Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Bacaan Sholat Idul Adha: Niat Shalat, Doa Iftitah dengan Lafal Latin, Dilakukan Sendiri atau Jamaah

Bacaan sholat Idul Adha mulai dari niat shalat, doa iftitah, bacaan di sela-sela takbir. Sholat Idul Adha dapat dilakukan sendiri atau berjamaah.

Penulis: Sri Juliati
Editor: Ayu Miftakhul Husna
zoom-in Bacaan Sholat Idul Adha: Niat Shalat, Doa Iftitah dengan Lafal Latin, Dilakukan Sendiri atau Jamaah
Freepik
Bacaan Sholat Idul Adha: Niat Shalat, Doa Iftitah dengan Lafal Latin, Dilakukan Sendiri atau Jamaah 

TRIBUNNEWS.COM - Inilah tata cara sholat Idul Adha dan bacaan sholat Idul Adha baik secara sendiri/munfarid atau berjamaah baik di rumah maupun masjid.

Lengkap dengan bacaan niat sholat Idul Adha, doa iftitah, jumlah takbir dalam setiap rakaat sholat Idul Adha, dan bacaan di sela-sela takbir.

Shalat Idul Adha adalah shalat sunnah dua rakaat yang dianjurkan untuk dikerjakan umat Islam saat Idul Adha.

Lantaran pandemi Covid-19 tak kunjung usai, Kementerian Agama (Kemenag) mengimbau, sholat Idul Adha digelar di rumah baik sendirian maupun berjamaah.

Bilapun digelar di masjid atau lapangan secara berjamaah, wajib mematuhi protokol kesehatan.

Baca: Niat dan Tata Cara Sholat Idul Adha 2020, Bisa Dilakukan Sendirian atau Berjamaah

Baca: Niat dan Tata Cara Sholat Idul Adha, Dilakukan Sendiri maupun Berjamaah

Berikut panduan/kaifiat sholat Idul Adha dikutip Tribunnews.com dari bengkulu.kemenag.go.id:

1. Sebelum sholat, disunnahkan untuk memperbanyak bacaan takbir, tahmid, dan tasbih.

Berita Rekomendasi

2. Shalat dimulai dengan menyeru "ash-shalâta jâmi‘ah", tanpa azan dan iqamah.

3. Memulai dengan niat sholat Idul Adha

Niat Sholat Idul Adha Sendiri

اُصَلِّى سُنُّةً عِيْدِ الْاَضْحَى رَكْعَتَيْنِ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ للهِ تَعَالَى

Usholli sunnatan ‘iidil adhaa rok’ataini mustaqbilal qiblati lillaahi ta’aalaa

Artinya:

"Aku berniat Sholat sunah Idul Adha dua rakaat menghadap kiblat karena Allah ta’ala."

Niat Sholat Idul Adha Berjamaah

اُصَلِّى سُنُّةً عِيْدِ الْاَضْحَى رَكْعَتَيْنِ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ (مَأْمُوْمًا\إِمَامًا) للهِ تَعَالَى

Usholli sunnatan ‘iidil adhaa rok’ataini mustaqbilal qiblati (makmuman/imaaman) lillaahi ta’aalaa

Artinya:

"Aku berniat Sholat sunah Idul Adha dua rakaat menghadap kiblat (menjadi makmum/imam) karena Allah ta’ala."

4. Membaca takbiratul ihram (الله أكبر) sambil mengangkat kedua tangan.

Lalu membaca doa iftitah

اللهُ اَكْبَرُ كَبِرًا وَالْحَمْدُ لِلهِ كَشِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَاَصِيْلًا . اِنِّى وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِيْ فَطَرَالسَّمَاوَاتِ وَالْااَرْضَ حَنِيْفًا مُسْلِمًا وَمَا اَنَا مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ . اِنَّ صَلَاتِيْ وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِيْ لِلهِ رَبِّ الْعَا لَمِيْنَ . لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَبِذَ لِكَ اُمِرْتُ وَاَنَ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ .

“Allaahu akbaru Kabiraa Walhamdulillaahi Katsiiraa, Wa Subhaanallaahi Bukratan Wa’ashiilaa, Innii Wajjahtu Wajhiya Lilladzii Fatharas Samaawaati Wal Ardha Haniifan Musliman Wamaa Anaa Minal Musyrikiin.

