Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Komisi Kejaksaan Buka Peluang Panggil Jaksa Kasus Novel Baswedan

Pemanggilan tersebut berkaitan dengan sorotan publik atas kinerja JPU dalam menangani perkara tersebut.

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Komisi Kejaksaan Buka Peluang Panggil Jaksa Kasus Novel Baswedan
Grafis Tribunnews.com/Ananda Bayu S
Penyidik Senior Komis Pemberantasan Korupsi(KPK) - Novel Baswedan 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Kejaksaan RI membuka peluang memangil Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menangani kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara untuk dimintai klarifikasi.

Pemanggilan tersebut berkaitan dengan sorotan publik atas kinerja JPU dalam menangani perkara tersebut.

Tiga JPU itu ialah Fedrik Adhar Syarifuddin, Ahmad Patoni, dan Satria Irawan.

Baca: Komisi Kejaksaan Dalami Bukti Laporan Novel Baswedan soal Sidang Teror Air Keras

Demikian diutarakan Ketua Komisi Kejaksaan Barita Simanjuntak di kantornya, Kamis (2/7/2020), usai melakukan klarifikasi terhadap Penyidik KPK Novel Baswedan.

"Jadi, karena tugas itu diatur kita tidak menutup kemungkinan akan menindaklanjutinya [memanggil JPU]. Itu memang bagian tugas dan kewenangan. Tapi, karena proses peradilan kita tunggu dulu," ujar Barita.

Baca: Diminta Kembalikan Uang Pengobatan Mata Sebesar Rp3,5 Miliar, Novel Baswedan: Tanya ke Presiden

Barita mengungkapkan pihaknya membutuhkan keterangan JPU atas laporan yang dilayangkan Novel dan Tim Penasihat Hukum terkait tuntutan ringan dua polisi yang menjadi terdakwa kasus teror air keras.

Berita Rekomendasi

Tindakan tersebut, kata dia, semata-mata agar pihaknya dapat menangani laporan secara objektif.

Selain itu, Barita menambahkan pertimbangan majelis hakim dalam memutus perkara juga akan menjadi perhatian Komisi Kejaksaan dalam menangani laporan tersebut.

"Jadi, ada penjelasan dari Pak Novel Baswedan, kemudian ada pertimbangan hakim putusannya, baru nanti kita minta dari tim penuntut umum supaya komprehensif dan objektif. Jadi, output-nya rekomendasi," katanya.

Barita menuturkan hasil rekomendasi nanti bisa berupa penghargaan dan hukuman.

Pun, lanjut dia, rekomendasi tersebut harus dijalankan oleh pejabat pembina kepegawaian dalam hal ini Jaksa Agung ST Burhanuddin.

Baca: Harapan Keadilan bagi Novel Baswedan dan Publik Terletak pada Nurani Majelis Hakim

"Kewajiban komisi selesai ketika rekomendasi disampaikan. Apabila rekomendasi itu tidak dijalankan Jaksa Agung, kita menyampaikan kepada Presiden," kata dia.

Sebelumnya, Komisi Kejaksaan sempat mengutarakan bakal memanggil Jaksa Fedrik Adhar terkait dugaan hidup mewah.

Langkah ini menindaklanjuti perbincangan publik di media sosial yang menyinggung pendapatan Fedrik sebagai jaksa dengan keberadaan barang-barang mewah yang diunggahnya.

"Kami akan melakukan klarifikasi terkait info yang beredar itu untuk mendapatkan kejelasan duduk masalahnya, untuk bisa diambil tindakan sesuai kewenangan komisi dan ketentuan yang ada," kata Barita, Selasa (16/6/2020).

Soal 'Kembalikan' Uang Pengobatan

Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak terlalu menggubris pernyataan Dewan Pakar Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) Teddy Gusnaidi.

Teddy sebelumnya meminta Novel untuk mengembalikan uang biaya pengobatan di Singapura sebesar Rp3,5 miliar.

Korban penyiraman air keras itu lebih memilih persoalan pengembalian uang lebih baik ditanyakan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Baca: Komisi Kejaksaan Minta Keterangan Novel Baswedan Terkait Sidang Penganiayaan

"Tanya ke presiden," ucap Novel di Kantor Komisi Kejaksaan RI, Jakarta Selatan, Kamis (2/7/2020).

Diketahui, permintaan pengembalian diungkapkan Teddy Gusnaidi melalui akun twitternya @teddygusnaidi, Rabu (1/7/2020).

Teddy mengatakan, musibah yang menimpa Novel Baswedan hingga menyebabkan matanya buta murni kasus pribadi, tidak berhubungan dengan tugas Novel di KPK.

Baca: Komisi Kejaksaan Minta Keterangan Novel Baswedan Terkait Sidang Penganiayaan

“Tim advokasi Novel Baswedan sependapat dengan saya, bahwa kasus novel ini adalah murni kasus pribadi bukan kasus politik, tidak ada hubungannya dengan kasus yg sedang ditangani Novel di KPK. Hal ini disampaikan terkait rencana mereka ingin melaporkan polisi ke Ombudsman,” kata Teddy.

Baca: Jaksa Agung Tak Terima Berkas Tuntutan Kasus Novel Baswedan

Menurut Teddy, jika pihak kepolisian dianggap tidak boleh melakukan pendampingan hukum kepada anggotanya karena ini kasus pribadi, maka hal yang sama juga harus berlaku untuk KPK.

Tidak berharap

Novel Baswedan menyebut sidang vonis terhadap dua terdakwa penyerang air keras terhadap dirinya yang rencananya digelar pada 16 Juli 2020 merupakan tampilan wajah hukum di Indonesia.

Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu mengaku tak banyak berharap dengan persidangan kasus ini.

"Sulit untuk menaruh harapan terhadal proses hukum yang banyak janggal dan jauh dari fakta kejadian. Saya lebih melihat putusan nanti akan jadi tampilan wajah hukum di Indonesia," kata Novel saat dikonfirmasi, Rabu (1/7/2020).

Novel menyebut banyak kejanggalan dari awal kasus ini diungkap Polri.

Baca: Majelis Hakim Jadwalkan Putusan Perkara Penganiayaan Novel Baswedan 16 Juli 2020

Menurut dia, kedua terduga pelaku, Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis bukanlah pelaku sebenarnya.

Selain itu, dalam dakwaan kasus ini juga banyak yang janggal menurut Novel.

Dari mulai material yang disebut untuk menyiram dirinya adalah air aki, bukan air keras hingga tak dihadirkannya saksi kunci yang menurut Novel berada di lokasi kejadian.

Maka dari itu, Novel menyebut vonis terhadap dua terduga pelaku dirinya merupakan tampilan wajah hukum di Indonesia.

"Apakah [tampilannya] akan tampak lumayan atau sangat buruk," kata Novel.

Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut) akan membacakan vonis terhadap Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis selaku terdakwa penyerang penyidik KPK Novel Baswedan pada 16 Juli mendatang.

"Majelis hakim telah sepakat dan bermusyawarah untuk putusan nanti akan diagendakan pada Kamis, 16 Juli 2020 pada pukul 10.00 WIB," kata Ketua Majelis Djumyanto di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Senin (29/6/2020).

Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus ini pada 11 Juni 2020 lalu menuntut satu tahun penjara kepada Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis.

Jaksa menilai para terdakwa tidak sengaja menyiramkan air keras ke mata Novel.

Jaksa menyampaikan aksi terdakwa tersebut untuk memberikan pelajaran kepada Novel dengan menyiramkan asam sulfat ke badan namun di luar dugaan mengenai mata Novel.

Ronny dan Rahmat diketahui adalah polisi aktif dari Satuan Gegana Korps Brimob Kelapa Dua Depok.

Keduanya dinilai terbukti melakukan dakwaan subsider pasal 353 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Dalam surat tuntutan disebutkan kedua terdakwa yaitu Ronny Bugis bersama-sama dengan Rahmat Kadi Mahulette tidak suka atau membenci Novel Baswedan karena dianggap telah mengkhianati dan melawan institusi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas