Survei Indikator: Mayoritas Publik Ingin RUU HIP Dicabut, Karena Diduga Ubah Pancasila
sebanyak 71,6 persen responden mengaku tidak mengetahui RUU HIP dan yang mengetahui sebanyak 28,4 persen.
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lembaga survei Indikator Politik Indonesia melakukan survei sejak 13-16 Juli 2020 kepada 1.200 responden, di mana hasilnya mayoritas masyarakat ingin Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) dicabut atau dihentikan pembahasannya.
Tercatat, sebanyak 71,6 persen responden mengaku tidak mengetahui RUU HIP dan yang mengetahui sebanyak 28,4 persen.
Mayoritas yang tahu, menilai RUU HIP upaya merubah Pancasila menjadi Trisila dan Ekasila sebanyak 53.5 persen.
Sedangkan, 21,3 persen responden memaknai Pancasila ke dalam Trisila dan Ekasila, sama sekali tidak merubah Pancasila itu sendiri.
Baca: Politikus PKS: RUU HIP dan RUU BPIP Berbeda Substansi, Tak Bisa Ditukar Begitu Saja
"Mayoritas yang tahu menilai sebaiknya RUU HIP dicabut atau dihentikan pembahasannya, 68, 7 persen," ujar Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi secara virtual, Jakarta, Selasa (21/7/2020).
Selain itu, terdapat 15,7 persen respon menginginkan RUU HIP tetap dilanjutkan pembahasannya di DPR dan pemerintah.
Diketahui, RUU HIP saat ini masuk dalam Prolegnas Prioritas 2020, namun pemerintah telah mengusulkan RUU BPIP untuk mengganti RUU HIP.
Diketahui, survei ini dilakukan dengan cara menelepon responden. Jumlah sampel yang dipilih secara acak untuk ditelepon sebanyak 5.872 data, dan yang berhasil diwawancarai dalam durasi survei yaitu sebanyak 1.200 responden.
Dengan asumsi metode simple random sampling, ukuran sampel 1.200 responden memiliki toleransi kesalahan (margin of error--MoE) sekitar kurang lebih 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.