Kritik Ombudsman Terhadap BUMN Mendapat Reaksi dari Analis Kebijakan Publik
Semestinya Ombudsman melakukan klarifikasi dan verifikasi atas putusan administrasi dari setiap lembaga terkait.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Isu rangkap jabatan di lingkungan BUMN terus mencuat ke permukaan dan menjadi pembahasan publik.
Terlebih setelah Ombudsman melakukan rilis daftar rangkap jabatan di dalam BUMN.
Daftar itu diperkuat melalui pernyataan salah satu anggota Ombudsman, Alamsyah Saragih.
Dia membeberkan bahwa rangkap jabatan bukan hanya dari kalangan BUMN sendiri.
Namun juga dari dari lintas kementerian lain, bahkan kalangan Kejaksaan, TNI dan Polri.
Baca: Ombudsman Ungkap Ada 397 Komisaris BUMN Rangkap Jabatan pada Tahun 2019
Terkait hal itu, Analis Kebijakan Publik Abi Rekso angkat bicara.
Abi Rekso mengamati tindakan Ombudsman tidak lagi sesuai dengan dasar undang-undang pijakanya, yakni UU No. 37 tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia.
Abi menyatakan bahwa Ombudsaman terkesan tidak netral dan itu sudah berpotensi melanggar pasal 3, huruf (d).
Dalam pasal itu ditegaskan bahwa Ombudsman tidak boleh memihak.
“Saya kok agak aneh kalau Alamsyah Saragih selaku anggota Ombudsman, hanya menyasar Kementerian BUMN dalam kasus ini. Padahal dia juga menyatakan ada keterlibatan dari lintas kementerian, atau bahkan jajaran aparat TNI dan Polri,' kata Abi Rekso, Senin (13/7/2020).
Menurut dia, sudah sepatutnya Alamsyah Saragih juga melayangkan nota protes kepada lintas kementerian, atau bahkan mabes TNI dan Polri agar menarik kembali pejabatnya dari BUMN.
"Hingga detik ini, saya belum mendengar Ombudsman melayangkan nota protes secara resmi kepada instansi di luar BUMN.” jelas Abi Rekso.
Abi Rekso mengapresiasi pelaporan masyarakat kepada Ombudsman terkait isu rangkap jabatan, karena itu memang menjadi tanggung jawab dari Ombudsman.
Namun dirinya menyayangkan ketika Ombudsman tidak membuka kepada publik atas pelaporan masyarakat dengan alasan keamanan.
Padahal secara teknis data pelapor tetap bisa dirahasiakan, tanpa menghilangkan esensi isi pelaporan tersebut.
Ketika ditanya wartawan, kenapa Ombudsman harus juga mengirim nota keberatan (protes) kepada instansi-instansi terkait (di luar BUMN)?
Bukankah melayangkan kepada Kementerian BUMN sudah cukup untuk menyikapi isu rangkap jabatan?
Abi Rekso menjelaskan, tugas utama Ombudsman sebenarnya adalah menyelidiki maladministrasi antar lembaga negara, itu amanah undang-undangnya.
Maka semestinya Ombudsman melakukan penyelidikan administrasi lintas kelembagaan lebih dahulu. Salah satu caranya, dengan melayangkan surat untuk meminta keterangan dari lembaga-lembaga terkait (di luar BUMN).
Karena para pejabat ASN, Kejaksaan, TNI dan Polri bisa menduduki jabatan di BUMN juga atas persetujuan administrasi dari lembaganya masing-masing.
Semestinya Ombudsman melakukan klarifikasi dan verifikasi atas putusan administrasi dari setiap lembaga terkait.
“Ombudsman seharusnya berbicara berdasarkan putusan administrasi yang berlaku. Temukan dahulu wilayah maladimistrasinya? Baru disitulah kewenangan Ombudsman hadir. Jangan keluar terlalu jauh dari kewenangan yang diamanahkan UU No. 37 tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia” tegas Abi Rekso.
Sebagai analis kebijakan publik, Abi Rekso berpendapat bahwa nota protes Ombudsman kepada BUMN terkesan sarat kepentingan. Karena terkait kode etik jabatan ASN, di bawah kewenangan Komisi ASN (KASN).
Kode etik jabatan TNI dan Polri, di bawah Dewan Kepangkatan dan Jabatan Tinggi (Wanjakti).
Kode etik jabatan Kejaksaan, di bawah Komisi Kejaksaan RI. Jika Ombudsman dalam rangka memperkuat sistem bernegara, maka sudah semestinya langkah yang dilakukan juga sesuai dengan ketatanegaraan yang telah disepakati.