KLHK Keluarkan Konfigurasi Bisnis Baru Melalui Multiusaha Kehutanan
Bambang mengatakan, pemanfaatan ruang kawasan hutan produksi di dalam areal izin usaha perlu dioptimalkan.
Penulis: Johnson Simanjuntak
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Prioritas utama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam merumuskan kebijakan di tengah pandemi Covid-19 ini adalah menjaga produktivitas dan memulihkan ekonomi masyarakat.
Demikian disampaikan Plt. Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) Bambang Hendroyono, saat sosialisasi Peraturan Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari Nomor P.1/PHPL/SET/KUM.1/5/2020, melalui video conference di Jakarta, Selasa (7/7), yang diikuti Direktorat lingkup Ditjen PHPL, Pemegang IUPHHK-HA/HT/RE dan Perum Perhutani.
Bambang mengatakan, pemanfaatan ruang kawasan hutan produksi di dalam areal izin usaha perlu dioptimalkan.
Oleh karena itu, orientasinya tidak hanya pemanfaatan hasil hutan kayu saja, tetapi pemanfaatan potensi kawasan lainnya seperti hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan.
Baca: Simontana KLHK Masuk Top 99 Inovasi Pelayanan Publik 2020
Karena itu, baru-baru ini KLHK mengeluarkan kebijakan terobosan Perdirjen PHPL No. P.01/2020 tentang Tata Cara Permohonan, Penugasan dan Pelaksanaan Model Multiusaha Kehutanan bagi Pemegang IUPHHK pada Hutan Produksi.
“Perdirjen P.01/2020 terbit untuk menjawab peluang dan tantangan, bagaimana areal izin di Hutan Produksi sekitar 30 juta Ha ini berkontribusi untuk mengatasi pelemahan ekonomi masyarakat karena pandemi Covid-19 dan di sisi lain memperkuat arus kas usaha,” ujar Bambang.
Lebih lanjut dikemukakan Bambang, pengembangan model multiusaha kehutanan saat ini, berada dalam momentum yang tepat di tengah pandemi Covid-19, terutama berkaitan dengan penyediaan kebutuhan pangan untuk mengantisipasi krisis pangan.
Hal ini disebabkan adanya karantina wilayah (lockdown) di sejumlah negara yang menyebabkan distribusi terhambat, maupun karena pergerakan logistik dalam negeri yang melambat.
”Model multiusaha yang mengintegrasikan pemanfaatan hasil hutan kayu dengan hasil hutan bukan kayu berupa tanaman atau komoditas semusim, antara lain melalui pola agroforestry atau silvopastur, menjadi solusi efektif untuk antisipasi krisis pangan,” jelas Bambang.
Dijelaskan Bambang, penerapan model multiusaha kehutanan selain memanfaatkan hutan produksi untuk kepentingan bisnis, juga dalam rangka untuk peningkatan produktivitas rakyat di dalam konsesi, guna mendukung pemulihan ekonomi nasional.
"Dengan penugasan model multiusaha, pemegang izin dapat menyiapkan perencanaan model bisnisnya lebih matang, sejalan dengan penyederhanaan perizinan yang sedang dibahas melalui RUU Cipta Kerja,” kata Bambang.
Sementara itu Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI), Indroyono Soesilo, menyampaikan apresiasi atas terbitnya Perdirjen PHPL No. 1 tahun 2020. Perdirjen ini merupakan langkah terobosan kebijakan penting di tengah melemahnya kinerja sektor usaha karena dampak Pandemi Covid-19.
“Model multiusaha kehutanan potensial menjadi solusi bisnis di tengah menurunnya ekspor produk kayu olahan semester I tahun 2020 sampai 5 % dibandingkan periode yang sama tahun 2019,” kata Indroyono.
Kebijakan tersebut, lanjut Indroyono, merupakan bentuk pengejawantahan dan aktualisasi konsep konfigurasi bisnis baru kehutanan melalui pergeseran paradigma dari “timber management menuju forest management”, sebagaimana arahan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam pembukaan Rapat Kerja APHI tahun 2018.
Baca: BKSP DPD RI: Perdagangan Karbon dengan Norwegia Momentum Pembangunan Berbasis Lingkungan
Indroyono menyebutkan, APHI telah menyusun Road Map Pembangunan Hutan Produksi tahun 2019 sampai tahun 2045.
Dalam Road Map ini tertuang rencana optimalisasi pemanfataan ruang izin usaha melalui multiusaha, dengan mengintegrasikan pemanfaatan hasil hutan kayu, pemantaatan kawasan, hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan.
”Dengan konfigurasi ini, maka nilai ekspor hasil hutan yang pada tahun 2019 sebesar USD 11,64 Milyar, pada tahun 2045 akan mencapai USD 66,70 Milyar, atau naik hampir 6 kali lipat,” jelas Indroyono.(*)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.