ICW Minta Semua Pihak yang Terlibat dalam Aktivitas Keluar Masuk Djoko Tjandra Diproses Hukum
ICW mendesak KPK untuk melakukan penyelidikan atas indikasi tindak pidana korupsi atau suap yang diduga diterima oknum-oknum tersebut
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta pihak berwajib untuk memproses hukum semua pihak yang diduga terlibat dalam aktivitas keluar masuk buronan kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Tjandra di Indonesia.
Peristiwa tersebut dinilai ICW telah mencoreng citra penegakan hukum dalam negeri.
Baca: Profil Anita Kolopaking, Jadi Sorotan Setelah Percakapannya dengan Djoko Tjandra Beredar
ICW juga menuntut Kapolri Jenderal Idham Azis untuk memecat Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Polri Brigjen Prasetijo Utomo dan meneruskan persoalan tersebut ke ranah hukum.
"Perkembangan terbaru, pihak Kepolisian telah mengambil langkah terhadap Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Polri, Brigjen Prasetijo Utomo, yang diduga turut serta membantu pelarian Joko Tjandra dengan mengeluarkan surat jalan," ujar Peneliti ICW Tama S Langkun dalam keterangan tertulis, Kamis (16/7/2020).
Ia mengatakan, Kapolri telah menerbitkan surat telegram nomor ST/1980/VII/KEP/2020 perihal mutasi terhadap Brigjen Prasetijo untuk kepentingan proses pemeriksaan.
Sebagaimana diungkapkan oleh Kadiv Humas Polri, lanjut Tama, surat jalan tersebut semestinya diperuntukkan bagi anggota Kepolisian serta hanya dapat dikeluarkan oleh Kabareskrim atau pun Wakabareskrim.
Tak hanya itu, dikatakan Tama, Joko Tjandra bahkan diketahui sempat mengurus kartu identitas penduduk, paspor, dan sekaligus mendaftarkan upaya hukum luar biasa berupa peninjauan kembali di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Berdasarkan fakta tersebut, Tama berpandangan anggapan publik bahwa terdapat sejumlah pihak yang turut serta membantu proses masuknya Joko ke Indonesia sebagai hal yang wajar.
Sebab, menurut dia, rangkaian proses administrasi yang dilakukan diduga mendapatkan fasilitas khusus dari lembaga terkait.
Atas hal itu, kata Tama, ICW mendesak KPK untuk melakukan penyelidikan atas indikasi tindak pidana korupsi atau suap yang diduga diterima oknum-oknum tersebut.
"Melihat kejadian ini maka wajar saja jika publik mempertanyakan komitmen negara dalam melakukan upaya penegakan hukum dan pemberantasan korupsi," kata Tama.
Lebih lanjut dikatakan Tama, ICW berpandangan sedikitnya terdapat enam kejanggalan dalam proses masuknya Joko Tjandra ke Indonesia.
Pertama, imigrasi seakan membiarkan begitu saja Joko Tjandra masuk ke wilayah yurisdiksi Indonesia, padahal yang bersangkutan merupakan buronan.
Kedua, adanya dugaan penghapusan nama Joko Tjandra dalam daftar red notice Interpol.
Ketiga, kelalaian imigrasi karena menerbitkan paspor Joko Tjandra.
Keempat, Kejaksaan tidak serius dalam upaya mendeteksi keberadaan buronan termasuk aset yang harus dikembalikan kepada Negara.
Kelima, administrasi kependudukan dan catatan sipil membiarkan Joko Tjandra mengurus dan mendapatkan e-KTP.
Keenam, pengadilan negeri Jakarta Selatan membiarkan buronan kelas kakap mendaftarkan pengajuan Peninjauan Kembali, tanpa menginformasikan kepada penegak hukum yang bertanggungjawab melakukan eksekusi yakni Kejaksaan.
Maka, ICW menuntut agar Kejaksaan Agung melakukan pendeteksian keberadaan sekaligus menangkap Joko Tjandra agar yang bersangkutan dapat menjalani masa hukuman.
Selain itu, melakukan pemulihan kerugian keuangan negara dengan melacak serta merampas uang ratusan miliar rupiah yang harus dikembalikan ke negara.
"Kejaksaan Agung juga harus mengevaluasi serta merombak tim eksekusi kejaksaan karena terbukti gagal meringkus Joko Tjandra," kata Tama.
ICW juga menuntut Direktorat Jenderal Imigrasi untuk memeriksa petugas yang bertanggung jawab menjaga lokasi kedatangan Joko Tjandra dan menerbitkan paspor.
Sementara, bagi Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) diminta menelusuri kemungkinan peran oknum Disdukcapil lain yang membantu proses administrasi data kependudukan Joko Tjandra.
"Pengadilan Negeri Jakarta Selatan harus mengadakan pemeriksaan internal terhadap oknum kepegawaian yang menerima berkas permohonan PK atas nama terpidana Joko Tjandra," kata Tama.
"Kepolisian juga harus menyelidiki oknum kepolisian lainnya yang diduga terlibat dalam proses pembuatan surat jalan serta penghapusan data red notice Interpol," ucap Tama.
Baca: Brigjen Nugroho Wibowo Diperiksa Propam Polri Soal Dugaan Penghapusan Red Notice Djoko Tjandra
Terakhir, kata Tama, ICW mendesak Mahkamah Agung (MA) untuk menolak peninjauan kembali yang diajukan Joko Tjandra.
Selain itu, majelis hakim harus menunda proses persidangan karena tidak dihadiri secara langsung oleh terpidana.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.