Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Fraksi PKS Desak Pemerintah Cabut Klaster Ketenagakerjaan dari Omnibus Law Cipta Kerja

Fraksi PKS menagih janji pemerintah untuk mencabut klaster ketenagakerjaan dalam RUU Cipta Kerja yang sekarang dibahas DPR RI.

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Fraksi PKS Desak Pemerintah Cabut Klaster Ketenagakerjaan dari Omnibus Law Cipta Kerja
Tribunnews.com/ Seno Tri Sulistiyono
Buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) akan melakukan aksi demonstrasi menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja di depan gedung DPR, Jakarta, Rabu (29/7/2020). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Fraksi PKS DPR RI menagih janji pemerintah untuk mencabut klaster ketenagakerjaan dalam RUU Cipta Kerja yang sekarang dibahas DPR RI.

Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI Bidang Industri dan Pembangunan, Mulyanto, menyebutkan keberadaan kluster ketenagakerjaan dalam RUU Ombibus Law tersebut sangat kontroversial.

Dengan demikian sudah selayaknya pemerintah dan DPR RI mencabut ketentuan itu untuk menghindari gejolak di masyarakat.

Baca: Indonesia di Ambang Resesi, Politikus PKS Desak Pemerintah All Out Bangkitkan UMKM

"Saya mendesak pemerintah segera menepati janji untuk mencabut klaster ketenagakerjaan dari RUU Cipta Kerja itu," kata Mulyanto kepada wartawan, Jumat (7/8/2020).

Pemerintah sebaiknya mendengar aspirasi masyarakat yang keberatan dengan berbagai ketentuan terkait ketenagakerjaan yang diatur dalam RUU itu," tegas Mulyanto.

Terkait klaster ketenagakerjaan ini, Fraksi PKS menilai ada beberapa pasal yang sangat merugikan pekerja nasional.

Berita Rekomendasi

Diantaranya terkait masalah upah, pesangon dan perizinan tenaga kerja asing.

Baca: Buruh Ancam Mogok Kerja Jika Pemerintah dan DPR Lanjutkan Pembahasan Omnibus Law Cipta Kerja

Mulyanto menjelaskan dalam RUU Cipta Kerja ini ketentuan upah minimum akan dihapuskan, perhitungan pesangon bagi karyawan yang diberhentikan menjadi lebih kecil.

Selanjutnya ketentuan penggunaan tenaga alih daya (outsourching) diperluas tanpa batas untuk semua jenis pekerjaan, diperluasnya sistem kerja kontrak, serta berpotensi menghilangkan jaminan sosial bagi pekerja.

"Ini semua adalah ketentuan-ketentuan dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang berpotensi memperlemah perlindungan terhadap tenaga kerja, meningkatkan ketimpangan penerimaan mereka, yang pada gilirannya akan memperlemah produktivitas dan kesejahteraan tenaga kerja kita," ujarnya.

Sementara, lanjutnya, ketentuan bagi pekerja asing justru dipermudah seperti, dibolehkannya menggunakan tenaga kerja asing (TKA) untuk pekerjaan yang tidak perlu keahlian khusus (unskill workers), dihapusnya syarat Izin menggunakan TKA (IMTA), tidak diperlukan standar kompetensi TKA.

Baca: RUU Omnibus Law Cipta Kerja Rampung Dibahas Tim Tripartit dan Siap Dibawa ke DPR


Dihapusnya kewajiban pengadaan tenaga pendamping bagi TKA dengan jabatan tertentu, dihapusnya larangan bagi TKA untuk menjadi pengurus di lembaga penyiaran swasta, serta dihapusnya syarat rekomendasi dari organisasi pekerja profesional bagi TKA ahli di bidang pariwisata.

"Inikan sangat kontradiktif. Di satu sisi RUU Omnibus Law Ciptaker memperlemah perlindungan terhadap tenaga kerja nasional kita, namun di sisi lain membuka pintu lebar-lebar bagi kemudahan datangnya TKA," ucapnya.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas