KPPI Sebut Butuh Political Will Untuk Mengafirmasi Keterwakilan Perempuan di Parlemen
Dwi Septiawati Djafar mengatakan butuh kemauan politik atau political will untuk mengafirmasi keterwakilan perempuan di parlemen.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Kaukus Perempuan Parlemen Indonesia (KPPI) Dwi Septiawati Djafar mengatakan butuh kemauan politik atau political will untuk mengafirmasi keterwakilan perempuan di parlemen.
Septi mendorong pembahasan draf RUU Pemilu yang sedang disusun Komisi II DPR benar-benar mengafirmasi kebijakan terhadap perempuan.
Hal itu disampaikannya dalam webinar bertajuk 'RUU Pemilu: Dimana Kebijakan Afirmasi Keterwakilan Perempuan?', Jumat (26/6/2020).
Baca: KPPI Harap Partai Politik Serius Penuhi 30 Persen Keterwakilan Perempuan di Parlemen
"Political will itu untuk menjawab pertanyaan bagaimana supaya apa yang selama ini sudah kita perbincangkan kuota 30 persen perempuan di parlemen menjadi sesuatu yang real dan nyata," ujarnya.
"Kalau kemudian dalam proses pembahasan RUU Pemilu masih ada hambatan-hambatan yang membuat perempuan tidak bisa mendapatkan ruang kebijakan afirmasi, saya pikir ini perlu dikembalikan pada political will, di mana political will para pemegang kebijakan," imbuhnya.
Baca: Ketua DPR: Jangan Pernah Lengah Melawan Narkoba
Dalam kesempatan itu, KPPI memberikan rekomendasi agar bisa mewujudkan kebijakan afirmasi keterwakilan perempuan.
Satu diantaranya adalah tentang bagaimana menempatkan 30 persen perempuan dalam nomor urut 1 di minimal 30 persen dapil oleh setiap peserta pemilu atau partai politik.
Baca: Anggota DPR Faksi PDIP Tinggal Tunggu Komando Pimpinan untuk Sikapi Pembakaran Bendera Partai
Dalam aturannya, bisa diberikan sanksi kepada parpol yang tidak mengindahkan peraturan itu.
Selain itu, KPPI mengusulkan secara regulasi bisa diatur PKPU nomor 7 tahun 2017 utamanya tentang pencalonan perempuan itu bisa diangkat menjadi norma undang-undang, tidak hanya menjadi norma PKPU.
"Saya rasa ini cukup memaksa parpol bahwa 30 persen yang menjadi bukti dalam verifikasi memaksa parpol untuk menempatkan 30 persen. Kalau dia tidak bisa menempatkan, tidak bisa ikut kompetisi di dapil tersebut," ucapnya.
"Jadi kalau kemudian nanti parpol tidak bisa menempatkan perempuan minimal di 30 persen dapil pada nomor urut satu saya pikir ini juga bisa dibuatkan sanksi dalam pengaturannya," katanya.