Inna Shalaatii Wa Nusukii Wa Mahyaaya Wa Mamaatii Lillaahi Rabbil ‘Aalamiina. Laa Syariikalahu Wa Bidzaalika Umirtu Wa Ana Minal Muslimiin.”

Artinya: Allah Maha Besar dengan sebesar-besarnya, segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak. Maha Suci Allah pada waktu pagi dan petang.

Sesungguhnya aku hadapkan wajahku kepada Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dengan segenap kepatuhan atau dalam keadaan tunduk, dan aku bukanlah dari golongan orang-orang yang menyekutukan-Nya.

5. Membaca takbir sebanyak tujuh kali (di luar takbiratul ihram) dan di antara tiap takbir itu dianjurkan membaca:

سُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ وَاَللَّهُ أَكْبَرُ

SubhanalLah wal-hamdu lil-Lah wa la ilaha ilal-Lahu wal-lahu Akbar

Artinya: Maha suci Allah, segala pujian bagi-Nya. Tiada tuhan kecuali Allah, Allah Maha Besar.

6. Membaca surah al-Fatihah, diteruskan membaca surah yang pendek dari Alquran.

Salah satunya adalah Surat Al A´Laa, berikut bacaannya:

سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الْاَعْلَىۙ
sabbiḥisma rabbikal-a'lā
Sucikanlah nama Tuhanmu Yang Mahatinggi,

الَّذِيْ خَلَقَ فَسَوّٰىۖ
allażī khalaqa fa sawwā
Yang menciptakan, lalu menyempurnakan (ciptaan-Nya).

وَالَّذِيْ قَدَّرَ فَهَدٰىۖ
wallażī qaddara fa hadā
Yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk,

وَالَّذِيْٓ اَخْرَجَ الْمَرْعٰىۖ
wallażī akhrajal-mar'ā
dan Yang menumbuhkan rerumputan,

فَجَعَلَهٗ غُثَاۤءً اَحْوٰىۖ
fa ja'alahụ guṡā`an aḥwā
lalu dijadikan-Nya (rumput-rumput) itu kering kehitam-hitaman.

سَنُقْرِئُكَ فَلَا تَنْسٰىٓ ۖ
sanuqri`uka fa lā tansā
Kami akan membacakan (Al-Qur'an) kepadamu (Muhammad) sehingga engkau tidak akan lupa,

اِلَّا مَا شَاۤءَ اللّٰهُ ۗاِنَّهٗ يَعْلَمُ الْجَهْرَ وَمَا يَخْفٰىۗ
illā mā syā`allāh, innahụ ya'lamul-jahra wa mā yakhfā
kecuali jika Allah menghendaki. Sungguh, Dia mengetahui yang terang dan yang tersembunyi.

وَنُيَسِّرُكَ لِلْيُسْرٰىۖ
wa nuyassiruka lil-yusrā
Dan Kami akan memudahkan bagimu ke jalan kemudahan (mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat),

فَذَكِّرْ اِنْ نَّفَعَتِ الذِّكْرٰىۗ
fa żakkir in nafa'atiż-żikrā
oleh sebab itu berikanlah peringatan, karena peringatan itu bermanfaat,

سَيَذَّكَّرُ مَنْ يَّخْشٰىۙ
sayażżakkaru may yakhsyā
orang yang takut (kepada Allah) akan mendapat pelajaran,

وَيَتَجَنَّبُهَا الْاَشْقَىۙ
wa yatajannabuhal-asyqā
dan orang-orang yang celaka (kafir) akan menjauhinya,

الَّذِيْ يَصْلَى النَّارَ الْكُبْرٰىۚ
allażī yaṣlan-nāral-kubrā
(yaitu) orang yang akan memasuki api yang besar (neraka),

ثُمَّ لَا يَمُوْتُ فِيْهَا وَلَا يَحْيٰىۗ
ṡumma lā yamụtu fīhā wa lā yaḥyā
selanjutnya dia di sana tidak mati dan tidak (pula) hidup.

قَدْ اَفْلَحَ مَنْ تَزَكّٰىۙ
qad aflaḥa man tazakkā
Sungguh beruntung orang yang menyucikan diri (dengan beriman),

وَذَكَرَ اسْمَ رَبِّهٖ فَصَلّٰىۗ
wa żakarasma rabbihī fa ṣallā
dan mengingat nama Tuhannya, lalu dia salat.

بَلْ تُؤْثِرُوْنَ الْحَيٰوةَ الدُّنْيَاۖ
bal tu`ṡirụnal-ḥayātad-dun-yā
Sedangkan kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan dunia,

وَالْاٰخِرَةُ خَيْرٌ وَّاَبْقٰىۗ
wal-ākhiratu khairuw wa abqā
padahal kehidupan akhirat itu lebih baik dan lebih kekal.

اِنَّ هٰذَا لَفِى الصُّحُفِ الْاُوْلٰىۙ
inna hāżā lafiṣ-ṣuḥufil-ụlā
Sesungguhnya ini terdapat dalam kitab-kitab yang dahulu,

صُحُفِ اِبْرٰهِيْمَ وَمُوْسٰى
ṣuḥufi ibrāhīma wa mụsā
(yaitu) kitab-kitab Ibrahim dan Musa.

7. Ruku’, sujud, duduk di antara dua sujud, dan seterusnya hingga berdiri lagi seperti sholat biasa.

8. Pada rakaat kedua sebelum membaca al-Fatihah, disunnahkan takbir sebanyak lima kali sambil mengangkat tangan.

Di luar takbir saat berdiri (takbir qiyam) dan di antara tiap takbir disunnahkan membaca:

سُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ وَاَللَّهُ أَكْبَرُ

SubhanalLah wal-hamdu lil-Lah wa la ilaha ilal-Lahu wal-lahu Akbar

Artinya: Maha suci Allah, segala pujian bagi-Nya. Tiada Tuhan kecuali Allah, Allah Maha Besar.

9. Membaca Surah al-Fatihah, diteruskan membaca surah yang pendek dari Alquran.

Salah satunya adalah Surat Al Ghosiyah, berikut bacaannya:

هَلْ اَتٰىكَ حَدِيْثُ الْغَاشِيَةِۗ
hal atāka ḥadīṡul-gāsyiyah
Sudahkah sampai kepadamu berita tentang (hari Kiamat)?

وُجُوْهٌ يَّوْمَىِٕذٍ خَاشِعَةٌ ۙ
wujụhuy yauma`iżin khāsyi'ah
Pada hari itu banyak wajah yang tertunduk terhina,

عَامِلَةٌ نَّاصِبَةٌ ۙ
'āmilatun nāṣibah
(karena) bekerja keras lagi kepayahan,

تَصْلٰى نَارًا حَامِيَةً ۙ
taṣlā nāran ḥāmiyah
mereka memasuki api yang sangat panas (neraka),

تُسْقٰى مِنْ عَيْنٍ اٰنِيَةٍ ۗ
tusqā min 'ainin āniyah
diberi minum dari sumber mata air yang sangat panas.

لَيْسَ لَهُمْ طَعَامٌ اِلَّا مِنْ ضَرِيْعٍۙ
laisa lahum ṭa'āmun illā min ḍarī'
Tidak ada makanan bagi mereka selain dari pohon yang berduri,

لَّا يُسْمِنُ وَلَا يُغْنِيْ مِنْ جُوْعٍۗ
lā yusminu wa lā yugnī min jụ'
yang tidak menggemukkan dan tidak menghilangkan lapar.

وُجُوْهٌ يَّوْمَىِٕذٍ نَّاعِمَةٌ ۙ
wujụhuy yauma`iżin nā'imah
Pada hari itu banyak (pula) wajah yang berseri-seri,

لِّسَعْيِهَا رَاضِيَةٌ ۙ
lisa'yihā rāḍiyah
merasa senang karena usahanya (sendiri),

فِيْ جَنَّةٍ عَالِيَةٍۙ
fī jannatin 'āliyah
(mereka) dalam surga yang tinggi,

لَّا تَسْمَعُ فِيْهَا لَاغِيَةً ۗ
lā tasma'u fīhā lāgiyah
di sana (kamu) tidak mendengar perkataan yang tidak berguna.

فِيْهَا عَيْنٌ جَارِيَةٌ ۘ
fīhā 'ainun jāriyah
Di sana ada mata air yang mengalir.

