Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Tolak RUU HIP, Pancasila Ideologi Bangsa yang Final dan Harga Mati

ADPK bersama 91 kampus mengambil sikap dengan tegas bahwa Pancasila sebagai ideologi bangsa adalah bersifat final dan harga mati.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Tolak RUU HIP, Pancasila Ideologi Bangsa yang Final dan Harga Mati
Istimewa
Dr. Syaifuddin, Pengurus Pusat Asosiasi Dosen Pendidikan Kewarganegaraa (ADPK). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim Perumus Dialog Nasional dari Pengurus Pusat Asosiasi Dosen Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan (ADPK) bersama 91 kampus mengambil sikap dengan tegas bahwa Pancasila sebagai ideologi bangsa adalah bersifat final dan harga mati.

"Karena itu kami mengajak semua pihak bergabung menguatkan barisan solidaritas, kebersamaan dalam keberagaman, dan menjadi benteng Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara, melalui keperdulian kita dalam bela negara demi terciptanya ketahanan nasional kita yang kokoh, tangguh dan berkualitas," tegas Dr. Syaifuddin, Pengurus Pusat Asosiasi Dosen Pendidikan Kewarganegaraa (ADPK), dalam keterangannya di Jakarta, Minggu (12/7/2020).

Pandangan Syaifuddin itu mengemuka dalam Diskusi Virtual Nasional Menakar Haluan Idologi Pancasila dalam bingkai Rancangan Undang-Undang yang diselenggarakan Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lembahas RI) dengan Asosisiasi Dosen Pendidikan Kewarganegaraan (ADPK), Sabtu (11/7/2020) di Jakarta.

Baca: Wasekjen MUI Desak DPR segera Cabut RUU HIP dari Prolegnas

Syaifuddin menegaskan penolakan pihaknya terhadap RUU HIP demi menjamin secara pasti dan tegas tentang keutuhan dan kedudukan Pancasila sebagai fhilosofisce grounslag (dasar filosofi kehidupan berbangsa) dan sumber hukum tertinggi (sumber dari segala sumber hukum), sebagaimana telah ditegaskan oleh Bung Karno dalam pidatonya 1 Juni 1945 yang menjadi sumber histori kelahiran Pancasila sebagai Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia.

"Keberadaan dan pelaksanaan tugas BPIP perlu dipayungi oleh UU tersendiri dari hasil penggodokan forum ilmiah Asosiasi Dosen Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan (ADPK) dimana UU itu adalah sebagai sumber hukum atas keberadaan dan pelaksanaan tugas operasional BPIP, yang berada di bawah UUD 1945," ujarnya.

Karena itu, lanjut Syaifuddin, di dalam pasal-pasal UU BPIP dimaksud tidak dibenarkan membunsaikan dan melampaui kedudukan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum sebagaimana telah ditegaskan di dalam Pembukaan UUD 45 dan Batang Tububhnya.

"Mengingat kondisi kehidupan berbangsa dan bernegara pada era industri 4.0 ini nampaknya pemahaman dan pengamalan nilai2 Pancasila di tengah kehidupan bangsa / masyarakat kian semakin meredup dan bahkan ditinggalkan oleh banyak pihak," tutur Ketua Ikatan Doktor Ilmu Komunikasi (IDIK) Unpad ini.

BERITA REKOMENDASI

"Kondisi dimaksud jelas tidak menguntungkan bahkan akan merusak tatanan kehidupan demokrasi, berbangsa dan bernegara kita di masa sekarang dan masa depan," ujar Syaifuddin menambahkan.

Baca: Tanggal 20 Juli Deadline Pemerintah Keluarkan Surpres Jawab Soal RUU HIP

Menurut dia, Asosiasi Dosen Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan (ADPK) Pusat mengimbau dengan tegas kepada para decision maker dan pengambil kebijakan di tingkat nasional atau pusat, khususnya kepada Pimpinan Lemhannas RI, Kemenhan RI, Mendagri RI, Kemendiknas RI, dan lembaga negara terkait lainnya agar segera mengambil langkah tmstrategis, taktis, terpola, tegas, kongkrit, agar segera dapat membuka diri untuk menjalin bekerja sama terintegratif dan fungsional dengan pihak-pihak tertentu yang memiliki kompetensi ilmiah dan profesi di bidang Pancasila dan Kewarganegaraan, termasuk dengan ADPK Pusat dan daerah.

"Kerja sama dimaksud harus diarahkan untuk melaksanakan program kerja secara bersama-sama yang bersifat konkrit, efektif dan terukur ke arah penguatan kembali pemahaman dan pengalaman nilai-nilai Pancasila, materi bela negara dan ketahanan nasional terhadap seluruh kalangan masyarakat Indonesia tanpa kecuali," ujar Dewan Pakar Gerakan Pembumian Pancasila (GPP) ini.

Lanjut Syaifuddin, program kerjasama dimaksud wajib menjadi skala prioritas program kerja beberapa lembaga negara yang telah disebutkan sebelumnya karena masalah ideologi Pancasila saat ini kian hari semakin kronis.

"Masa depan keutuhan NKRI swmankin terancam. Program kerja sama antar lembaga negara dengan organisasi2 profesi dimakaud sudah sangat mendesak untuk segera di realisasikan sebelum masalah Pancasila sebagai ideologi kebangsaan semakin komprehensif, meluas, sangat parah dan mengakar," ujar Syaifuddin yang juga Pengamat Komunikasi Politik Universitas Mercu Buana Jakarta ini.


Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas