KPK Periksa CEO Mitra Kukar Endri Erawan terkait TPPU Rita Widyasari
Endri yang juga menjabat sebagai anggota Komite Kompetisi AFC bakal diperiksa untuk melengkapi berkas penyidikan Rita.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dijadwalkan akan memeriksa CEO Mitra Kukar Endri Erawan terkait kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) mantan Bupati Kutai Kertanegara Rita Widyasari.
Endri yang juga menjabat sebagai anggota Komite Kompetisi AFC bakal diperiksa untuk melengkapi berkas penyidikan Rita.
Baca: KPK Periksa Mantan Bupati Kutai Kertanegara Rita Widyasari
Baca: Senyum Rita Widyasari Seusai Diperiksa KPK
"Saksi diperiksa untuk tersangka RW (Rita Widyasari)," kata Plt Juru Bicara Penindakan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa (18/8/2020).
Selain akan memeriksa Endri, tim penyidik juga memanggil satu saksi lainnya untuk Rita. Dia adalah Silvi Agustina yang disebut sebagai swasta.
Patut diketahui, KPK saat ini masih melakukan penyidikan untuk tersangka Rita Widyasari dalam kasus TPPU.
KPK telah menetapkan Rita Widyasari dan Komisaris PT Media Bangun Bersama Khairudin sebagai tersangka TPPU karena diduga bersama-sama telah menerima dari sejumlah pihak baik dalam bentuk fee proyek, fee perizinan, dan fee pengadaan lelang barang dan jasa APBD selama kurun masa jabatannya sebagai bupati pada 16 Januari 2018,
Diduga Rita dan Khairudin menguasai hasil tindak pidana korupsi dengan nilai sekira Rp 436 miliar.
Rita dan Khairudin diduga telah membelanjakan penerimaan hasil gratifikasi berupa kendaraan yang diatasnamakan orang lain, tanah, dan uang ataupun dalam bentuk lainnya.
Khairudin merupakan mantan Anggota DPRD Kutai Kartanegara sekaligus salah satu anggota tim pemenangan Rita yang dikenal sebagai Tim 11.
Sebelumnya, Rita telah dieksekusi ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Perempuan Pondok Bambu setelah dijatuhi hukuman 10 tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor Jakarta pada 6 Juli 2018.
Rita terbukti menerima gratifikasi sebesar Rp 110,7 miliar dan suap Rp 6 miliar dari para pemohon izin dan rekanan proyek.