MA Tolak Uji Materiil Tarif Baru BPJS Kesehatan Jilid II yang Dimohonkan KPCDI
Putusan tersebut diketok oleh Hakim TUN yang diketuai Is Sudaryono, serta Yodi Martono Wahyunadi dan Supandi sebagai anggota
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pupus sudah permohonan Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) yang menggugat tarif baru BPJS Kesehatan dalam Perpres Nomor 64 Tahun 2020.
Pasalnya, Hak Uji Materiil (HUM) nomor register 39 P/HUM/2020 yang dimohonkan KPCDI dengan terdakwa Presiden RI itu ditolak Mahkamah Agung.
Baca: Iuran BPJS Naik Lagi, KPCDI Daftarkan Judicial Review Perpres 64 Tahun 2020 ke Mahkamah Agung
"Tolak Permohonan HUM," bunyi amar putusan Mahkamah Agung yang diputus tanggal 6 Agustus 2020 seperti dikutip Tribunnews.com dari laman Mahkamah Agung, Senin (10/8/2020).
Putusan tersebut diketok oleh Hakim TUN yang diketuai Is Sudaryono, serta Yodi Martono Wahyunadi dan Supandi sebagai anggota.
Dalam informasi perkara yang dilihat pada laman Mahkamah Agung, tidak dijelaskan alasan mengapa perkara KPCDI itu ditolak.
Dengan putusan ini, maka tarif baru BPJS sesuai Perpres 64/2020 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan yang berlaku sejak 1 Juli, tetap berlaku.
Diketahui, KPCDI mendaftarkan hak uji materiil terhadap Perpres kenaikan iuran BPJS Kesehatan Jilid II setelah pihaknya melakukan kontemplasi untuk menemukan pencerahan bagi kepentingan KPCDI pada khususnya dan Rakyat Indonesia.
Kuasa Hukum KPCDI Rusdianto Matulatuwa menilai kenaikan iuran BPJS Kesehatan Jilid II tidak punya empati di tengah keadaan yang serba menyulitkan masyarakat saat ini.
Baca: KPCDI Protes ke Kemnkes dan DPR RI, Ada Pasien Pasien Cuci Darah Tidak Dapat Obat
Menurutnya, kebijakan kenaikan iuran BPJS Itu jelas merupakan suatu ketidak-adilan dan kenaikan tersebut juga tidak sesuai dengan apa yang dimaknai dalam Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan Undang-Undang BPJS.
"Saat ini kan terjadi gelombang PHK besar-besaran, tingkat pengganguran juga naik. Daya beli masyarakat juga turun. Harusnya pemerintah mempertimbangan kondisi sosial ekonomi warganya, bukan malah menaikkan iuran secara ugal-ugalan", ungkap Rusdianto.