Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pernyataan Puan Hanya Menangkap Perasaan Banyak Orang, Ade Armando Minta Sumbar Introspeksi

Menurut Ade, Puan sangat menyadari peran tokoh-tokoh itu sebagai sosok yang pluralis. Namun, tokoh-tokoh itu adalah kisah di masa lalu.

Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Dewi Agustina
zoom-in Pernyataan Puan Hanya Menangkap Perasaan Banyak Orang, Ade Armando Minta Sumbar Introspeksi
Tribunnews.com/Seno Tri Sulistiyono
Ketua DPP PDIP bidang Politik Puan Maharani mengumumkan pasangan calon kepala daerah secara virtual, Jakarta, Rabu (2/9/2020). 

"Untung banyak juga orang-orang Sumbar yang mengontak saya dan meminta saya jangan minta maaf pada pemuka adat dan gubernur. Mereka juga malu dengan kelakuan para pemuka adat mereka," kata dia. 

Ade menyadari Sumbar juga memiliki intelektual kritis dan terbuka saat ini. 

Sebut saja Buya Syafii Maarif, Azyumardi Azra, Emil Salim, Taufik Abdullah, Philip Vermonte, Asvi Warman Adam, Andrinof Chaniago, Jeffrey Geovani, Saldi Isra, Hamdi Muluk dan Arbi Sanit. 

Namun, Ade mengingatkan mereka semua adalah orang Minang yang sudah meninggalkan Sumbar. 

"Bahkan tokoh sebesar Buya Syafii Maarif dianggap sebagai 'Malin Kundang' oleh sebagian warga Sumbar. Jadi yang diprihatinkan bukanlah orang Minang. Melainkan pemerintahan, pemerintahan nagari, pemuka adat, dan kelompok-kelompok masyarakat berpengaruh di Sumbar. Sikap antipancasila yang sering terdengar dari sumbar adalah penindasan terhadap nonmuslim," jelas Ade. 

Lebih lanjut kata Ade, pemuka agama dan adat selalu berlindung dalam prinsip 'Adat Basandi Syara', Syara' Basandi Kitabullah, yang artinya menegakkan adat yang bersendikan syariah, yang berlandaskan alquran. 

"Dengan landasan picik semacam itulah, pelarangan demi pelarangan pun dilakukan. Saya gunakan satu contoh saja, ya. Para pemuka adat disebut Ninik Mamak di Kecamatan Kamang Baru, Kabupaten Sijunjung pada 20 Desember 2005, menyatakan bahwa kegiatan perayaan dan peribadatan nonmuslim dilarang dilakukan di daerah itu karena bertentangan dengan adat Minangkabau," kata dia. 

Berita Rekomendasi

Kebijakan itu, menurut Ade, bahkan disepakati oleh MUI, Muhammadiyah, Forum Ukhuwah Pemjda Islam, KNPI, BKMT, dan Perti pada 23 Desember 2005, sehingga melahirkan surat pernyataan bersama. 

"Melalui surat itu, mereka menyatakan penolakan terhadap segala bentuk kegiatan ibadat umat kristen, termasuk kebaktian mingguan dan peringatan hari natal. Tetapi bukan itu saja, mereka juga menolak jual beli tanah dengan umat kristen. Menolak pemakaman nonmuslim," jelas Ade. 

Karena itu, lanjut Ade, setelah 15 tahun kebijakan itu dikeluarkan, banyak masyarakat mendengar adanya kabar pelarangan ibadah, pelarangan natal, pelarangan pembangunan gereja, atau bahkan sekadar pelarangan renovasi gereja di Sumbar. 

"Jadi dalam hal ini, keputusan Gubernur Sumbar untuk melarang aplikasi Injil berbahasa Minang adalah sesuatu yang nampak sejalan dengan intoleransi itu semua," kata dia.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas