Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Jaksa Agung Tak Terima Berkas Tuntutan Kasus Novel Baswedan

Pada persidangan 11 Juni lalu, jaksa menuntut kedua polisi aktif yang menyiram Novel dengan air keras

Penulis: Dodi Esvandi
Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Jaksa Agung Tak Terima Berkas Tuntutan Kasus Novel Baswedan
Tribunnews.com/ Theresia Felisiani
Jaksa Agung ST Burhanuddin 

*JSta Burhanuddin akan Evaluasi Tuntutan Kasus Penganiayaan Novel
*Sidang Putusan Digelar 16 Juli

TRIBUNNEW.COM, JAKARTA - Polemik mengenai tuntutan ringan terhadap 2 penyerang Novel Baswedan masih terus bergulir.

Pada persidangan 11 Juni lalu, jaksa menuntut kedua polisi aktif
yang menyiram Novel dengan air keras, Rahmat Kadir dan Ronny Bugis, dengan pidana penjara selama 1 tahun.

Jaksa menilai kedua terdakwa terbukti dalam dakwaan subsider yakni subsider pasal
353 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Namun jaksa juga menyebut keduaterdakwa tak terbukti melakukan unsur dalam dakwaan pertama yakni Pasal 355 KUHP karena dinilai tak bermaksud menyiram air keras ke mata Novel.

Melainkan bermaksud menyiram ke badan, tapi malah turut terkena mata. Tuntutan ringan itu kemudian dipertanyakan oleh Komisi III DPR dalam rapat kerja

dengan Jaksa Agung ST Burhanuddin, Senin (29/6) kemarin.

Berita Rekomendasi

Anggota Komisi III DPR F-NasDem, Taufik Basari, menilai tuntutan ringan itu tidak masuk nalar.

Baca: Tuntutan Kasus Novel Baswedan Jadi Sorotan, Jaksa Agung ST Burhanuddin Akan Evaluasi

Ia pun meminta Burhanuddin menjelaskan alasan di balik tuntutan tersebut.

"Tuntutan tidak masuk akal. Saya sudah ikuti alasan-alasan jaksa, sepanjang pengalaman jadi lawyer dan belajar hukum, alasan jaksa banyak di luar nalar sehat, agak aneh.

Ini penting untuk bisa menunjukkan kepada publik agar penegakan hukum dapat dipercaya," tanya Tobas - demikian ia disapa- dalam raker tersebut.

Pertanyaan serupa juga datang dari anggota Komisi III DPR F-PKS, Aboe Bakar
Alhabsyi.

Ia juga mempertanyakan tuntutan kasus Novel yang sangat jauh bedanya
dengan perkara penyiraman air keras lainnya.

Aboe mencontohkan kasus penyiraman yang dilakukan Ruslam terhadap istri serta mertuanya pada 18 Juni 2018.

Baca: Tim Penasihat Hukum Terdakwa Soroti Masifnya Pemberitaan Novel Baswedan

Dalam sidang di PN Pekalongan, kata Aboe, jaksa menuntut Ruslam dengan penjara selama 8 tahun.

Kemudian penyiraman air keras yang dilakukan Rika Sonata terhadap suaminya yang
disidangkan di PN Bengkulu. Aboe menyatakan jaksa dalam kasus itu menuntut Rika
dengan penjara selama 10 tahun.

Terakhir, kata Aboe, yakni tuntutan terhadap Heriyanto yang menyiram istrinya dengan air keras hingga meninggal dunia. Dalam sidang di PN Bengkulu, Heriyanto dituntut selama 20 tahun penjara.

"Kenapa kasus ini sangat jauh tuntutannya jika dibandingkan kasus serupa? Masyarakat tentu merasa janggal, ketika (2 penyerang Novel) hanya
dituntut 1 tahun penjara.

Orang jadi aneh ada apa ini? Apalagi jaksa menyatakan adanya ketidaksengajaan. Publik melihat mereka (jaksa) justru jadi pengacara. Apakah memang rentut (rencana penuntutan) berdasarkan petunjuk Jaksa Agung?" tanya Aboe ke Burhanuddin.

Baca: Soal Kelanjutan Sidang Penyiraman Air Keras, Novel Baswedan: Sudah Terlalu Jauh dari Nalar Saya

Menjawab pertanyaan tersebut, Burhanuddin berjanji akan mengevaluasi tuntutan 1
tahun terhadap 2 penyerang Novel itu. Burhanuddin menyebut rencana penuntutan itu tidak sampai kepadanya.

"Kasus Novel Baswedan ini jadi evaluasi kami karena kita juga tidak salahkan jaksanya, karena biasanya jaksa menuntut berdasarkan fakta di sidang.

Nanti akan kami evaluasi kenapa jaksa sampai tuntutan demikian itu, karena itu tidak
sampai di saya tuntutannya," tutur dia.

Burhanuddin menyatakan, apabila nanti putusan hakim jauh lebih tinggi daripada
tuntutan, berarti ada yang tidak beres dari tuntutan jaksa. Namun jika putusan hakim tak berbeda jauh, kata Burhanuddin, berarti tuntutan jaksa sudah benar.

"Jaksa menuntut berdasarkan fakta di sidang dan akan kami balance dengan putusan pengadilan. Kalau (putusan dengan tuntutan) jomplang, berarti ada sesuatu, kalau balance pertimbangan jaksa dipakai hakim. Nanti kami lihat putusannya dan pasti akan kami evaluasi," kata Burhanuddin.

Persidangan kasus Novel sendiri telah memasuki agenda duplik atau jawaban
pengacara terdakwa terhadap replik jaksa.

Dalam sidang di PN Jakarta Utara, Senin (29/6) kemarin, pengacara kedua terdakwa mengaku sependapat dengan jaksa. Pengacara menilai tuntutan 1 tahun penjara sepadan.

"Penasihat hukum sangat sependapat terhadap tuntutan JPU yang menuntut hukuman pidana 1 tahun kepada kedua terdakwa karena tujuan persidangan bukan hanya memberikan hukuman ke terdakwa tapi juga pelajaran kepada masyarakat," kata Eddy Purwatmo, pengacara terdakwa Rahmat dan Ronny, saat membacakan duplik.

Menurut pengacara, seseorang yang sudah mengakui perbuatannya, layak diapresiasi.
Termasuk dengan ringannya tuntutan dari jaksa.

Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan menjawab pertanyaan saat wawancara khusus dengan Tribunnews di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (19/6/2020). TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan menjawab pertanyaan saat wawancara khusus dengan Tribunnews di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (19/6/2020). TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

"Pelajaran bagi masyarakat bahwa ada apresiasi berupa berat atau ringannya hukuman yang diberikan bila seseorang telah mengakui dan menyerahkan diri.

Bila terdakwa dituntut lebih berat maka tidak memberikan pembelajaran yang baik kepada masyarakat luas bahwa bagi pelaku yang jujur dan mau menyerahkan diri sudah sepatutnya diberikan penghargaan dengan tuntutan yang rendah dari penuntut umum," katanya.

Pengacara bahkan berharap persidangan tersebut dapat dijadikan contoh untuk
persidangan lainnya.

"Harapannya persidangan ini jadi 'role model' dalam proses persidangan lain sehingga lebih banyak pelaku yang jujur mengakui dengan harapan dituntut rendah JPU, sebaliknya bila sudah jujur dan mengakui perbuatan dan berani menyerahkan diri tetap dituntut berat malah tidak ada lagi yang akan mengakui perbuatannya," katanya.

Selain itu, pengacara para terdakwa juga mengapresiasi yang berani mengatakan kedua terdakwa tidak pernah ditangkap dan malah menyerahkan diri secara sukarela.

"Karena tidak semua pelaku berani bertanggung jawab di persidangan dan menunjukkan sikap patriotik serta berjiwa ksatria," katanya.

Pengacara juga membela JPU Kejari Jakut soal tuntutan yang disoroti oleh sejumlah
pihak.

"Hanya kalangan tertentu yang misleading dan mispersepsi terhadap tuntutan
JPU karena dari awal tidak mengetahui fakta-fakta dan seenaknya mengomentari
rendahnya tuntutan JPU dengan asumsi mereka sendiri dan narasi yang menurut
mereka benar," katanya.

Masih dalam persidangan, tim penasihat hukum yang berasal dari Divisi Hukum Polri
juga menjelaskan peran mereka dalam membela Rahmat dan Ronny.

Kedua terdakwa dinilai patut mendapat pendampingan hukum dari Polri.

"Kami melaksanakan tugas di Divisi Hukum Polri untuk memberikan pendampingan hukum kepada terdakwa, hak terdakwa harus dihargai bahkan saksi korban Novel Baswedan selaku purnawirawan Polri yang sudah mengabdi sebagai anggota Polri selama 15 tahun dan 11 bulan pun punya hak untuk mendapat bantuan hukum, silakan mengirimkan surat ke Kadivkum
Polri," katanya.

Rencananya, sidang perkara penganiayaan terhadap Novel akan dilanjutkan pada 16
Juli 2020 dengan agenda pembacaan putusan.

"Majelis telah sepakat dan musyawarah
putusan diagendakan pada hari Kamis tanggal 16 juli 2020 jam 10.00 WIB," kata ketua
majelis, Djuyamto, yang didampingi hakim anggota Taufan Mandala dan Agus
Darwanta, saat membacakan agenda sidang di ruang sidang Pengadilan Negeri (PN)
Jakarta Utara, Senin (29/6).

Tim penasihat hukum terdakwa pun meminta majelis hakim agar membebaskan
terdakwa dari dakwaan atau setidaknya melepaskan dari tuntutan.

"Kami harap majelis melihat, memeriksa perkara jernih, objektif seksama berdasarkan alat bukti," ujarnya.

"Nasib (terdakwa,-red) berada di pundak majelis hakim. Apakah akan dinyatakan
bersalah atau dibebaskan," tuturnya.

Tim penasihat hukum mengharapkan majelis hakim agar memutus perkara secara
independen serta lepas dari pengaruh segala berita di media massa yang terkesan
mempunyai maksud mempengaruhi persidangan ini. Tim penasihat hukum meminta
putusan seadil-adilnya.

"Kebenaran hakiki yang terungkap, berkenan putusan seperti
yang kami sudah sampaikan di pledoi," kata dia.(tribun network/sen/gle/dod)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas