang ditempuh itu akan menjadi kebijakan politik yang terbaik bagi Papua di masa depan.

"Pemerintah juga harus membuka ruang yang luas, terbuka, melibatkan semua komponen. Sehingga masalah Papua juga bisa dibicarakan dengan martabat," ucap Filep.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas