Ibu Milenial Diyakini Berperan Besar Tentukan Masa Depan Bangsa
Generasi milenial dan kini telah menikah diyakini akan memiliķi peran kuay mewarnai masa depan bangsa.
Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Choirul Arifin
Laporan Reporter Tribunnews, Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Generasi Milenial diakui sebagai generasi yang lahir di antara tahun 1995 - 2010.
Mengingat saat ini generasi ini tengah berada pada usia produktif serta berperan sebagai orang tua, sehingga melahirkan istilah ibu milenial.
Ibu milenial diyakini memiliki gaya pengasuhan anak yang berbeda dibanding generasi sebelumnya.
Sesuai dengan karakteristiknya yang melek teknologi dan aktif mencari informasi.
Kalangan ibu milenial ini juga cenderung tidak ingin terpengaruh oleh gaya pengasuhan generasi sebelumnya.
Baca: Megawati Pertanyakan Kemampuan Kalangan Milenial Pimpin Indonesia Pada 2024
Namun, kelebihan ini ternyata tidak lantas menyelesaikan permasalahan stunting di Indonesia yang masih berada pada angka 30,8%.
Merujuk pada ambang batas yang ditetapkan WHO (20%), maka Indonesia masih tergolong sebagai negara dengan prevalensi stunting yang tinggi.
Baca: Christian Sugiono Bagikan Tips Jadi Enterpreneur Bagi Milenial
Salah satu penyebabnya adalah, mudahnya terpengaruh iklan, promosi, ataupun gaya hidup yang cenderung instan dan praktis.
Maka tidak heran bila akhirnya ibu milenial cenderung menjadi konsumtif, instan tanpa mempertimbangkan kebutuhan dasar anak.
Bagaimana ibu milenial dapat berperan dalam pembangun Generasi Emas 2045 menjadi pokok bahasan dalam webinar nasional Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) bersama PP Muslimat NU yang diselenggarakan melalui aplikasi zoom, selasa 11 Agustus 2020.
Ketua Umum PP Muslimat NU Hj Khofifah Indar Parawansa mengatakan, ibu milenial sangat berperan dalam menentukan masa depan bangsa, terutama saat Indonesia memasuki 1 abad kemerdekaan, pada tahun 2045 nanti.
"Pada masa itu, Indonesia diprediksi akan menjadi 7 kekuatan dunia. Namun, untuk mewujudkan hal itu, diperlukan peran ibu milenial untuk menyiapkan anak-anak agar tumbuh dengan kuat," katanya, Selasa.
Karakteristik ibu milenial, kata Khofifah melek teknologi dan memiliki pola asuh sesuai zamannya.
Namun, persoalannya adalah minat baca masih rendah, yang tentu saja akan berpengaruh terhadap kualitas sumber daya manusia dimasa mendatang.
“Dalam laporan PISA 2018 yang dirilis Organization for Economic Cooperation and Development, kemampuan siswa Indonesia usia 15 tahun dalam sains, matematika dan membaca termasuk rendah dan dibawah rata-rata OECD,” jelas Khofifah.
Programme for International Student Assessment (PISA) adalah Program Penilaian Pelajar Internasional adalah penilaian tingkat dunia yang diselenggarakan tiga-tahunan, untuk menguji performa akademis anak-anak sekolah yang berusia 15 tahun, dan penyelenggaraannya dilaksanakan oleh Organisasi untuk Kerjasama dan Pengembangan Ekonomi.
Oleh karena itu diperlukan komposisi gizi yang seimbang untuk memenuhi kebutuhan protein keluarga.
Khofifah mengakui masih tingginya angka stunting di Jawa Timur.
“Karena itu, selama masa pandemi ini, yang saya pesankan didalam bantuan sosial adalah telur,” jelas Khofifah. Ia memastikan didalam bantuan sosial tidak ada produk-produk yang tidak mendukung kebutuhan gizi anak seperti kental manis.
dr. Ranti Astria Hannah, Sp.A sebagai perwakilan ibu milenial dalam kesmepatan itu mengingatkan para ibu untuk tidak memberikan susu kental manis untuk bayi dan juga sebagai MPASI. Ia menjelaskan, bayi memiliki preferensi rasa manis dan juga asin.
“Jadi bila sudah diberikan makanan dengan gula berlebihan sejak dini, semakin besar akan menyukai rasa yang lebih manis lagi sehingga seiring anak bertambah besar semakin tinggi gula yang dikonsumsi,” jelas ibu 2 anak ini.
Meski sejak 2018 yang lalu BPOM telah melarang penggunaan kental manis untuk anak dan juga mengatur tentang label dan promosinya melalui PerBPOM NO 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan, namun masih banyak masyarakat yang mengaku tidak terinformasi mengenai hal ini.
Maka tidak heran masih ditemukan balita-balita dengan gizi buruk yang juga mengkonsumsi kental manis.
“Karena kurangnya pengetahuan dan tingkat ekonomi menjadi alasan anak-anak diberikan kental manis. Seperti kejadian yang kami temukan saat turun ke masyarakat, anak dari umur 2 bulan dikasih susu kental manis dan jadi ketergantungan. Kalau nggak dikasih marah dan ngamuk-ngamuk,” papar dr. Hj Erna Soefihara - Ketua VII PP Muslimat NU.
Karena itu, PP Muslimat NU sebagai organisasi perempuan memiliki kewajiban untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat melalui edukasi gizi.
Erna mengakui dimasa pandemi ini, edukasi gizi utnuk masyarakat jelas terganggu sebab sebagian besar edukasi dan sosialisasi harus dilaksanakan secara online atau virtual.
Sementara tidak semua masyarakat memiliki kemudahan akses terhadap perangkat teknologi.
Karena itu, ia berharap ada perhatian lebih dari pemerintah dan juga pihak-pihak terkait terutama produsen, untuk dapat berperan memberikan edukasi gizi dan informasi produk yang tepat kepada masyarakat luas.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.