فِيْهَا سُرُرٌ مَّرْفُوْعَةٌ ۙ
fīhā sururum marfụ'ah
Di sana ada dipan-dipan yang ditinggikan,

وَّاَكْوَابٌ مَّوْضُوْعَةٌ ۙ
wa akwābum mauḍụ'ah
dan gelas-gelas yang tersedia (di dekatnya),

وَّنَمَارِقُ مَصْفُوْفَةٌ ۙ
wa namāriqu maṣfụfah
dan bantal-bantal sandaran yang tersusun,

وَّزَرَابِيُّ مَبْثُوْثَةٌ ۗ
wa zarābiyyu mabṡụṡah
dan permadani-permadani yang terhampar.

اَفَلَا يَنْظُرُوْنَ اِلَى الْاِبِلِ كَيْفَ خُلِقَتْۗ
a fa lā yanẓurụna ilal-ibili kaifa khuliqat
Maka tidakkah mereka memperhatikan unta, bagaimana diciptakan?

وَاِلَى السَّمَاۤءِ كَيْفَ رُفِعَتْۗ
wa ilas-samā`i kaifa rufi'at
dan langit, bagaimana ditinggikan?

وَاِلَى الْجِبَالِ كَيْفَ نُصِبَتْۗ
wa ilal-jibāli kaifa nuṣibat
Dan gunung-gunung bagaimana ditegakkan?

وَاِلَى الْاَرْضِ كَيْفَ سُطِحَتْۗ
wa ilal-arḍi kaifa suṭiḥat
Dan bumi bagaimana dihamparkan?

فَذَكِّرْۗ اِنَّمَآ اَنْتَ مُذَكِّرٌۙ
fa żakkir, innamā anta mużakkir
Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya engkau (Muhammad) hanyalah pemberi peringatan.

لَّسْتَ عَلَيْهِمْ بِمُصَيْطِرٍۙ
lasta 'alaihim bimuṣaiṭir
Engkau bukanlah orang yang berkuasa atas mereka,

اِلَّا مَنْ تَوَلّٰى وَكَفَرَۙ
illā man tawallā wa kafar
kecuali (jika ada) orang yang berpaling dan kafir,

فَيُعَذِّبُهُ اللّٰهُ الْعَذَابَ الْاَكْبَرَۗ
fa yu'ażżibuhullāhul-'ażābal-akbar
maka Allah akan mengazabnya dengan azab yang besar.

اِنَّ اِلَيْنَآ اِيَابَهُمْ
inna ilainā iyābahum
Sungguh, kepada Kamilah mereka kembali,

ثُمَّ اِنَّ عَلَيْنَا حِسَابَهُمْ
ṡumma inna 'alainā ḥisābahum
kemudian sesungguhnya (kewajiban) Kamilah membuat perhitungan atas mereka.

10. Ruku, sujud, dan seterusnya hingga salam.

11. Setelah salam, disunnahkan mendengarkan khutbah Idul Adha.

Berikut panduan/kaifiat khutbah Idul Adha:

1. Salam (Tanpa duduk langsung khutbah)

2. Membaca takbir sebanyak sembilan kali

3. Memuji Allah dengan sekurang-kurangnya membaca الحمد لله

4. Membaca shalawat Nabi SAW, antara lain dengan membaca اللهم صل على سيدنا محمد

5. Berwasiat tentang takwa

6. Membaca ayat Al-Quran

7. Berdoa untuk orang Mukmin dan Mukminah

Contoh Khutbah Idul Adha 

Berikut contoh naskah khutbah Idul Adha 1441 H/2020 yang ditulis Wakil Ketua Pengadilan Agama (PA) Tulang Bawang Tengah, Al Fitri.

Lewat situs badilag.mahkamahagung.go.id, Al Fitri menulis materi khutbah shalat Idul Adha yang berjudul Idul Adha dalam Kondisi Pandemi Covid-19.

Idul Adha dalam Kondisi Pandemi Covid-19

oleh Al Fitri SAg SH MHI (Wakil Ketua PA Tulang Bawang Tengah)

Khutbah I

Saudara kaum muslimin-muslimat yang dimuliakan Allah.

Mari kita panjatkan puji dan syukur kepada Allah swt, yang telah begitu banyak memberikan kenikmatan, sehingga kita tidak mampu menghitungnya.

Karena itu sudah keharusan kita untuk memanfaatkan segala kenikmatan untuk mengabdi kepada-Nya sebagai manifestasi dari rasa syukur itu.

Salah satunya melaksanakan ibadah haji dan pemotongan hewan qurban di Hari Raya Idul Adha dan hari-hari tasyrik.

