Majelis Hakim Tolak Pengajuan Justice Collaborator Imam Nahrawi, Ini Alasannya
Sementara itu, menurut anggota majelis hakim, Muslim, Imam Nahrawi tidak memenuhi syarat untuk mengajukan JC
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Upaya mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi mengajukan permohonan sebagai justice collaborator ditolak majelis hakim.
Politisi PKB itu mengaku alasan mengajukan diri sebagai pelaku yang bekerjasama dengan penegak hukum atau justice collaborator untuk membongkar aliran dana Rp 11,5 Miliar terkait kasus pemberian dana hibah Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) kepada Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI).
Baca: KPK Harap Mantan Menpora Imam Nahrawi Divonis Sesuai Tuntutan Jaksa
"Menolak permohonan justice collaborator yang diajukan terdakwa," kata Rosmina, ketua majelis hakim, pada saat membacakan amar putusan di ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (29/6/2020).
Sementara itu, menurut anggota majelis hakim, Muslim, Imam Nahrawi tidak memenuhi syarat untuk mengajukan JC.
"Mempertimbangkan permohonan JC yang diajukan melalui surat 19 Juni 2020 dengan alasan ingin mengungkap aliran hibah Rp 11,5 Miliar berdasarkan SEMA 04 Tahun 2011 syarat untuk menjadi adalah bukan pelaku utama, sehingga tidak cukup syarat untuk menjadi JC terhadap terdakwa," ujar Muslim.
Majelis hakim memutuskan Imam Nahrawi terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama dan berlanjut terkait pemberian dana hibah Kemenpora kepada KONI, serta penerimaan gratifikasi.
Selain pidana pokok, majelis hakim juga menjatuhkan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti. Imam Nahrawi diperintahkan membayar uang senilai Rp 18,1 Miliar.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menilai sejumlah hal memberatkan untuk Imam.
Hal memberatkan perbuatan terdakwa bertentangan dengan program pemerintah yang sedang gencar-gencarnya memberantas korupsi, terdakwa adalah pimpinan tertinggi kementerian yang seharusnya menjadi panutan, dan terdakwa tidak mengakui perbuatan.
Sedangkan, hal meringankan adalah terdakwa bersikap sopan, terdakwa adalah kepala keluarga, terdakwa mempunyai tanggungjawab anak-anak yang masih kecil dan belum pernah dihukum.
Untuk diketahui, Imam didakwa menerima suap bersama-sama dengan asisten pribadinya, Miftahul Ulum sebesar Rp 11,5 Miliar dan gratifikasi Rp 8,64 Miliar.
Baca: BREAKING NEWS: Imam Nahrawi Divonis Pidana Penjara Selama 7 Tahun
Pada sidang pembacaan tuntutan, Jaksa Penuntut Umum menuntut Imam pidana 10 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsidair 6 bulan kurungan.
Imam juga dituntut membayar uang pengganti sejumlah Rp19,1 miliar dan mencabut hak dipilih dalam pemilihan jabatan publik selama lima tahun terhitung sejak terdakwa selesai menjalani pidana pokok.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.