Setelah Dialog dengan Presiden, Ini Harapan Para Petani yang Jalan Kaki dari Medan ke Jakarta
Para petani yang digusur tersebut berasal dari Dusun Bekala Desa Simalingkar A dan Desa Sei Mencirim, Kabupaten Deliserdang.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pada Kamis (27/8/2020) lalu, sejumlah perwakilan petani berdialog dengan Presiden Joko Widodo melalui teleconference.
Pertemuan dijembatani oleh Menteri Sekretaris Negara Pratikno di Kantor Sekretariat Negara.
Mereka adalah perwakilan para petani dari dua desa di Deli Serdang, Sumatera Utara yang tergabung dalam Serikat Tani Mencirim Bersatu (STMB) dan Serikat Petani Simalingkar Bersatu (SPSB).
"Presiden mendengarkan keluhan-keluhan dan paparan paparan kasus serta konflik yang terjadi di lapangan, dan memerintahkan kepada Menteri ATR-BPN Sofyan A. Djalil agar secepatnya dan dalam waktu yang sesingkat singkatnya untuk segera menyelesaikan tuntutan petani Simalingkar dan Sei Mencirim tersebut," kata Ketua DPN Gerbang Tani, Idham Arsyad dalam keterangannya, Senin (31/8/2020).
Para petani itu bertemu presiden untuk mengadukan konflik agraria antara para petani di dua desa tersebut dengan PTPN II yang telah berlangsung bertahun-tahun.
Mereka perwakilan dari ratusan petani yang jalan kaki dari Medan Sumatera Utara ke Jakarta untuk bertemu Presiden Jokowi.
Baca: Perkuat Sektor Pertanian, Mentan SYL Galakkan Kawasan Korporasi Petani di Sulut
Mewakili petani, Idham Arsyad menyampaikan terima kasih kepada Presiden Joko Widodo yang sudah menerima perwakilan petani dari Simalingkar dan Sei Mencirim untuk mengadukan dan menyampaikan secara langsung terkait konflik petani dengan PTPN II.
"Presiden memerintahkan kepada Menteri ATR BPN untuk secepatnya menyelesaikan konflik petani Simalingkar dan Sei Mencirim dengan PTPN II," ujar Idham.
Oleh karena itu, pihaknya mendesak Menteri Agraria dan Tata Ruang Badan Pertanahan Nasional (ATR-BPN) Sofyan Abdul Djalil agar segera menuntaskan masalah ini sebagaimana perintah Presiden.
"Kami mengapresiasi Menteri Sekretariat Negara Pratikno yang ikut serta mendampingi dan mengawal pertemuan antara perwakilan petani, Menteri ATR BPN, Kepala KSP Moeldoko dengan Presiden agar segera mendapatkan solusi yang adil demi terciptanya ketahanan pangan pada pasca musibah pandemi corona ini," tuturnya.
Pihaknya berharap Menteri ATR-BPN segera menjalankan reforma agraria sejati di atas tanah-tanah masyarakat yang diklaim oleh PTPN dan Perhutani di seluruh Indonesia.
Sebelumnya diberitakan, sebanyak 200 petani dari dua desa tersebut dimana 45 di antaranya perempuan melakukan aksi jalan kaki selama lebih dari 48 hari dengan menempuh jarak 1.800 km dari Medan dan tiba di Jakarta pada Jum’at (8/8/2020).
Dikutip Tribun Medan, ratusan petani itu tergabung dalam Serikat Petani Simalingkar dan Mencirim Bersatu ini terlihat memakai baju merah dan caping dari anyaman bambu.
Saat berjalan, para petani tersebut memakai spanduk yang dikalungkan di badannya yang bertuliskan "Negara Harus Lindungi Petani, "Kami Percaya Presiden Jokowi Masih Punya Hati Nurani Untuk Masyarakat", "Bubarkan PTPN II"
Dewan Pembina Serikat Petani Simalingkar dan Mencirim Bersatu, Aris Wiyono, menyebutkan aksi ini dilakukan sebagai bentuk protes terhadap pemerintah karena areal lahan dan tempat tinggal mereka sejak 1951 telah digusur paksa oleh korporasi PTPN II.
Ia menyebutkan para petani yang digusur tersebut berasal dari Dusun Bekala Desa Simalingkar A dan Desa Sei Mencirim, Kabupaten Deliserdang.
"Aksi kita hari ini adalah aksi jalan kaki ke Jakarta terkait penanganan kasus konflik agraria yang tak kunjung selesai di Sumatera Utara ini. Terutama dari kami dari Serikat Petani Simalingkar Bersatu dan Mencirim Bersatu," tuturnya saat diwawancarai Tri bun.
Lebih lanjut ia menerangkan bahwa luas area yang berkonflik yang tergabung dalam SPSB dengan PTPN II seluas kurang lehih 854 hektar dan area petani yang tergabung STMB seluas kurang lebih 80 hektar.
Perwakilan petani kemudian menemui beberapa pihak, di antaranya Komisi II, IV, VI dan MPR, Fraksi PKB, PBNU, GP Ansor, Kementerian BUMN, serta jaringan organisasi masyarakat sipil yang terhimpun dalam Komite Nasional Pembaruan Agraria(KNPA) untuk meminta dukungan dan menuntut penyelesaian konflik agraria antara petani dengan PTPN II.
Penjelasan PTPN II
Kassubag Humas PTPN II, Sutan Panjaitan ketika dikonfirmasi melalui telepon mengatakan, lahan-lahan dengan nomor sertifikat 171 Simalingkar A yang dituntut oleh masyarakat tersebut adalah lahan milik PTPN II dengan masa berlaku hingga tahun 2.034 seluas 854,26 hektar.
“Di situ yang dituntut masih HGU, bukan eks HGU. Dan kan disinggung soal HGB, memang kita alihkan ke HGB,” katanya saat dikonfirmasi melalui telepon, Jumat (17/7/2020) seperti dikutip dari Kompas.com.
Dijelaskannya, selama ini pihaknya selalu berupaya menangani kasus tersebut dengan persuasif dan solusi damai.
Mulai dari dialog dengan melibatkan para pemangku kepentingan unsur Muspida dan tokoh masyarakat setempat dalam menyelesaikan setiap permasalahan sengketa lahan untuk menghindari konflik bekepanjangan.
Dalam keterangan tertulis yang diterima, disebutkan penerbitan HGU No. 171/Simalingkar A seluas 854,26 hektar tersebut pernah digugat oleh masyarakat Forum Kaum Tani Lau Cih di PTUN Medan.
Namun, perkara tersebut telah memperoleh putusan Kasasi di MA RI No. 5K/TUN/2020 yang pada intinya menguatkan putusan hukum PTUN Medan dan Pengadilan Tinggi TUN yang menyatakan bahwa gugatan tidak dapat diterima atas klaim sepihak Forum Kaum Tani Lau Cih.
PTPN II juga memberikan tali asih secara bertahap kepada masyarakat yang bersedia meninggalkan lahan tersebut dan menyerahkan kembali tanah tersebut kepada PTPN II sesuai dengan hasil kesepakatan dengan dengan Muspida dan DPRD Propinsi Sumatera Utara.
Pengambilalihan yang dilakukan sejak 2017 hingga 2019 juga melibatkan unsur Muspika, aparat keamanan dan aparat penegak hukum.
Selama periode tersebut PTPN II sudah menyerahkan tali asih atau ganti rugi kepada 199 kepala keluarga untuk lahan seluas 356.093 m2.
Sumber: Tribunnews.com/Tribun Medan/Kompas.com