Munaslub Partai Berkarya Dinilai Ilegal dan Inkonstitusional, Ini Penjelasan Pakar Hukum
Pasalnya, penunjukan Muhdi PR tidak sesuai dengan mekanisme internal partai yang diatur dalam Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Universitas Muslim Indonesia Makassar Fahri Bachmid menilai, Musyawarah Luar Bisa (Munaslub) Partai Berkarya dan menunjuk Muhdi PR sebagai Ketua Umum merupakan gerakan ilegal.
Pasalnya, penunjukan Muhdi PR tidak sesuai dengan mekanisme internal partai yang diatur dalam Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART).
"Saya tidak membela siapapun. Saya berbicara sesuai kapasitas saya di bidang hukum tata negara. Saya kira Munaslub Partai Berkarya itu adalah upaya untuk mendelegitimasi kepemimpinan DPP Partai Berkarya, itu tidak sah. Itu melawan hukum dan tidak bisa dibenarkan secara hukum," kata Fahri Bachmid kepada wartawan, Senin (13/7/2020).
Menurut Fahri, segelintir atau sekolompok orang yang mengatasnamakan partai apalagi mereka sudah dipecat mereka tidak bisa menggelar Munaslub.
Baca: Muchdi PR Jadi Ketua Umum Partai Berkarya, Kubu Tommy Soeharto: Itu Munaslub Ilegal
Jika tetap ngotot menggelar Munaslub maka pengurus DPP berhak membubarkan kerena mereka melakukan manuver yang tidak sesuai dengan mekanisme internal partai.
"Makanya langkah pembubaran yang dilakukan pengurus DPP Berkarya itu sudah tepat karena itu dianggap merusak dan menciptakan instabilitas politik dan segala macam," ucapnya.
Mantan Pengacara TKN Jokowi-Maruf Amin ini menegaskan dalam alam demokrasi tidak diperbolehkan menggunakan cara ugal-ugalan.
Menjalankan demokrasi, kata Fahri, harus sesuai dengan mekanisme dan aturan main. Dengan begitu, demokrasi yang dijalankan menghasilan demokrasi yang sehat pula.
Jika Munaslub hanya bertujuan untuk melengserkan Ketua Umum dan mengganti kepengusan yang sah sebuah partai politik, hal itu inkonstitusional.
"Berdemokrasi itu harus dengan cara-cara yang sehat. Kalau dengan cara yang semaunya seperti itu ingin melengserkan kepengurusan tertentu di tengah jalan itu bertentangan dengan kaidah-kaidah demokrasi," jelas Fahri.
Fahri menambahkan, anggota atau kader Partai Berkarya tidak seharusnya langsung menggelar Munaslub jika mengalami perselisihan seperti pemecatan.
Pihak-pihak yang dipecat tersebut, lanjut Fahri, seharusnya melalui proses prosedur di Mahkamah Partai.
"Tidak bisa ujug-ujug karena dia sudah dipecat lalu dia membetuk satu gerakan Munaslub lalu menghasilkan sesuatu secara ilegal pula. Tidak begitu kita dalam berdemokrasi, Tidak boleh dilegitimasi oleh pemerintah," terangnya.
Namun demikian, Fahri meyakini Kemenkumhan bakal menolak mengesahkan susunan kepengurusan Partai Berkarya pimpinan Muhdi PR yang dihasilkan melalui Munaslub.
"Saya yakin Menkumham akan menolak cara seperti itu karna tidak sejalan drngan demokrasi kita. Kita ini kan bedrmokrasi secara tertib, secara konstitusional. Orang tidak dilarang dalam membentuk partai atau organisasi apapun karen itu merupakan kebebasan berserikat dan berkimpul dalam satu perjuangan misalnya partai. Tapi harus ada keteraturan dan ketertiban. Tidak saling merampas," papar Fahri.
Fahri juga menegaskan, Hutomo Mandala Putra atau Tommy Soeharto tidak salah jika menempuh langkah hukum untuk melaporkan pihak-pihak yang menggelar Munaslub Partai Berkarya kepada lembaga penegak hukum.
Karena pihak-pihak yang menggelar Munaslub tersebut sudah dipecat dari susunan kepengurusan Partai Berkarya dan mereka tidak berhak mengatasnamakan partai, menggunakan seragam dan lambang partai.
"Ya bisa dipidana bisa karena mereka menggunakan lambang partai secara tidak sah. Mungkin pengurus Hutomo juga mengambil langkah pidana karena dianggap bertentangan dengan UU hak cipta. Itu diantur dalam UU tentang penggunaan logo dan nama partai. Itu kan kekayaan intelektual," tutup Fahri.