Shalawat dan salam kita sanjung agungkan kepada Nabi besar Muhammad saw, kepada keluarganya, sahabat-sahabatnya dan para penerus risalahnya yang terus berjuang untuk tegaknya nilai-nilai Islam di muka bumi ini hingga hari kiamat nanti.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar wa lillahil Hamd, Ma’asyiral Muslimin wal Muslimat Rahimakumullah.

Sebagaimana dimaklumi ibadah haji, shalat Idul Adha dan kurban tidak bisa dilepaskan dari sejarah kehidupan Nabi Ibrahim as.

Karenanya sebagai teladan para Nabi, termasuk Nabi Muhammad Saw, Nabi Ibrahim As harus kita pahami untuk selanjutnya kita teladani dalam kehidupan sekarang dan masa yang akan datang.

Oleh sebab itu, khutbah yang singkat ini berjudul “Idul Adha dalam Kondisi Pandemi Covid-19."

Sesungguhnya ada tiga peristiwa penting yang tidak bisa lepas dari prosesi pelaksanaan Hari Raya Idul Adha.

Ketiga peristiwa tradiosional tersebut adalah ibadah haji, shalat Id dan penyembelihan hewan kurban, yang menjadi sejarah hari raya Idul Adha (hari Raya kurban) itu sendiri.

Tahun ini kita menyambut Idul Adha dengan suka cita, banyak sekali peristiwa kelabu hadir sebelum datangnya hari besar ini.
Bahkan bisa dibilang tragedinya sangat memilukan. Banyak orang merasakan suasana kelabu ini, bahkan kita semua yang ada di Indonesia.

Kondisi wabah Covid-19 yang sampai hari ini belum juga mereda, jangan sampai membuat umat Islam kehilangan kendali akal sehatnya. Semua yang terjadi di dunia tentu atas rencana dan ketentuan Sang Maha Kuasa.

Karenanya umat Islam harus bijak dan senantiasa mengedepankan prasangka baik (husnudzan).

Tentunya takdir Allah Swt, ini tidak boleh serta merta menurunkan semangat spiritual kita sebagai umat Islam.

Kita harus meyakini, selalu ada hikmah besar yang terkandung dari setiap ketetapan yang diberikan oleh-Nya.

Apa boleh buat pelaksanaan ibadah haji, shalat Idul Adha dan kurban dilaksanakan di tengah pandemi Covid-19 yang sampai saat ini belum tanda-tanda akan segera mereda.

Ibadah pertama dan utama dalam Idul Adha adala pelaksanaan ibadah haji. Akibat Covid-19 yang mewabah di berbagai penjuru dunia.

Calon jemaah haji Indonesia tahun 2020 tidak diberangkatkan ke tanah suci Makkah. Hal ini dilakukan Pemerintah untuk menjaga keselamatan jiwa jamaah dari tertular/terpapar virus Corona.

Sehingga wajar kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah saat ini sejalan dengan fiqih Islam.

Pertimbangan paling utama adalah menjaga keselamatan jiwa (hifz nafs), menjaga keberlangsungan agama melalui rukhshah.

Demikian juga halnya Pemerintah Arab Saudi pun tidak mengizinkan jamaah dari luar negeri untuk menjalankan rukun Islam kelima ini.

Hanya warga Arab Saudi dan warga asing yang berada di Arab Saudi saja yang diperkenankan untuk melaksanakan ibadah haji, dengan pembatasan jumlah dan peraturan yang sangat ketat.

Bagi calon jamaah haji tahun 2020, keputusan ini tentu sangat berat untuk diterima.

Setelah sekian lama menunggu antrean kuota haji dengan berbagai macam usaha untuk melunasi ongkos naik haji, tapi giliran saatnya berangkat harus mengalami penundaan.

Tentu ada hikmah besar yang bisa diambil dari keputusan ini, yaitu kesabaran dan kepasrahan.

Pertama ujian kesabaran mari coba kita renungkan berfirman Allah dalam QS. Al-Anfal ayat 46:

وَاصْبِرُوْاۗ اِنَّ اللّٰهَ مَعَ الصّٰبِرِيْنَۚ

“Bersabarlah kalian, sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar”.

Setiap orang yang sabar memiliki keuntungan tersendiri.

Keuntungan dari orang yang bersabar adalah memiliki harapan dan tidak putus asa karena gagal dalam urusannya.

