Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Komisi X DPR Akan Panggil Nadiem dan Najelaa Shihab soal Polemik Hak Paten Merdeka Belajar

Merdeka Belajar terdaftar sebagai penamaan untuk bimbingan kejuruan, jasa pengajaran, hingga jasa penyelenggaraan taman belajar dan bermain.

Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Komisi X DPR Akan Panggil Nadiem dan Najelaa Shihab soal Polemik Hak Paten Merdeka Belajar
Zaenal/Istimewa
Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi X DPR RI  akan memanggil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarin dan pendiri PT Sekolah Cikal Najelaa Shihab terkait polemik penggunaan hak paten Merdeka Belajar oleh Kemendikbud.

“Kami ingin mengetahui duduk perkara sebenarnya karena Merdeka Belajar merupakan label berbagai program unggulan Mendikbud Nadiem Makarim. Namun kenyataannya label ini telah dipatenkan oleh entitas swasta yang kebetulan juga bergerak di bidang Pendidikan,” ujar Ketua Komisi X DPR, Syaiful Huda kepada wartawan, Minggu (12/7/2020).

Berdasarkan informasi dari Pangkalan Data Kekayaan Intelektual (PDKI) Kemenkumham Merdeka Belajar telah terdaftar sebagai paten dari PT Sekolah Cikal beralamat di Jalan TB Simatupang, Cilandak, Jakarta Selatan, per 22 Mei 2020.

Pendaftaran merk Merdeka Belajar sendiri telah diajukan sejak 1 Maret 2018.

Baca: Dukungan Presiden untuk Merdeka Belajar pada Konferensi Forum Rektor Indonesia 2020

Dalam laman PDKI itu dijelaskan jika Merdeka Belajar terdaftar sebagai penamaan untuk bimbingan kejuruan, jasa pengajaran, hingga jasa penyelenggaraan taman belajar dan bermain.

Huda menjelaskan label Merdeka Belajar telah identik dengan berbagai kebijakan di era Mendikbud Nadiem, bahkan kebijakan Merdeka Belajar menjadi kerangka pengembangan kebijakan Pendidikan baik untuk tingkat dasar dan menengah serta perguruan tinggi.

“Kita ketahui bersama bahwa berbagai kebijakan unggulan dari Mas Menteri dilabeli dengan Merdeka Belajar di mana untuk tingkat dasar dan menengah berisi empat program, sedangkan di level perguruan tinggi ada kebijakan Kampus Merdeka yang juga penerjemahan konsep Merdeka Belajar,” ujarnya.

Berita Rekomendasi

Agak aneh, kata Huda, jika saat ini Merdeka Belajar menjadi merk dagang dari entitas swasta yang kebetulan bergerak di bidang Pendidikan.

Menurutnya, kondisi ini bisa berdampak hukum jika pemilik paten Merdeka Belajar di kemudian hari menuntut royalty atas penggunaan Merdeka Belajar sebagai label berbagai kebijakan yang dikeluarkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

“Kita tidak tahu apa yang terjadi di masa depan. Bisa jadi karena perubahan pemilik perusahaan atau perubahan kebijakan perusahaan kemudian ada tuntutan kompensasi atas penggunaan istilah Merdeka Belajar oleh Kemendikbud,” katanya.

Huda menilai ada beberapa langkah yang bisa diambil untuk menyelesaikan polemik paten Merdeka Belajar.

Pertama, Kemendikbud dan pemilik paten Merdeka Belajar membuat kesepakatan hitam di atas putih jika penggunaan brand tersebut oleh Kemendikbud tidak akan menimbulkan permasalahan hukum.

Langkah kompromi tersebut untuk menjamin jika penggunaan merk dagang swasta oleh instansi pemerintah tidak akan merugikan keuangan negara.

Kedua, pemilik paten mencabut klaim hak kekayaan intelektual atas label Merdeka Belajar.

Baca: Ungkap Tujuan Kebijakan Merdeka Belajar, Nadiem Beberkan Ciri-ciri Pelajar Pancasila ada Enam

Dengan demikian paten ini bisa digunakan secara leluasa oleh umum termasuk oleh Kemendikbud.

Ketiga, Mendikbud mencari alternative lain untuk label program unggulan Kemendikbud.

“Kita ketahui bersama sebenarnya Merdeka Belajar adalah konsep Pendidikan yang dulu disampaikan oleh Ki Hajar Dewantara. Kalau saat ini dipatenkan oleh pihak-pihak tertentu ya lebih baik mas Menteri cari brand lain untuk label kebijakannya,” tuturnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas