Respons IDI Tentang Obat Covid-19 Hasil Kerjasama TNI AD, Unair dan BIN
Kabar menggemberikan di masa pandemi. Obat anticovid-19 hasil kerjasama TNI AD, UNAIR, dan, BIN sudah memasuki tahap akhir.
Editor: Willem Jonata

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Apfia Tioconny Billy
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kabar menggembirakan di masa pandemi. Obat covid-19 hasil kerjasama TNI AD, UNAIR, dan, BIN sudah memasuki tahap akhir.
Kabar itu disampaikan oleh Kepala Staf Angkatan Darat (KASAD) Jenderal Andika Perkasa.
Ketua Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Zubairi Djoerban merespon baik adanya obat covid-19 hasil kerjasama TNI AD, UNAIR dan BIN tersebut.
Apabila memang sudah memasuki tahap akhir dan memiliki kemampuan untuk melindungi masyarakat dari covid-19, maka obat ini sangat dinantikan untuk diberikan ke masyarakat.
Baca: BPOM Diminta Percepat Izin Obat Covid-19 Temuan Unair, BIN, dan TNI AD
"Kalau lulus uji bagus sekali bisa dimanfaatkan untuk rakyat, kalau enggak lulus enggak bisa. Nanti setelah selesai dievaluasi akan dihitung apakah vaksin punya daya lindung di virus covid-19," ungkap Zubairi kepada Tribunnews.com, Selasa (18/8/2020).
Dalam proses pembuatan obat covid-19 IDI memang tidak terlibat langsung, namun IDI akan langsung menegur apabila ada langkah yang tidak tepat.
Baca: BPOM Diminta Percepat Izin Obat Covid-19 Temuan Unair, BIN, dan TNI AD
Baca: Obat Covid-19 Racikan Unair Berhasil Sembuhkan 754 Pasien Positif, Kini Tinggal Tunggu Izin Edar
"Enggak ikut langsung dalam pembuatannya tapi kalau ada sesuatu yang kurang tepat kita akan bilang apa adanya," ucap Zubairi.
Zubairi mengatakan ada proses panjang dalam pembuatan obat yang terdiri dari tiga fase mulai dari uji pra klinik di laboratorium dan kemudian uji pada binatang.
Setelah lulus maka masuk ke uji klinis ke manusia yang setiap fasenya jumlah olah yang akan dites akan terus bertambah hingga ke ribuan orang.
"Di cek apakah obatnya aman, efektif, ada manfaatnya tidak. Kalau efektif masuk uji klinis fase tiga, kalau berhasil di tes di beberapa negara kalau semua berhasil bisa dipasarkan," ungkap Zubairi.
Kemudian setelah seluruh uji klinis lulus, maka obat akan dites di Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) untuk memastikan bahan aman untuk diedarkan ke masyarakat.