Iman seseorangpun sangat kuat kaitannya dengan kesabaran. Kesabaran adalah sikap yang paling dibutuhkan dalam menjalankan ibadah haji.

Di dalamnya kesabaran juga bisa menjadi ukuran mabrur atau tidaknya haji yang dilaksanakan. Jadi ibadah haji merupakan ukuran ujian sabar atau tidaknya seseorang.

Seluruh rangkaian ibadah haji itu membutuhkan kesabaran mulai dari menabung, saat pendaftaran, masa tunggu keberangkatan berpuluh tahun menunggu, saat berangkat, sampai dengan pelaksanaan dan kembali ke kampung halaman.

Tanpa kesabaran, jamaah haji tidak akan mungkin mampu melewati rangkaian ibadah yang memerlukan kekuatan mental dan fisik seperti tawaf, sa'i, wukuf, dan melempar jumrah.

Ini memberikan hikmah kepada semua calon jamaah haji yang ditunda keberangkatannya, untuk semakin melatih kesabaran sebelum waktunya berangkat nanti.

Kesabaran dalam menerima penundaan ini nantinya akan menjadi wasilah kemabruran haji kelak.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar wa lillahil Hamd, Ma’asyiral Muslimin wal Muslimat Rahimakumullah.

Hikmah kedua tentang kepasrahan atau disebut dengan tawakkal. Allah Swt, selalu menyandingkan lafaz tawakal dengan orang-orang yang beriman.

Ini menjadi indikator jika tawakal adalah hal yang sangat diagungkan dan hanya untuk orang mukmin dan merupakan bagian dari hati yang akan membawa seseorang pada jalan kebahagiaan lahir dan batin, dunia dan akhirat.

Terkait dengan hal ini Allah Swt, pun telah memberikan panduan, jika kita memiliki tekad bulat dalam melaksanakan sesuatu, maka kita harus pasrah diri kepada-Nya.

Dalam QS. Ali Imran ayat 159 dinyatakan:

فَاِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِيْنَ

“Apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertawakal.”

Ditundanya pelaksanaan ibadah haji tahun ini, para calon jemaah haji harus yakin dan pasrah pada Allah karena ini juga merupakan ketetapan Allah.

Haji adalah ibadah yang harus diawali dengan kepasrahan karena harus pergi jauh meninggalkan orang-orang yang dicintai dan harus berjuang menyelesaikan rangkaian kewajiban dan rukun haji.

Kain ihram warna putih yang dipakai jemaah pun sudah menandai, para jamaah haji pasrah atas takdir Allah seperti mayit yang terbungkus kain kafan.

Dengan kepasrahan ini tentunya akan menjadikan para calon jamaah haji lebih tenang dalam beribadah.

Sehingga wajar ada yang menyebutnya sebagai puncak kepasrahan dalam sikap keberagamaan pada diri seseorang dalam rangkaian memenuhi perintah ajaran seperti yang diisyaratkan dalam rukun Islam yang lima.

Inilah, mungkin hikmah mengapa haji ditempatkan pada posisi rukun Islam yang kelima.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar wa lillahil Hamd, Ma’asyiral Muslimin wal Muslimat Rahimakumullah.

Ibadah kedua yang kita laksanakan tengah pademi Covid19 yaitu pelaksanaan shalat Id, Pemerintah melalui Kementerian Agama telah mengeluarkan ketentuan seputar perayaan Idul Adha 2020/1441H.

Aturan tentunya mengutamakan protokol kesehatan demi mencegah virus corona.

Tercantum dalam Surat Edaran Nomor 18 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Shalat Idul Adha dan Penyembelihan Hewan Kurban Tahun 1441 H/2020 M Menuju Masyarakat Produktif dan Aman Covid-19.

Aturan wajib diperhatikan terutama di daerah dengan jumlah kasus dan penularan Covid-19 masih tinggi.

Dalam edaran disebutkan, shalat Idul Adha bisa dilaksanakan di masjid, lapangan, atau ruangan dengan sebelumnya berkoordinasi dengan gugus tugas Covid-19.

Dengan menekankan pentingnya memperhatikan protokol kesehatan saat ibadah shalat Id, hal ini dilakukan sebagai langkah pencegahan penularan dan penyebaran Covid-19.

Meskpun masa pendemi Covid-19 pelaksanaan shalat Id, harus tetap akan mempererat tali silaturrahmi dengan sanak famili, tetangga, dan saudara muslim lainnya.

