AJI Terima Surat Pemberitahuan Pernyataan Banding dari Jokowi terkait Kasus Blokir Internet Papua
Manan mengatakan pihaknya menerima Surat Pemberitahuan Pernyataan Banding dari Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia Abdul Manan mengatakan pihaknya menerima Surat Pemberitahuan Pernyataan Banding dari Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta.
Tribunnews.com telah menerima salinan Surat Pemberitahuan Pernyataan Banding tersebut dari Abdul Manan, Jumat (19/6/2020).
Surat tersebut berisikan pengajuan banding Presiden Joko Widodo dan Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate atas kasus pemblokiran koneksi internet di Papua tahun 2019.
Baca: Ungkap Ada Virus yang Lebih Berbahaya dari Corona, Johnny G Plate: Dua Bahaya Besar Sekarang Ini
Baca: Mulai Sabtu 20 Juni, Warga Makassar Wajib Pakai Masker dan Tak Berkerumun, Ada Sanksi Berat
"Ya. AJI sudah terima suratnya. Itu surat pemberitahuan bahwa pemerintah mengajukan banding," ujar Abdul Manan, ketika dikonfirmasi Tribunnews.com, Jumat (19/6/2020).
Berdasarkan salinan surat yang diterima Tribunnews.com, surat tersebut ditujukan kepada AJI dan SAFEnet sebagai penggugat/terbanding.
Baca: Baleg DPR Undang Dewan Pers dan AJI Bahas RUU Cipta Kerja
Sementara Menteri Komunikasi dan Informatika sebagai Tergugat I/Pembanding I dan Presiden Republik Indonesia sebagai Tergugat II/Pembanding II.
Dalam surat itu dinyatakan bahwa pada tanggal 12 Juni 2020 Pihak Tergugat I dan II telah menyatakan banding terhadap putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Nomor: 230/G/TF/2019/PTUN-JKT tanggal 3 Juni 2020. Adapun surat tersebut ditandatangani Panitera Muda Perkara Sri Hartanto.
Atas banding tersebut, Abdul Manan mengatakan pihaknya menghargai langkah Tergugat I dan II. Karena banding adalah hak konstitusional bagi siapa saja yang tak puas atas putusan hakim.
"Kami akan melihat apa argumentasi yang akan dipakai pemerintah dalam memori bandingnya. Semoga ada argumentasi baru yang lebih meyakinkan," kata dia.
"Bagi kami, apa yang dilakukan pemerintah dengan memblokir internet di Papua itu melanggar hukum. Kami tak minta pemerintah minta maaf, meski itu hal yang seharusnya wajar saja diminta. Kami hanya berharap pemerintah tak mengulanginya," imbuhnya.
Abdul Manan menambahkan bahwa hakim telah setuju dengan argumentasi pihaknya. Bahwa pandangan hakim jika mau melakukan pembatasan hak seperti pemblokiran internet ini harus mengikuti prosedur hukum dengan menyatakan daerah itu dalam bahaya.
"Dan kalau mau mengatasi konten yang melanggar hukum atau hoaks misalnya, ya sebaiknya fokus saja pada bagaimana mengatasi konten yang melanggar hukum itu. Jangan memblokir," kata dia.
"Saya berharap banding ini jangan sampai mengesankan pemerintah tidak mau dikoreksi secara hukum atas kesalahannya dalam mengambil kebijakan," pungkasnya.