Fraksi PPP Komitmen Kawal UU Pesantren Tetap Berlaku
Keberadaan pesantren yang sudah ada sebelum Indonesia merdeka menjadi ciri khas pendidikan yang dimiliki oleh Indonesia dibandingkan negara lain.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Dewi Agustina

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekretaris Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Achmad Baidowi mengatakan Fraksi PPP berkomitmen mengawal UU Pesantren tetap berlaku.
Sebab mereka mempercayai keberadaan pesantren yang sudah ada sebelum Indonesia merdeka menjadi ciri khas pendidikan yang dimiliki oleh Indonesia dibandingkan negara-negara lain.
"Bahwa UU Pesantren berlaku Azas Lex spesialis yang sampai saat ini tidak masuk dalam UU yang direvisi oleh RUU Cipta Kerja. Artinya bahwa ketentuan dalam UU 18/2019 tentang pesantren tak ada yang diubah," ujar Awiek, sapaan akrab Baidowi, dalam keterangannya, Minggu (30/8/2020).
"Fraksi PPP berkomitmen untuk terus mengawal UU Pesantren tetap berlaku dalam menjaga kelestarian dan kekhasan pesantren yang berfungsi sebagai lembaga pendidikan, lembaga Dakwah, dan lembaga pemberdayaan masyarakat," imbuhnya.
Baca: Kawal Omnibus Law Cipta Kerja, DPR RI Bentuk Tim Perumus Bersama Serikat Pekerja
Awiek menjelaskan pemberlakuan Lex spesialis UU Pesantren dan tidak dimasukkannya dalam RUU Cipta Kerja tak lain karena eksistensi pesantren sebagai lembaga pendidikan dan dakwah, bukan ladang komersil.
Oleh karenanya, dia menegaskan pihaknya berkomitmen untuk tetap menjaga keberadaan pesantren dan tidak masuk dalam RUU Cipta Kerja.
Dia juga memastikan akan mendukung kemudahan operasional lembaga pendidikan, khususnya pesantren dalam menjalankan tugas dan fungsinya untuk menderdaskan umat dan meningkatkan akhlakhul karimah umat.
Dengan begitu, kata dia, berbagai upaya termasuk jika ada undang-undang atau peraturan lainnya yang berpotensi menghambat peran pesantren akan segera ditinjau ulang.

Awiek menilai RUU Cipta Kerja dalam bidang pendidikan yang merevisi atau mengubah beberapa ketentuan dalam UU 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, UU 23 tahun 2014 tentang 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen serta UU 12 Tahun 2012 tentang pendidikan tinggi demi untuk kehati-hatian sebaiknya dikembalikan pada UU Eksisting yang saat ini berlaku.
"Meskipun terkait pengaturan pendidikan asing memang perlu ada kajian mendalam penuh kehati-hatian. Apalagi memasukkan aspek pidana dalam dunia pendidikan sebagaimana diatur dalam Rancangan draft pasal 53 Jo pasal 62 Jo pasal 65 dan Jo Pasal 71 dalam RUU Ciptakerja bidang Pendidikan," jelasnya.
Kehati-hatian Fraksi PPP, lanjutnya, dalam pembahasan RUU Cipta Kerja ini semata-mata untuk kepentingan nasional dan eksistensi NKRI dalam dunia pendidikan ke depan.
Baca: Hidayat Dorong Pemerintah Laksanakan UU Pesantren, Khususnya Di Masa Pandemi Covid 19
Apalagi Fraksi PPP memandang bahwa UU Pesantren tidak pernah mengenal perizinan akan tetapi masuk rezim pendaftaran. Dimana itu artinya memberikan kelonggaran bagi setiap pesantren boleh mendaftarkan atau tidak mendaftarkan kepada kementerian agama.
"Opsi ini memberikan kebebasan bagi Pesantren tanpa ada paksaan dan perjuangan Fraksi PPP ini akan terus dilakukan sampai peraturan menteri agama lahir tanpa memberatkan kiprah pesantren yang selama ini sudah berjalan di masyarakat," ungkap Awiek.
"Karena faktanya selama ini dunia pesantren telah berkontribusi pada peningkatan kecerdasan dan akhlak umat, sehingga proses pengajaran dan pendidikan di lembaga ini perlu mendapatkan dukungan semua pihak. Kami berharap UU Pesantren yang digagas PPP dan telah disahkan oleh pemerintah sudah cukup menjadi acuan dalam memaksimalkan peran pesantren," ujar dia.