KPK Periksa Presdir PT Pelayaran Bintang Putih Terkait Kasus Nurhadi
KPK terus mengusut kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait perkara di Mahkamah Agung (MA) pada tahun 2011-2016.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengusut kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait perkara di Mahkamah Agung (MA) pada tahun 2011-2016.
Pada hari ini, tim penyidik menjadwalkan pemeriksaan sejumlah saksi untuk melengkapi berkas penyidikan tersangka Nurhadi, mantan Sekretaris MA.
Mereka ialah Presiden Direktur PT Pelayaran Bintang Putih, Erry Hardianto; Kepala Desa Pancaukan Kecamatan Barumun Kabupaten Padang Lawas, Syamsir; Kepala Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Pada Kantor Pertanahan Kabupaten Tapanuli Selatan, Aladdin; dan Kepala Seksi Survey Pengukuran dan Pemetaan pada Kantor Kabupaten Tapanuli Selatan, Kalam Sembiring.
"Semua saksi diperiksa untuk tersangka NHD," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Rabu (15/7/2020).
Baca: Kasus Suap-Gratifikasi Rp 46 M Nurhadi, KPK Periksa Pengacara, Notaris, dan PNS
Dalam perkara ini, KPK menetapkan tiga orang menjadi tersangka, yakni Nurhadi, Rezky Herbiyono (menantu Nurhadi), dan Direktur Utama PT MIT Hiendra Soenjoto.
KPK menduga Nurhadi melalui Rezky menerima suap dan gratifikasi senilai Rp46 miliar.
Uang itu diduga diberikan agar Nurhadi mengurus perkara perdata antara PT MIT melawan PT Kawasan Berikat Nusantara.
KPK menyebut menantu Nurhadi menerima sembilan lembar cek atas nama PT MIT dari Hiendra Soenjoto untuk mengurus perkara itu.
KPK juga tengah mendalami dugaan tindak pidana pencucian uang dalam kasus ini. KPK menyatakan penyidik telah memeriksa sejumlah saksi mengenai aset yang dimiliki Nurhadi dan istrinya, Tin Zuraida.
Ali mengatakan bila ditemukan dua alat bukti permulaan yang cukup, maka KPK akan menetapkan status tersangka pencucian uang dalam kasus ini.