Diskusi Bersama Menteri ATR/Kepala BPN, GAMKI Dukung Program Sertifikasi Rumah Ibadah
Pemerintah selama beberapa tahun ini telah melaksanakan program sertifikasi rumah ibadah.
Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Malvyandie Haryadi
RUU CK merupakan bentuk respon pemerintah terhadap problematika yang ada di masyarakat. Namun, ada beberapa golongan masyarakat yang belum memahami betul maksud dari RUU ini.
"Ada miskomunikasi dari pemerintah kepada masyarakat. RUU ini merupakan niat yang sangat mulia dalam mengatasi kurangnya lapangan kerja. Dalam RUU ini juga akan mendorong usaha kecil agar mendapat kesempatan untuk berkembang dan salah besar jika RUU ini pro ke pengusaha besar. Intinya memberikan kemudahan bagi mereka yang mau berusaha," ungkap Sofyan A. Djalil.
Selain hal tersebut, Sofyan A. Djalil mengklarifikasi bahwa tidak benar jika RUU ini mendorong terjadinya alih fungsi lahan sawah.
Menurut Menteri ATR/Kepala BPN, setiap tanah pertanian yang telah ditentukan menjadi sawah abadi harus ada peta digitalnya sehingga nanti jika ingin dikonversi akan ada alert sehingga bisa dicegah.
"Untuk isu relaksasi tata ruang akan dibuat apabila Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) tidak memenuhi syarat. Dalam RUU ini juga kami menggagas bank tanah. Bank tanah didasari karena negara tidak punya tanah, padahal kita perlu membangun infrastruktur dan menciptakan kota-kota yang friendly bagi masyarakat kita," katanya.
"Selain itu, dalam HPL 90 tahun, ini dasarnya tanah negara. Yang pengelolaannya diberikan kepada instansi pemerintah dan diatasnya dapat diberikan hak lain," ujar Sofyan Djalil menambahkan.
Sofyan juga menyampaikan komitmen pemerintah terkait pelaksanaan sertifikasi rumah ibadah.
"Kita sudah menjalankan beberapa tahun ini, termasuk untuk lembaga Gereja. Gereja yang sudah banyak mengurus sertifikat rumah ibadah antara lain HKBP dan GMI. Silakan lembaga-lembaga Gereja mengurus melalui kantor BPN di daerah masing-masing," ujarnya.
Pada forum diskusi yang sama, Kepala Biro Hukum, Yagus Suyadi pada kesempatan yang sama menjelaskan bahwa RUU Cipta Kerja ini dibentuk dengan metode omnibus law, yaitu metode mencabut dan mengganti peraturan perundang-undangan yang menghambat penciptaan lapangan kerja, di mana saat ini jumlahnya 79 peraturan perundang-undangan dan 1.203 pasal.
Dalam kesempatan ini, ia juga mengklarifikasi bahwa sudah tidak ada lagi pertentangan antar Kementerian/Lembaga, terkait UU yang bersifat sektoral.
"Semuanya dapat diharmonisasikan dan disikronisasikan dalam RUU ini," kata Kepala Biro Hukum.
Selain diikuti dengan antusias oleh anggota GAMKI yang tersebar di seluruh Indonesia, diskusi ini juga diikuti oleh Kepala Biro Hubungan Masyarakat, Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan, beberapa Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi, serta Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.