Pemerintah: Anggota Dewan Ikut Pilkada Harus Mengundurkan Diri
pengaturan pengunduran diri jabatan legislatif untuk maju dalam pemilihan kepala daerah bukan masalah konstitusionalitas melainkan pelaksanaan dari
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Johnson Simanjuntak
Untuk mewujudkan cita-cita tersebut diperlukan upaya dari seluruh komponen bangsa untuk menjaga kualitas pilkada agar dapat menjadi pilkada yang substantif dan berintegritas tinggi.
Untuk diketahui, para pemohon menguji syarat pengunduran diri sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, dan anggota Dewan Perwakilan rakyat Daerah sejak ditetapkan sebagai pasangan calon peserta Pemilihan Kepala Daerah.
Pemohon Perkara Nomor 22/PUU-XVIII/2020 ini adalah Anwar Hafid yang merupakan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) selaku Pemohon I serta Arkadius Dt. Intan Baso yang merupakan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Barat selaku Pemohon II. Keduanya menguji Pasal 7 ayat (2) huruf s UU Pilkada.
Pasal 7 ayat (2) huruf s UU Pilkada berbunyi, "Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Waliota dan Calon Wakil Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: s. menyatakan secara tertulis pengunduran diri sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, dan anggota Dewan Perwakilan rakyat Daerah sejak ditetapkan sebagai pasangan calon peserta Pemilihan."
Para pemohon mendalilkan ketentuan Pasal 7 ayat (2) huruf s UU Pilkada bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 khususnya Pasal 7 Ayat (1), Pasal 28D Ayat (3) dan Pasal 28H Ayat (2).
Pemohon menilai secara konseptual anggota DPR, DPD, DPRD dan jabatan kepala daerah merupakan satu kesatuan rumpun jabatan yaitu "jabatan politik" sehingga anggota legislatif yang berkeinginan atau mendapatkan amanah dari rakyat untuk mencalonkan diri dalam jabatan kepala daerah seharusnya tidak perlu mengundurkan diri dari jabatannya.
Meskipun tidak mengundurkan diri, anggota legislatif tidak mutatis mutandis mempunyai posisi lebih menguntungkan dari calon lainnya dan dapat memanfaatkan jabatannya untuk kepentingan pemenangan. Hal ini karena pada prinsipnya kelembagaan kekuasaan legislatif tidak memiliki jaringan birokrasi yang dapat ditarik menjadi bagian dari strategi pemenangan.
Sehingga, untuk memastikan pencalonan anggota legislatif dalam jabatan kepala daerah tidak menghambat kinerja kelembagaan legislatif.
Sehingga, syarat “mengundurkan diri” dapat diterapkan atau diberlakukan hanya pada jabatan “alat kelengkapan dewan” tanpa perlu melepaskan jabatan anggota legislatif. Oleh karena itu, dalam petitumnya, para pemohon memohon kepada MK untuk menyatakan bahwa Pasal 7 ayat (2) huruf f UU Pilkada bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.