Silaturahmi harus tetap terjaga, baik bertemu langsung atau melalui media telekomunikasi seperti hand phone, media sosial dan sebagainya.

Sebab shalat Idul Adha dikerjakan secara berjamaah dan pelaksanaannya di masjid atau di tanah lapang.

Dengan begitu, dapat dipastikan akan berjumpa dengan umat Islam lainnya, sehingga bagi yang susah bertemu akibat kesibukan masing-masing dapat berjumpa dan berkumpul di tempat dan acara yang sama.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar wa lillahil Hamd, Ma’asyiral Muslimin wal Muslimat Rahimakumullah.

Ibadah ketiga yang kita lakukan di tengah pademi Covid19 yaitu ibadah qurban. Pandemi virus Corona memukul berbagai aspek kehidupan. Sektor perekonomian paling terdampak oleh wabah mematikan ini.

Di tengah wabah ini, ibadah kurban akan lebih bermakna dan terasa bagi masyarakat ekonomi lemah. Selama pandemi berbagai sektor tak terkecuali sektor ekonomi ikut terkena imbasnya.

Banyak masyarakat yang tidak bisa memenuhi kebutuhan hidupnya karena harus kehilangan mata pencarian. Ibadah kurban bisa menjadi bukti kepekaan sosial masyarakat yang mampu secara ekonomi terhadap yang miskin.

Kurban semakin memberikan kesadaran kepada kita, harta yang kita miliki bukanlah mutlak milik kita. Harta dan materi di dunia hanya titipan dari Allah SWT, yang di dalamnya terdapat hak orang lain.

Kenikmatan yang kita rasakan tidak akan berkurang sedikit pun ketika harus berbagi dengan orang lain melalui pembelian hewan kurban.

Kita harus menyadari, sesungguhnya hakikat memberi adalah menerima.

Manusia tidak perlu khawatir karena nikmat Allah Swt, sangatlah banyak. Saking banyaknya kita tidak akan bisa menghitungnya, melalui firman-Nya dalam QS. An-Nahl ayat 18 mengingatkan kita:

وَاِنْ تَعُدُّوْا نِعْمَةَ اللّٰهِ لَا تُحْصُوْهَا ۗاِنَّ اللّٰهَ لَغَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

"Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."

Pengorbanan harta melalui hewan kurban, akan semakin mendekatkan kita dengan Allah Swt.

Hal ini selaras dengan makna kurban itu sendiri yakni berasal dari bahasa Arab qariba-yaqrabu-qurban wa qurbanan wa qirbanan, yang artinya dekat.

Sehingga kurban adalah mendekatkan diri kepada Allah, dengan mengerjakan sebagian perintah-Nya.

Dari hal ini kita bisa menarik dua hikmah dari ibadah kurban di masa pandemi Covid-19.

Pertama adalah hikmah vertikal, yakni semakin dekatnya kita kepada Allah Swt dan hikmah horizontal yakni kedekatan dengan sesama manusia dengan saling berbagi rezeki di tengah situasi sulit akibat pandemi Covid19 ini.

Kurban tidak hanya soal ibadah, berkurban mengandung manfaat ekonomi yang besar, terutama dalam masa pandemi seperti saat ini.

Oleh sebab itu, para dermawan untuk meluaskan pandangan terhadap ibadah kurban. Kurban, bukan hanya perihal ritual yang dikerjakan selama satu hari dalam setahun.

Tapi kurban memikirkan bagaimana hewan itu dibeli, bagaimana dia dikumpulkan, bagaimana nasib petani-petani dan peternak.

Ini akan menarik semua, dari mulai booth-booth-nya, menyediakan lahannya, kemudian menyewakan.

Ini salah satu cara kita menggerakkan ekonomi umat, dan ini yang diinginkan oleh agama.

Pantas al-Quran menunjukkan adanya anjuran supaya berkurban untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt, yaitu dengan menyembelih binatang ternak. Dalam QS. alKautsar ayat 1-3 dinyatakan:

اِنَّآ اَعْطَيْنٰكَ الْكَوْثَرَۗ

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْۗ

اِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْاَبْتَرُ

“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah, sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus.”

Ayat dalam surat tersebut menunjukan agar senantiasa beribadah hanya kepada Allah Swt. Berkurban sebagai tanda bersyukur atas nikmat yang telah dilimpahkan-Nya.

Sementara hadits Nabi Saw yang menjadi dasar hukum kurban di antaranya:

“Hai manusia, sesungguhnya atas tiap-tiap ahli rumah pada tiap-tiap tahun disunatkan berkurban." (HR. Abu Dawud)

Hadits tersebut menerangkan, berkurban itu bukanlah ditentukan untuk sekali saja melainkan disunatkan tiap-tiap tahun kalau ada kesanggupan untuk berkurban.

Dalam hadits yang lain Nabi Saw bersabda:

“Dari Abi Hurairah: Sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda: Barang siapa yang mempunyai kemampuan tetapi tidak berkurban, maka janganlah ia menghampiri tempat shalat kami.” (HR. Ahmad dan Ibn Majah)

Dalil-dalil nash tersebut di atas, menurut jumhur ulama bahwa hukum kurban hukumnya sunat muakad. Sangat wajarlah ibadah kurban merupakan salah satu amalan yang besar bagi umat Islam.

Dalam surat Al-Kautsar di atas, Allah akan memberikan nikmat yang luar biasa kepada hamba-Nya yang mau beribadah dengan ikhlas, dengan catatan mendirikan shalat, mau berkurban, dan tidak menyekutukan-Nya.

Ibadah kurban, merupakan bentuk ibadah ruhiyah yang memiliki aspek sosial yang sangat tinggi. Apabila ibadah-ibadah mahdhoh lainnya sulit diterjemahkan dalam kemanfaatan sosialnya, beda halnya dengan kurban.

Ditinjau dalam sudut pandang ekonomi Islam, kurban menjadi salah satu sarana distribusi di mana konsep distribusi dimasukkan di dalamnya unsur keadilan dan pemerataan.

Pemenuhan kebutuhan fakir dan miskin menjadi pokok utama pendistribusian daging hewan kurban, sedangkan kerabat dan si pekurban tetap diperhatikan.

Tingkat kepedulian antar sesama meningkat disebabkan interaksi sosial yang terjalin.

Prosesi penyembelihan, pengurusan, dan pembagian daging menjadi momen untuk saling berinteraksi sosial, dengan diakhiri pendistribusian kepada mereka yang berhak atas daging kurban tersebut.

Akhirnya dalam situasi seperti ini, kita diminta untuk memperbanyak sedekah, doa, istighfar, shalawat, zikir, dan bacaan al-Quran.

Kita semua berdoa semoga musibah ini segera berlalu dan situasi kembali normal dan lebih baik lagi.

Kita mengambil hikmah dari musibah ini, kita semakin dekat kepada Allah Swt, lebih banyak waktu bersama keluarga di rumah, lebih luang waktu berkomunikasi dengan orang terdekat, kolega, rekan, dan tetangga.

Demikian khutbah ini semoga bermamfaat untuk kita semua, mohon maaf atas segala kekhilafan dan kekuarangan serta terima kasih atas perhatiannya.

Khutbah II

Ya Allah saat-saat yang syahdu ini, kami segenap hambahamba-Mu, berkumpul, bersimpuh di tempat yang suci yang penuh rakhmat, menyebut nama-Mu yang agung, berzikir, bermunajat kepadaMu dengan takbir, tahmid, dan tahlil.

Ya Allah, bersihkan hati dan jiwa ini dari hasad dan dengki, persatukan jiwa-jiwa ini dalam cinta karena-Mu dan dalam ketaatan kepada-Mu, jangan Engkau biarkan setan musuh-Mu menggerogoti persaudaraan kami.

Ya Rabbi, ampuni kami atas kehilafan dan dosa kami kepada anak-anak kami, suami, istri kami, belum mampu mendidik dan membahagiakan mereka.

Ya Rabb, karuniakan kami jasad yang terpelihara dari maksiat, terpelihara dari harta haram, makanan haram, perbuatan haram. Izinkan jasad ini pulang kelak, jasad yang bersih.

Ya Rabb, bukakan pintu hati kami agar selalu sadar bahwa hidup ini hanya mampir sejenak, hanya Engkau tahu kapan ajal menjemput kami, jadikan sisa umur menjadi jalan kebaikan bagi ibu bapak kami, jadikan kami menjadi anak yang shaleh yang dapat memuliakan ibu bapak kami.

(Tribunnews.com/Sri Juliati)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas