Pakar Asuransi Ungkap Penyebab Jiwasraya Memiliki Utang Rp 52 Triliun: Karena Produk JS Saving Plan
Irvan mengatakan jebloknya kinerja Jiwasraya hingga akhir 2019 lalu hingga memiliki utang Rp 52 triliun karena adanya produk JS Saving Plan.
Penulis: Yanuar Nurcholis Majid
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Persidangan kasus dugaan korupsi di PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang merugikan negara hingga Rp 18 triliun kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (12/8/2020).
Saksi ahli sekaligus Pakar Asuransi Irvan Rahardjo dalam persidangan mengungkap, jebloknya kinerja Jiwasraya hingga akhir 2019 lalu hingga memiliki utang Rp 52 triliun karena adanya produk JS Saving Plan.
Menurutnya dengan janji imbal hasil pasti di angka 9 persen hingga 13 persen, penerbitan JS Saving Plan oleh manajemen lama Jiwasraya menambah beban kinerja keuangan.
"Memang berizin dan boleh dalam aturan, tapi dalam prinsip asuransi itu tidak patut dilakukan. Asuransi itu bukan manajer investasi, tapi manajer risiko," ujar Irvan menjawab pertanyaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Selain imbal hasil tinggi, lanjutnya, faktor yang menghancurkan kinerja keuangan Jiwasraya dari penerbitan JS Saving Plan juga karena ini akhirnya menjadi produk berskema ponzi atau gali lubang tutup lubang.
Dia menambahkan, skema ponzi dalam JS Saving Plan terjadi karena kinerja pengelolaan investasi Jiwasraya tidak mampu menutup tingginya janji imbal hasil.
Sampai akhirnya di satu titik, Jiwasraya sudah tidak mampu membayar pokok dan bunga investasi yang ditanam nasabah sampai saat ini.
"Bahwa Jiwasraya membayar nasabah hari ini dan menunggu besok mengambil premi itu yang disebut dengan praktik ponzi. Jiwasraya baru bisa bayar nasabah pertama kalau dapat nasabah berikutnya, dengan mudah kita katakan gali lubang tutup lubang, tidak sesuai dengan prinsip kehati-hatiaan," kata Irvan.
Sebelumnya, dalam perkara korupsi Jiwasraya terdapat enam orang yang sudah ditetapkan menjadi terdakwa.
Baca: Saksi Kasus Jiwasraya Minta Uang Rp 20 Miliar yang Disita Dikembalikan
Keenam orang tersebut yaitu Direktur Utama PT Hanson International Tbk Benny Tjokrosaputro, Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Heru Hidayat, Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto, serta Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya (Persero) periode 2008 hingga 2018 Hendrisman Rahim.
Selain itu, Direktur Keuangan Jiwasraya periode Januari 2008 hingga 2018 Harry Prasetyo dan mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya Syahmirwan.
Atas perbuatannya, keenam terdakwa didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Korupsi Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 Jo. Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Sementara, Heru Hidayat dan Benny Tjokrosaputro juga turut didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) atas korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi pada Jiwasraya yang merugikan keuangan negara senilai Rp 18 triliun.
Heru dan Benny Tjokro disebut membelanjakan uang hasil tindak pidana korupsi pada Jiwasraya.
Atas perbuatannya, Heru dan Benny Tjokro juga didakwa melanggar Pasal 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.