Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

KPK Era Firli Bahuri Cs Disebut Masa Paling Suram

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menyampaikan KPK era ini memasuki masa yang paling suram.

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in KPK Era Firli Bahuri Cs Disebut Masa Paling Suram
Tribunnews/JEPRIMA
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2019-2023 Firli Bahuri saat memberikan kata sambutan disaksikan oleh para wakil KPK Alexander Marwata, Nawawi Pomolango, Nurul Ghufron, dan Lili Pintauli Siregar pada acara Serah Terima Jabatan dan Pisah Sambut KPK di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (20/19/2019). Acara serah terima jabatan sekaligus pisah sambut pimpinan KPK diawali dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya yang dilanjutkan dengan pembacaan pakta integritas. Seluruh anggota Dewan Pengawas (Dewas) dan pimpinan KPK periode 2019-2023 secara bersamaan membacakan Pakta Integritas dan dilanjutkan penandatanganan. Tribunnews/Jeprima 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Transparency International Indonesia (TII) memberikan rapor merah terhadap kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) era Firli Bahuri cs.

Hal ini tertuang dalam hasil evaluasi kinerja KPK periode Desember 2019-Juni 2020.

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menyampaikan KPK era ini memasuki masa yang paling suram.

Pada konteks kepemimpinan, lanjut Kurnia, KPK kini diisi oleh 5 komisioner yang kebijakannya kerap kali menimbulkan kontroversi di tengah masyarakat.

"Tak pelak, proses tata kelola organisasi pun menjadi problematika baru di lembaga anti rasuah ini. Begitu pula pada aspek penindakan dan pencegahan, yang mana juga tidak menunjukkan perkembangan signifikan dibanding kepemimpinan sebelumnya. Kombinasi seperti ini tentu hanya akan menafikan ekspektasi publik terhadap kerja pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh KPK," kata Kurnia dalam sebuah diskusi daring, Kamis (25/6/2020).

Baca: Ketua KPK: Korupsi Sangat Ditentukan oleh Sistem yang Buruk, Lemah dan Gagal

Baca: ICW Minta Dewas Selidiki Siapa Pemilik Helikopter yang Ditumpangi Ketua KPK Firli Bahuri

Kurnia menjelaskan terdapat sejumlah poin yang menggambarkan situasi stagnansi di lembaga antirasuah saat ini.

Pertama, upaya penindakan yang dilakukan oleh KPK menurun drastis dan seringkali justru menimbulkan polemik di tengah masyarakat.

Berita Rekomendasi

Kurnia mengatakan, hal ini didasari atas minimnya tangkap tangan, banyaknya buronan, perkara besar yang tak tersentuh, dan sikap abai dalam melindungi para saksi.

Padahal, lanjut dia, instrumen penindakan menjadi salah satu bagian utama untuk memberikan efek jera pada pelaku kejahatan korupsi.

Kedua, fungsi pencegahan belum berjalan optimal.

Menurut Kurnia, tidak optimalnya pencegahan KPK dapat ditelusuri dari minimnya koordinasi dan supervisi dengan aparat penegak hukum dan pemerintah daerah, ketiadaan strategi baru dalam pencegahan kerugian keuangan negara, stagnasi program pencegahan korupsi di sektor strategis, dan strategi nasional pencegahan korupsi belum efektif.

"Sehingga KPK dalam hal ini penting untuk merombak ulang strategi pencegahan karena terbukti gagal dalam enam bulan terakhir," katanya.

Ketiga, kebijakan internal KPK seringkali hanya didasarkan atas penilaian subjektivitas semata.

Bahkan, ucap Kurnia, dengan melihat iklim di lembaga antirasuah saat ini, publik dapat memahami bahwa terdapat dominasi dari salah satu pimpinan KPK dalam mengambil setiap kebijakan.

Hal ini, kata Kurnia, merujuk pada fakta yang terjadi di KPK, di antaranya, pengembalian paksa penyidik KPK ke Polri, penafsiran keliru publikasi penghentian penyelidikan, tertutupnya akses publik, upaya intervensi pemanggilan saksi, kental dengan gimmick politik, dan memberikan perlakuan khusus kepada tersangka.

"Tentu ini menunjukkan minimnya pengetahuan dari Pimpinan KPK untuk menciptakan tata kelola organisasi yang baik," ujarnya.

Terakhir, fungsi Dewan Pengawas belum berjalan efektif sebagaimana yang dimandatkan oleh Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019.

Kurnia mengatakan sejak Dewan Pengawas KPK dilantik, hampir tidak pernah ada temuan penting terkait potensi pelanggaran yang dilakukan oleh pimpinan lembaga antirasuah ini.

Padahal, kata Kurnia, publik dapat dengan mudah melihat ragam kontroversi yang telah dihasilkan oleh pimpinan KPK.

Hal ini menujukkan bahwa Dewan Pengawas berupaya menutup diri terhadap ragam persoalan di era kepemimpinan Komjen Firli Bahuri.

"Tak hanya itu, saat merumuskan kode etik, Dewan Pengawas juga tidak lagi mengakomodir pengaturan etik Pimpinan KPK," ujarnya.

Oleh karenanya,  ICW dan TII merekomendasikan KPK agar membenahi sektor penindakan, terlebih dengan memastikan adanya objektivitas dan independen saat mengusut sebuah perkara.

"Tak hanya itu, integrasi antara penindakan dan pencegahan pun perlu dipikirkan ulang serta juga mereformulasikan strategi pencegahan yang selama ini ada di KPK. Pada bagian tata kelola organisasi, sebaiknya Pimpinan KPK untuk meminimalisir gimmick politis dan mengedepankan nilai transparansi dan akuntabilitas dalam mengeluarkan sebuah kebijakan," ujarnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas