Penyidik KPK Sita Vila Nurhadi di Bogor, Belasan Moge, serta 4 Mobil Mewah
Tak hanya vila, ada belasan motor gede (moge) serta empat mobil mewah yang ikut diamankan tim penyidik. Semua kendaraan itu terparkir di gudang vila
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penyitaan aset yang diduga milik mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi pada Jumat (7/8/2020) ini.
Hal tersebut dibenarkan Plt Juru Bicara Penindakan KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi.
Ali mengungkapkan, penyidik KPK menyita vila Nurhadi di kawasan Gadog, Bogor, Jawa Barat.
Tak hanya vila, ada belasan motor gede (moge) serta empat mobil mewah yang ikut diamankan tim penyidik. Semua kendaraan itu terparkir di gudang vila tersebut.
"Hari ini penyidik KPK mendatangi vila NHD (Nurhadi) di Gadog, Bogor untuk melakukan penyitaan terhadap aset tersangka NHD tersebut beserta dengan kendaraan bermotor," kata Ali.
Mulanya, KPK melakukan penggeledahan di vila yang kini disita pada Senin (9/3/2020).
Baca: Mantan Sekretaris MA Nurhadi Diperiksa Terkait Kepemilikan Sejumlah Aset yang Sudah Disita KPK
Tim penyidik menemukan belasan moge serta empat mobil mewah terparkir di dalam gudang.
Saat itu, mereka hanya memasangi KPK Line.
"(Aset) yang ditemukan penyidik saat melakukan penggeledahan," beber Ali.
Mantan Sekretaris MA Nurhadi dan menantunya Rezky Herbiyono diduga kuat telah menerima sejumlah uang berupa cek dari Direktur PT MIT Hiendra Soenjoto.
Rincian suap yang diberikan berupa sembilan lembar cek dengan total Rp46 miliar.
Suap ditujukan agar Nurhadi menangani dua perkara yang melibatkan perusahaan Hiendra di MA.
Adapun perkara yang ditangani pertama berasal dari kasus perdata PT MIT melawan PT Kawasan Berikat Nusantara (Persero) atau PT KBN dan perkara perdata saham di PT MIT.
Dalam penanganan perkara itu, Hiendra diduga meminta memuluskan penanganan perkara Peninjauan Kembali (PK) atas putusan Kasasi Nomor: 2570 K/Pdt/2012 antara PT MIT dan PT KBN.
Kedua, pelaksanaan eksekusi lahan PT MIT di lokasi milik PT KBN oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara agar dapat ditangguhkan.
Selain itu, Nurhadi juga diminta Hiendra untuk menangani perkara sengketa saham PT MIT yang diajukan dengan Azhar Umar. Hiendra diduga telah memberikan uang sebesar Rp33,1 miliar kepada Nurhadi melalui Rezky. Penyerahan uang itu dilakukan secara bertahap dengan total 45 kali transaksi.
Beberapa transaksi juga dikirimkan Hiendra ke rekening staf Rezky. KPK menduga, penyerahan uang itu sengaja dilakukan agar tidak mencurigakan penggelembungan pengiriman uang. Sebab, nilai transaksi terbilang besar.
Sedangkan penerimaan gratifikasi, Nurhadi diduga telah menerima gratifikasi berupa uang sebesar Rp12,9 miliar melalui Rezky. Uang tersebut guna memuluskan penanganan perkara terkait sengketa tanah di tingkat kasasi dan PK di MA dan permohonan perwalian. Uang itu diterima Nurhadi dalam rentang waktu Oktober 2014 hingga Agustus 2016.
Sebagai pihak penerima, Nurhadi dan Rezky disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b subsider Pasal 5 ayat (2) lebih subsider Pasal 11 dan/atau Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan Hiendra sebagai pihak pemberi, disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b subsider Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Hingga saat ini, penyidik KPK telah berhasil menangkap Nurhadi dan Rezky. Mereka baru ditangkap pasca empat bulan ditetapkan buron oleh lembaga antirasuah itu.
Dengan demikian, hanya seorang tersangka yakni, Direktur MIT Hiendra Soenjoto yang belum diringkus oleh penyidik.