Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Lokataru dan ICW Desak KPK Jerat Nurhadi dengan TPPU

Pendiri Lokataru Haris Azhar menjelaskan, desakannya itu didukung oleh penelusuran yang menunjukkan bahwa Nurhadi

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Lokataru dan ICW Desak KPK Jerat Nurhadi dengan TPPU
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Tersangka kasus dugaan suap gratifikasi senilai Rp46 miliar, Nurhadi meninggalkan gedung KPK usai menjalani pemeriksaan di Jakarta, Rabu (17/6/2020). Nurhadi diperiksa sebagai saksi terhadap tersangka Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (PT. MIT) Hiendra Soenjoto terkait tindak pidana dugaan korupsi memberi hadiah atau janji terkait pengajuan Peninjauan Kembali (PK) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lokataru Foundation dan Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntaskan adanya dugaan tindak pidana pencucian uang yang dilakukan oleh mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi.

Desakan itu telah diberikan melalui surat ke KPK pada Selasa (21/7/2020) kemarin.

Pendiri Lokataru Haris Azhar menjelaskan, desakannya itu didukung oleh penelusuran yang menunjukkan bahwa Nurhadi diduga memiliki kekayaan yang tidak wajar atau tidak berbanding lurus dengan penghasilan resminya.

"Patut diduga harta kekayaan tersebut diperoleh dari hasil tindak kejahatan korupsi," kata Haris melalui keterangan resminya, Rabu (22/7/2020).

Baca: Usut Kasus Nurhadi, KPK Periksa Sekretaris Pengadilan Tinggi Agama Medan

Hasil penelusuran itu membuktikan bahwa Nurhadi diduga memiliki sejumlah aset, di antaranya tujuh aset tanah dan bangunan senilai ratusan miliar rupiah, empat lahan usaha kelapa sawit, delapan badan hukum, baik dalam bentuk PT maupun UD.

Selain itu, Nurhadi juga disebut memiliki 12 mobil mewah dan 12 jam tangan mewah.

Berita Rekomendasi

Atas dasar itu, Haris menilai KPK semestinya tidak hanya berhenti pada dugaan tindak pidana suap dan gratifikasi saja, namun juga membuka kemungkinan untuk menjerat Nurhadi dengan pidana pencucian uang.

KPK juga diharapkan dapat menyelidiki potensi pihak terdekat Nurhadi yang menerima manfaat atas kejahatan yang dilakukannya.

Baca: KPK Dalami Aset Tanah Nurhadi dan Menantunya di Padang Lawas Sumut

"Instrumen hukum yang dapat digunakan oleh KPK adalah Pasal 5 UU TPPU, pelaku pasif, dengan ancaman pidana penjara lima tahun dan denda sebesar Rp1 miliar," bebernya.

Ia pun menjelaskan sedikitnya ada tiga keuntungan bagi KPK ketika menindak pelaku kejahatan dengan aturan pencucian uang.

Pertama, penyelidikan dan penyidikan tidak akan diwarnai dengan resistensi dan intervensi pihak tertentu karena menggunakan metode follow the money.

Kedua, sejalan dengan konsep pemidanaan yang berorientasi pada pemberian efek jera bagi pelaku kejahatan korupsi.

Baca: Usut Kasus Suap dan Gratifikasi Nurhadi, KPK Periksa 4 Saksi

"Hal ini mengingat korupsi sebagai financial crime tentu pola pemidanaan tidak bisa hanya bergantung pada hukuman badan semata, namun mesti mengarah pada pemiskinan pelaku kejahatan," jelas eks Koordinator KontraS itu.

Ketiga, memudahkan proses unjuk bukti bagi Jaksa Penuntut Umum. Sebab menurutnya, Pasal 77 UU TPPU mengakomodir model pembalikan beban pembuktian.

"Sehingga Jaksa tidak sepenuhnya dibebani kewajiban pembuktian, melainkan berpindah pada terdakwa itu sendiri," tukasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas