Profil Fakhri Hilmi, Deputi OJK Tersangka Korupsi Jiwasraya di Kejaksaan Agung
Sebelum menduduki posisi saat ini, Fakhri Hilmi sempat menjabat sebagai Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 2A OJK Tahun 2014 - 2017.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung hari Kamis (25/6) kembali menetapkan tersangka baru dalam kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Jiwasraya).
Salah satu tersangka itu adalah Fakhri Hilmi, yang saat ini menjabat sebagai Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal II Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Adapun tersangka lainnya adalah korporasi, yakni sebanyak 13 manajer investasi (MI).
Kejagung menjerat Fakhri dengan pasal tindak pidana korupsi. "Untuk sementara ini masih tipikor dulu. Dalam perkembangannya, melalui predicate crime dulu baru follow the money asetnya kemana," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Hari Setiyono di Jakarta, Kamis (25/6).
Dengan begitu, Kejagung bisa melakukan penyidikan untuk membuktikan tindak pidana korupsi.
Bisa juga, kata dia, setelah tipikor terbukti baru menelusuri aliran dana tersangka.
"Atau di tengah perjalanan, ia juga bisa ditetapkan lagi sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU)," tambah Hari.
Sebelum menduduki posisi saat ini, Fakhri Hilmi sempat menjabat sebagai Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 2A OJK Tahun 2014 - 2017.
Nah, Kejagung akan fokus menyelidiki peran Fakhri di kasus Jiwasraya atas kewenangan dia selama menjabat di periode 2014 -2017.
"Maka itu, tempo penyelidikannya sesuai dengan masa jabatan itu," imbuh Hari.
OJK pun buka suara atas penetapan salah seorang pejabatnya sebagai tersangka kasus Jiwasraya oleh Kejaksaan Agung.
Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Logistik OJK, Anto Prabowo menyatakan, sejak dimulainya proses penyelidikan kasus Jiwasraya, OJK telah dan selalu memberikan dukungan dalam bentuk penyediaan data dan informasi serta asistensi yang diperlukan oleh Kejagung.
“OJK mendukung proses penegakan hukum terkait kasus Jiwasraya oleh Kejaksaan Agung dengan tetap menjunjung tinggi asas praduga tidak bersalah. OJK selama ini telah bekerjasama dengan Kejaksaan Agung untuk membangun sistem keuangan yang sehat, stabil dan kredibel dalam rangka melindungi konsumen dan memacu pertumbuhan ekonomi,” ujar Anto dalam pernyataan resminya, Kamis (25/6).
Dia menambahkan, salah satu falsafah OJK adalah menegakkan pelaksanaan pengaturan dan pengawasan untuk agar terselenggara sistem jasa keuangan yang menjunjung tinggi aspek governance.
Hal ini tidak hanya berkaitan dengan kewenangan OJK, tetapi juga berhubungan dengan pelaksanaan operasional di industri perbankan, pasar modal dan industri keuangan non-bank.
Saat dihubungi KONTAN, Fakhri Hilmi tidak banyak berkomentar. Pria kelahiran tahun 1970 ini hanya bilang, dia akan fokus menjalani kasus tersebut.
"Saya tidak ada apa-apa. Pasti Allah punya maksud tertentu untuk saya," tutur Fakhri kepada KONTAN, Kamis (25/6).
Berdasarkan data Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) tahun 2019 di website KPK, Fakhri memiliki total harta kekayaan senilai Rp 7,60 miliar.
Perinciannya, Fakhri memiliki harta berupa tanah dan bangunan senilai Rp 3,4 miliar, alat transportasi Rp 621 juta, surat berharga Rp 500 juta.
Fakhri juga memiliki kas dan setara kas mencapai Rp 5,45 miliar. Dia juga punya utang senilai Rp 2,75 miliar, sehingga nilai total kekayaannya sebesar Rp 7,60 miliar.
Fakhri memiliki tanah dan bangunan di dua lokasi, Bogor dan Jakarta Selatan. Di Bogor, Fakhri memiliki tanah dan bangunan seluas 160 m2/89 m2 senilai Rp 1,2 miliar.
Adapun aset di Jakarta Selatan berupa tanah dan bangunan seluas 89 m2/89 m2 senilai Rp 2,2 miliar.
Fakhri memiliki dua unit mobil dan satu unit sepeda motor. Dia punya Toyota Fortuner tahun 2016 senilai Rp 380 juta. Adapun satu mobil lagi adalah Honda Jazz tahun 2018 senilai Rp 235 juta.
Sedangkan satu unit sepeda motor milik Fakhri adalah merek Yamaha tahun 2013 senilai Rp 6 juta.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.