Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Jalur VPN di Kemenag Bukan untuk Membuka Situs Porno

Nizar menegaskan, pengadaan VPN dilakukan agar data yang dimiliki Kemenag tetap aman dan terlindung privasinya.

Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Dewi Agustina
zoom-in Jalur VPN di Kemenag Bukan untuk Membuka Situs Porno
Tribunnews.com/Vincentius Jyestha
Tangkapan layar Menteri Agama Fachrul Razi 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Agama (Kemenag) menjawab polemik mengenai rencana biaya pengadaan bandwidth VPN (Virtual Private Network) dalam anggaran tahun 2021.

Sebelumnya, anggaran pengadaan VPN itu terungkap dalam rapat kerja (raker) Komisi VIII DPR bersama Menag Fachrul Razi, yang membahas pagu indikatif tahun 2021 pada Jumat (26/6/2020).

Dalam rapat itu Wakil Ketua Komisi VIII, Ihsan Yunus, mempertanyakan maksud Kemenag mengusulkan anggaran VPN.

Sebab menurutnya, VPN biasa digunakan untuk meretas situs-situs yang dianggap pemerintah ilegal. Bahkan tak jarang VPN dibuka untuk mengakses situs-situs porno.

Meski begitu, Ihsan tak merinci berapa total yang dianggarkan.

"VPN ini bisa digunakan untuk yang baik atau tidak? Setahu saya, kalau anak-anak milenial tahu, Pak. Kalau mau masuk situs yang diblokir, mohon maaf, kalau mau buka film porno itu pakai VPN. Lah kalau ini masuk ke Kesekjenan bisa bermata dua. Wah, bahaya kalau sampai dipakai nonton itu saya enggak tahu Kemenag," ujarnya.

Baca: Pastikan Sesuai Aturan, Kemenag Jelaskan Tujuan Pengadaan VPN

Baca: Ingin Buka Situs yang Diblokir Tanpa Aplikasi VPN? Ini Cara Amannya

Fachrul kemudian tak menjawab secara gamblang pertanyaan dari anggota DPR itu. Namun ia berjanji akan memperbaiki daftar pagu anggaran yang diajukan kepada DPR tersebut.

Tak ingin menimbulkan polemik dan pertanyaan lanjutan, Plt Sekjen Kemenag, Nizar Ali kemudian menjelaskan maksud pengadaan VPN di anggaran 2021 itu.

Nizar menegaskan, pengadaan VPN dilakukan agar data yang dimiliki Kemenag tetap aman dan terlindung privasinya.

Berita Rekomendasi

Perlindungan privasi dibutuhkan karena jalur internet yang dibangun merupakan jalur pribadi, dan bukan jalur internet umum seperti Indihome, Telkomsel, XL, dan lainnya.

"Sehingga yang menggunakan jalur VPN hanya pemilik VPN, tidak ada yang lain. Ini bagian upaya menghindari adanya pencurian data yang bisa dilakukan bila menggunakan jalur internet umum," ujar Nizar dalam keterangannya di Jakarta.

Nizar menjelaskan, VPN hampir dibutuhkan di semua instansi baik swasta termasuk pemerintah.

Instansi membutuhkan jalur VPN untuk menghubungkan semua lokasi kantor secara aman.

Sehingga pengiriman data dari kantor pusat ke kantor lain, termasuk di daerah, bisa berjalan dengan cepat dan aman.

"Kemenag membutuhkan VPN untuk menghubungkan seluruh kantor Kemenag, pusat dan daerah secara aman," jelasnya.

Dalam pengiriman data, kata Nizar, keamanan data pemerintah harus dijaga. Sebab jika yang digunakan jalur internet umum, dikhawatirkan keamanan data tidak terjaga.

"Kemenag sudah lama menggunakan VPN untuk menjalankan aplikasi SISKOHAT, pusat hingga kantor Kemenag kabupaten/kota. Semua Kankemenag Kabupaten/Kota bekerja dalam satu jaringan dengan kantor pusatnya sehingga pertukaran data lebih cepat dan aman," tutur Nizar.

Selain SISKOHAT, lanjut Nizar, Kemenag juga menggunakan VPN untuk keperluan hubungan dengan instansi atau kementerian lain.

Baca: Kemenag Alokasikan Rp36 Miliar untuk Bantu Santri Kuliah di Perguruan Tinggi

Baca: Ketua Komisi VIII Kritik Anggaran Kemenag Tak Berpihak pada Pondok Pesantren

Contohnya, penggunaan jalur VPN untuk komunikasi data Dukcapil ke aplikasi yang ada di Kementerian Agama seperti Sistem Informasi Manajemen Nikah (SIMKAH), serta komunikasi dengan BPK, KSP, bank, dan instansi lain yang membutuhkan pertukaran data.

"Jalur VPN ini juga bisa digunakan untuk pelaksanaan e-audit dari kantor pusat ke kantor Kemenag daerah," ucapnya.

Pada masa pandemi corona, kata Nizar, peran VPN sangat mendukung pelaksanaan tugas kantor. Sehingga pegawai yang bekerja di rumah bisa aman masuk ke jalur VPN kantor di mana fasilitas jaringannya sama dengan saat bekerja di kantor.

"Untuk tahun 2021, Kementerian Agama punya tanggung jawab menyelesaikan arsitektur Sistem Pemerintah Berbasis Elektronik (SPBE) di Kementerian Agama, sesuai amanah perpres 95 tahun 2018 tentang SPBE. Arsitektur tersebut termasuk arsitektur jaringan yang menghubungkan kantor pusat dan kantor daerah," ungkapnya.

Nizar menegaskan jalur VPN di Kemenag tidak digunakan untuk meretas situs atau membuka situs porno yang telah diblokir.

Nizar menjelaskan pengadaan jalur VPN Kemenag dilaksanakan melalui tender terbuka. Pemenang tender biasanya perusahaan telekomunikasi resmi yang terdaftar di Indonesia. Seperti pada 2020, pemenang tender ialah PT Telkom.

"Karena penyedia jalur VPN adalah perusahaan telekomunikasi resmi, jalur VPN di Kementerian Agama tetap sesuai regulasi pemerintah yang ada di Indonesia, yaitu tidak bisa mengakses situs porno," ucapnya.

"Malah, jalur VPN Kementerian Agama bisa ditambahkan kebijakan yang mendukung produktivitas kerja. Misalnya, membatasi akses ke situs internet seperti YouTube atau Facebook atau situs lainnya," ujarnya.

Salah Ketik

Selain anggaran pengadaan bandwidth VPN, Komisi VIII DPR dalam raker itu juga menyoroti anggaran program pendidikan dan pelatihan (Diklat) sebesar Rp 33 miliar untuk empat orang.

"Kami lihat di rincian ada biaya Diklat. Biaya Diklat empat orang yang jumlahnya tak masuk akal sebesar Rp 33 miliar," kata anggota Komisi VIII DPR RI, dari Fraksi Partai Gerindra Abdul Wahib.

Menjawab hal itu, Kepala Biro Perencanaan Setjen Kementerian Agama Ali Rokhmad mengatakan biaya diklat sebesar Rp 33 miliar untuk empat orang itu sebagai salah ketik.

Dia meluruskan, anggaran itu bukan diperuntukkan bagi empat orang saja, melainkan 4.030 orang.

"Bukan empat orang. Anggaran sebesar Rp 33 miliar itu untuk 4.030 orang," kata Ali Rokhmad dalam rilis resmi yang dicantumkan di situs Kemenag, Jakarta, Sabtu (27/6/2020).

Menurut Ali, anggaran Rp 33 miliar itu akan diperuntukkan bagi aparatur sipil negara (ASN) Kemenag dengan target hasil sebanyak 4.030 orang.

Dia juga merinci kegiatan yang akan dilakukan dalam program tersebut berupa Diklat Kepemimpinan Tingkat II dengan indeks harga per orang sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan sebesar Rp 30.261.000 per orang, Diklat Kepemimpinan Tingkat III dengan indeks sebesar Rp 22.125.000 per orang dan Diklat Kepemimpinan Tingkat IV dengan indeks sebesar Rp 20.230.000 per orang.

Selain itu, anggaran tersebut juga dialokasikan untuk Diklat Teknis Tenaga Administrasi dan Diklat Tenaga Fungsional Administrasi.

"Total anggaran itu juga tersebar di 15 satuan kerja, yaitu Pusdiklat Tenaga Administrasi dan 14 Balai Diklat Keagamaan yang ada di seluruh Indonesia," kata dia.

Ali memastikan dana yang sempat disinggung oleh anggota DPR saat rapat terkait pengajuan anggaran 2021 karena dianggap tak masuk akal ini merupakan program kediklatan bagi penguatan kapasitas SDM di Kemenag, khususnya bagi SDM dalam bidang tata kelola SDM, keuangan, perencanaan, penelitian, widyaiswara, hingga statistisi.

Dia mengatakan besarnya alokasi yang dianggarkan untuk program itu lantaran ada komponen yang memang paling signifikan dan memerlukan pembiayaan yang tidak sedikit.

Komponen itu, kata dia, yakni berkaitan dengan transportasi.

Para peserta diklat berasal dari lintas provinsi, sementara Balai Diklat Keagamaan kata Ali belum ada di setiap provinsi.

Ali mencontohkan peserta diklat dari NTT harus mengikuti diklat di Balai Diklat Keagamaan Bali. Lantaran di daerahnya belum tersedia Balai Diklat.

Demikian juga aparatur Kemenag Kalbar dan Banten yang harus mengikuti program diklat di Jakarta.

"Anggaran ini sudah dialokasikan seefisien mungkin. Kemudian juga sudah dilakukan program diklat jarak jauh dan diklat di tempat kerja untuk menjangkau lebih banyak aparatur dibandingkan dengan pelaksanaan diklat reguler," kata dia.

Secara umum, komponen anggaran diklat terdiri dari biaya bahan perlengkapan, konsumsi, akomodasi, transportasi, dan jasa profesi pengajar. Besaran setiap komponen biaya ini disesuaikan dengan standar biaya masukan yang diterbitkan oleh Kemenkeu.

Tak hanya itu jangka waktu pelaksanaan diklat juga berbeda. Ali mengatakan ada yang ikut program hingga ada yang mengikuti program hingga 31 hari efektif. Semua tergantung jenis diklat yang diikuti.

"Jadi, anggaran tiga puluh tiga miliar untuk 4.030 orang itu sudah dihitung seefisien mungkin sesuai standar biaya yang ditetapkan," kata dia.(tribun network/fah/dod)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas