Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Mantan Pimpinan KPK Ajak Warga Ikut Awasi Pengelolaan Dana Desa

Mantan Pimpinan KPK Laode Muhammad Syarif mengajak warga desa untuk aktif dalam mengawasi pengelolaan Dana Desa.

Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Mantan Pimpinan KPK Ajak Warga Ikut Awasi Pengelolaan Dana Desa
Ilham Rian Pratama/Tribunnews.com
Laode M Syarif 

Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Pimpinan KPK Laode Muhammad Syarif mengajak warga desa untuk aktif dalam mengawasi pengelolaan Dana Desa.

Menurut Laode, dibutuhkan penguatan oleh warga desa agar pemanfaatan Dana Desa tidak diselewengkan aparat desa.

"Itu tidak akan ada manfaatnya kalau masyarakat tidak desa menjaga dana desanya, karena kepala desa cenderung mengambil hati dengan membagi-bagi biasanya, oleh Karena itu maka mereka diam saja. Harus ada penguatan," ujar Laode dalam diskusi webinar Kongres Kebudayaan Desa, Rabu (1/7/2020).

Baca: Mantan Pimpinan KPK: Dana Desa Rawan Penyelewengan, Pengawasan Pun Sulit

Laode mengatakan potensi korupsi rentan terjadi ketika kepala desa mendapatkan kuasa untuk mengelola anggaran hingga Rp 1 miliar pertahun.

"Ketika kepala desa diberi kekuasaan untuk mengelola Rp1 miliar per tahun maka ada gula ada semut, ada uang ada apa? Itu perlu kita pikirkan, Apakah orang desa jujur, mandiri, itu benar-benar masih ada atau tidak," kata Laode.

Baca: Mendes: Dana Desa Jangan Hanya Dirasakan Elite Desa

Menurut Laode, perilaku warga desa sama saja dengan masyatakat kota yang bakal tergiur dengan uang dalam jumlah besar termasuk Dana Desa.

Berita Rekomendasi

Dirinya berharap seluruh pemangku kepentingan mencari formulasi untuk pengawasan Dana Desa agar akuntabilitasnya terjamin.

"Menurut saya sebagai orang desa perilaku orang desa sama saja orang kota. Kalaupun ada masih, kita saling kenal mengenal kita saling bertukar makanan. Tetapi kalau soal kejujuran, kejujuran orang desa dan orang kota mungkin sama saja. Ini observasi saya sebagai orang desa," kata Laode.

Ciri-ciri Pengelolaan Dana Desa yang Tidak Efektif dan Transparan

Wakil Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Budi Arie Setiadi mengungkapkan terdapat sejumlah ciri-ciri pengelolaan Dana Desa yang tidak efektif dan transparan.

Budi Arie mengatakan dirinya mendapatkan ciri-ciri tersebut setelah melakukan pengamatan terhadap sejumlah desa selama dirinya menjabat sebagai Wamendes PDTT.

"Ini ketika kita berkunjung ke sebuah desa maka kita bisa lihat ini ciri-ciri desa yang sangat tidak efektif dan sangat tidak transparan," ujar Budi Arie dalam diskusi webinar Kongres Kebudayaan Desa, Rabu (1/7/2020).

Baca: Wamendes: Anak Muda yang Inovatif jadi Prasyarat Kemajuan Desa

Ciri-ciri pertama adalah tidak adanya papan proyek pada pengerjaan pembangunan yang menggunakan Dana Desa.

Menurutnya hal ini menunjukan tidak transparannya penggunaan Dana Desa.

Ciri kedua adalah kesamaan antara laporan realisasi penggunaan Dana Desa dengan rencana anggaran biaya (RAB). Menurutnya banyak pemerintah yang menjiplak laporan realisasi dari RAB.

"Ini banyak kita temukan di beberapa desa, cuma copy paste saja," tutur Budi Arie.

Selain itu, ditemukan lembaga desa yang pengurusnya diisi oleh keluarga kepala desa. Lalu ada pula desa yang miliki Badan Permusyawaratan Desa (BPD) tidak aktif.

Budi Arie mengungkapkan ada juga kasus kepala desa memegang semua Dana Desa. Sementara bendahara desa hanya bertugas saat berurusan dengan pihak bank.

Ada juga kasus penyingkiran perangkat desa yang jujur dan vokal dalam pemanfaatan Dana Desa. Hingga banyak kegiatan desa terlambat pelaksanaannya dari jadwal.

"Padahal anggarannya sudah ada. Ini ciri-ciri tidak efektif dan tidak transparan," tutur Budi Arie.

Bahkan terdapat kasus musyawarah desa yang pesertanya sedikit. Pihak yang kritis dalam pengelolaan Dana Desa biasanya tidak diundang.

Serta tidak berkembangnya Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) pada sebuah desa. Serta monopoli pengadaan barang atau jasa oleh kepala desa.

"Ada pula yang pemerintah desanya marah ketika ada menanyakan anggaran kegiatan dan anggaran desa," kata Budi Arie.

Hingga ciri yang terakhir adalah kepemilikan harta kepala desa dan perangkatnya yang tidak rasional.

Perangkat desa dalam waktu singkat bisa memiliki mobil dan membangun rumah dengan harga ratusan juta padahal sumber penghasilan tidak sepadan.
 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas