Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pelajar di Daerah Terpencil Sulit Mendapat Akses Pendidikan di Masa Pandemi Covid-19, Apa Solusinya?

Pembelajaran bagi para siswa pada masa pandemi Covid-19 itu, diperlukan kesiapan sarana dan prasarana terutama bagi siswa di daerah terpencil.

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Anita K Wardhani
zoom-in Pelajar di Daerah Terpencil Sulit Mendapat Akses Pendidikan di Masa Pandemi Covid-19, Apa Solusinya?
TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN
Guru SDN Rancamanyar 03 berbincang dengan salah seorang siswa yang dikunjunginya yang tidak mengikuti pembelajaran daring (online), di rumahnya di Kampung Cilebak, Desa Rancamanyar, Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung, Kamis (14/5/2020). Kegiatan 'Guru Kunjung' tersebut dilakukan untuk mencari informasi bagaimana para siswa belajar di rumah dan memberikan arahan agar siswa tetap menjaga kebersihan diri selama pandemi virus corona (Covid-19). Sejumlah siswa yang tidak bisa mengikuti pembelajaran daring tersebut karena mereka tidak mempunyai gawai/ponsel. TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mempertimbangkan membentuk kurikulum pembelajaran khusus di masa pandemi coronavirus disease (Covid-19).

Untuk pembelajaran bagi para siswa pada masa pandemi Covid-19 itu, diperlukan kesiapan sarana dan prasarana terutama bagi mereka yang tinggal di daerah terpencil.

Mantan Kepala Divisi Humas Polri yang kini menjabat sebagai Kapolda Nusa Tenggara Barat, Inspektur Jenderal Mochammad Iqbal, mengungkap kesulitan yang dihadapi siswa di daerah terpencil untuk mendapat sinyal.

Baca: Kemendikbud: Pembelajaran Tatap Muka Dapat Dihentikan Jika Terjadi Peningkatan Kasus Positif Corona

Baca: Sara Fajira Menghayati Lirik Sampai Menangis saat Rekaman Lagu Lathi dengan Weird Genius

Apalagi, di provinsi NTB belum masuk kategori zona hijau, sehingga seluruh kegiatan sekolah tidak diperkenankan memberlakukan pembelajaran tatap muka.

"Salah satu pertanyaan yang masih sulit dijawab adalah bagaimana murid di kawasan terpencil bisa melakukan pengajaran via daring?’’ kata dia, Sabtu (20/6/2020).

Namun, kata dia, kegiatan aktivitas belajar-mengajar tetap harus berlangsung.

Berita Rekomendasi

Upaya yang dilakukan menerapkan standar protokol kesehatan Covid-19.

Semangat para siswa ini tak luntur meski menempuh perjalanan panjang ke sekolah.
Semangat para siswa ini tak luntur meski menempuh perjalanan panjang ke sekolah. (KOMPAS.com/ Junaedi)

Mulai dari kesiapan standar perlindungan diri seperti masker, face shield, dan tempat cuci tangan yang layak.

Juga para guru yang mengajar dan murid yang akan mengikuti pendidikan menjalani setidaknya rapid test terlebih dahulu.

’’Saya juga mendengar Kemendikbud tengah menggodok kurikulum darurat selama masa pandemi yang lebih ringkas. Saya berharap itu cepat terealisir, sehingga waktu ajar bisa dibatasi, dan sekolah bisa dilakukan dalam dua-tiga shift," ujarnya.

Sebelumnya untuk di NTB, pihaknya membuat satu program yang langsung membidik empat mitigasi Pandemi Covid-19 sekaligus.

Yakni, menurunkan kurva pertumbuhan Covid-19, menjaga ketahanan pangan masyarakat dan menurunkan angka gizi buruk, mendorong roda perekonomian bangkit kembali, dan sekaligus menurunkan angka kejahatan.

Baca: Siswa Ini Nangkring di Atas Pohon Seharian, Cari Sinyal demi Selesaikan Ujian Online

Baca: Atasi Kejenuhan Anak Belajar di Rumah, Usul Belajar Alternatif di Museum atau Perpustakaan

Video bertajuk '24 Hours On Tree Challenge' itu berisi kegiatan Veveonah selama 24 jam menghabiskan waktu di atas pohon untuk menyelesaikan sejumlah ujian online.
Video bertajuk '24 Hours On Tree Challenge' itu berisi kegiatan Veveonah selama 24 jam menghabiskan waktu di atas pohon untuk menyelesaikan sejumlah ujian online. (Veveonah M. Youtube)

Program itu didesain berbentuk Lomba Kampung Sehat: Nurut Tatanan Baru. Lomba ini diikuti oleh semua desa di NTB yang berjumlah 1.136 desa, dan akan berlangsung sampai lebih dari tiga bulan.

Program digelar dalam bentuk lomba agar memberikan keleluasaan kepada tiap-tiap desa untuk menyusun protokol yang dianggap terbaik sesuai wilayahnya.

Gagasan ini mendapat dukungan penuh dari Pemprov NTB dan TNI.

"Tujuannya kurva pertumbuhan infeksi baru di NTB menurun, tidak ada masyarakat yang tidak dapat makan, angka gizi buruk dan stunting menurun, aktivitas perekonomian kembali menggeliat dengan disertai protokol kesehatan yang baik, menurunnya angka kejahatan, dan masyarakat desa bisa mengakhiri konflik sosial di dalamnya dengan lebih baik," tambahnya.

Nangkring di Pohon Demi Ujian Online

Pandemi corona telah mengubah sistem pembelajaran dari tatap muka menjadi online atau daring.

Sayangnya metode pembelajaran online ini terkadang kurang berhasil di sejumlah tempat.

Kerap kali karena fasilitas tidak memadahi, dari gadget hingga jaringan internet.

Tidak jarang guru-guru berkecil hati karena beberapa siswa memakai alasan ini sebagai cara untuk menghindari tanggungjawab sekolah mereka.

Namun di luar itu semua, masih banyak siswa yang disiplin dan semangat menjalankan sekolah meski di rumah saja.

Salah satunya dilakukan seorang siswa dari Sabah, Malaysia ini.

Dikutip dari World of Buzz, Veveonah Mosibin rela menghabiskan 24 jam di atas pohon demi mendapatkan sinyal internet. 

Peristiwa itu dia abadikan dalam video yang diunggah di kanal Youtube-nya.

Video bertajuk '24 Hours On Tree Challenge' itu berisi kegiatan Veveonah selama 24 jam menghabiskan waktu di atas pohon untuk menyelesaikan sejumlah ujian online.

Veveonah menjelaskan bahwa sebenarnya dia tidak berencana melakukan ujian di atas pohon.

Sebab sejak beberapa hari lalu dia sudah membangun gubuk kecil di atas bukit dimana dia bisa mendapatkan koneksi yang bagus.

Namun ketika tiba di lokasi gubuk, tempat yang dia persiapkan itu telah rusak sebagian.

Veveonah menduga angin atau hujan lebat menyebabkan gubuknya rusak.

Oleh karena itu dia akhirnya memutuskan untuk mencari solusi lain dengan memanjat pohon.

Membawa bakul berisi air mineral, tiga nasi, kelambu anti nyamuk, powerbank, dan ponsel, siswa ini mempersiapkan semua kebutuhannya sembari menunggu ujian dimulai.

Dia berhasil menyelesaikan beberapa ujian di atas pohon dengan lancar dengan sedikit gangguan dari lebah.

Namun bermalam di atas pohon bukanlah sesuatu yang mudah.

Sebab sepanjang malam Veveonah mengaku tidak bisa tidur nyenyak karena kedinginan dan mendengar suara aneh.

Terlepas dari sejumlah kendala itu, Veveonah tidak mengeluh dengan kondisinya.

Keluarganya biasa tidur pada pukul 7 malam untuk menghemat lilin.

Ini dikarenakan desa Veveonah belum mendapat akses listrik.

Begitulah cerita Veveonah sembari memakan nasi tanpa lauk yang terbungkus daun sebagai bekalnya seharian itu.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas