Komisi X DPR Minta Kemendikbud dan Pemprov DKI Lindungi Calon Siswa Korban Diskriminasi PPDB
Komisi X DPR terus melakukan pemantauan terhadap proses PPDB di DKI Jakarta, termasuk menerima berbagai laporan dari orang tua siswa
Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda mendesak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melindungi korban diskriminasi dalam proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).
Adanya ketidaksingkronan proses PPDB di DKI dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 44/2019 tentan PPDB tingkat TK, SD, SMP, SMP, dan SMK membuat banyak calon siswa yang dirugikan.
“Kami menilai ada ketidaksingkronan proses PPDB di DKI Jakarta dengan Permendikbud 44/2019 sehingga terjadi diskriminasi terhadap calon siswa yang diterima di sekolah negeri, terutama terkait pengarusutamaan faktor usia dibandingkan faktor lain,” ujar Syaiful Huda, kepada wartawan, Senin (29/6/2020).
Huda-sapaan akrab Syaiful Huda-menjelaskan Komisi X DPR terus melakukan pemantauan terhadap proses PPDB di DKI Jakarta, termasuk menerima berbagai laporan dari orang tua siswa.
Dari situ diketahui jika ada banyak kejanggalan dalam proses PPDB seperti pengedepanan faktor usia, kuota zonasi yang hanya 40%, hingga minimnya sosialisasi petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis PPDB ke publik.
Baca: Kebijakan Merdeka Belajar Kemendikbud Tekankan Kerjasama Seluruh Ekosistem Pendidikan
“Kondisi ini memicu ketidakpuasan publik terbukti dengan adanya unjuk rasa, pengaduan ke DPR, hingga ke Ombudsman RI,” ujarnya.
Kejanggalan proses PPDB di DKI, lanjut Huda juga dibuktikan dengan temuan KPAI.
Menurutnya dari pengaduan yang diterima KPAI 65% di antaranya berasal dari calon siswa/orang tua siswa yang merasa dirugikan dalam PPDB DKI.
Sebagian mereka mengeluh terkait pengarusutamaan usia dalam proses penerimaan calon siswa.
Bahkan ada kasus di wilayah Cipinang Muara di mana ada calon siswa tidak bisa diterima di SMP Negeri padahal ada 24 sekolah di zona tersebut karena faktor usia.
“Selain itu juga ditemukan keluhan teknis seperti server PPDB online yang lemot, keterlambatan verifikasi data, tidak transparannya panitia PPDB, hingga munculnya dugaan manipulasi data keluarga,” katanya.
Baca: Emosi dengan Sistem Zonasi PPDB DKI Jakarta, Orangtua Murid Mengamuk: Realnya Itu Usia
Dengan fakta-fakta tersebut, kata Huda harus ada solusi agar para siswa yang dirugikan dalam proses PPDB tetap mendapatkan kesempatan untuk belajar di sekolah-sekolah negeri di DKI Jakarta.
Menurutnya saat ini tengah digodok kebijakan penambahan kuota dalam rombongan belajar (Rombel) di sekolah-sekolah negeri yang ada di Jakarta.
Namun menurutnya kebijakan tersebut bakal tidak akan menampung para siswa yang tersingkir dari PPBD DKI karena alasan usia.
“Kalau menambah kuota Rombel itu berarti maksimal hanya menampung tambahan 4 siswa per kelas dan itu pasti tidak mencukupi,” tukasnya.
Politisi PKB ini mendesak agar Kemendikbud dan Dinas Pendidikan DKI membuat Rombel baru.
Dengan demikian kuota siswa yang diterima akan lebih besar.
Dengan demikian mereka yang terdiskriminasi dalam PPDB DKI bisa mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan di zonasi mereka masing-masing.
“Bagi kami seharusnya ada evaluasi total dari PPDB DKI sehingga tercipta proses PPDB yang fair. Tapi kalau hal itu terlalu besar dampak negatifnya dan menambah kuota sebagai jalan tengah ya harus maksimal. Jangan hanya menambah sekedar menambah kuota Rombel tapi buat Rombel baru sehingga daya tampungnya lebih besar,” ujarnya.