Gugatan RCTI & iNews TV terhadap UU Penyiaran Dapat Perlawanan: Bahaya Bagi Kemerdekaan Berekspresi
Gugatan RCTI dan iNews TV terhadap UU Penyiaran ke MK mendapat perlawanan dari pengacara asal Surabaya, Muhammad Sholeh.
Penulis: Wahyu Gilang Putranto
Editor: Sri Juliati
“Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran."
Dilansir Kompas.com, pemohon menilai pasal itu menyebabkan perlakuan yang berbeda antara penyelenggara penyiaran konvensional yang menggunakan frekuensi radio dan penyelenggara penyiaran yang menggunakan internet, seperti YouTube dan Netflix.
Baca: Kronologi & Duduk Perkara Gugatan RCTI Terhadap UU Penyiaran, Ancam Kebebasan Siaran Live di Medsos
Sebab, Pasal 1 angka 2 UU Penyiaran hanya mengatur penyelenggara penyiaran konvensional dan tak mengatur pengelenggara penyiaran terbarukan.
Sementara itu pihak RCTI dan iNews TV menegaskan tidak bermaksud mempersulit kreator konten di media sosial melalui gugatannya.
Hal itu diungkapkan langsung Corporate Legal MNC Group Cristophorus Taufik.
"Program-program kita sendiri banyak yang kolaborasi dengen teman-teman kreatif. Mana mungkin mempersulit mereka," kata Taufik kepada Kompas.com, Jumat (28/8/2020).
Taufik juga membantah ucapan Ditjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (PPI Kemenkominfo) yang mengatakan jika gugatan uji materi RCTI dan iNews TV dikabulkan, siaran langsung di media sosial wajib mengantongi izin siar.
Menurut Taufik, yang nantinya akan diatur harus memiliki izin siar hanya perusahaan, bukan per individu.
"Kami juga banyak produk OTT (over the top) yang nantinya akan terkena dampak juga bila permohonan dikabulkan," ujar dia.
RCTI dan iNews TV meminta MK menyatakan pasal tersebut tak kekuatan hukum tetap sepanjang tidak mengatur penyelenggara penyiaran berbasis internet untuk tunduk pada pasal tersebut.
Namun, menurut pemerintah, jika permohonan itu dikabulkan maka masyarakat tidak akan bisa lagi mengakses media sosial secara bebas.
Sebab, layanan OTT yang menggunakan internet akan disamakan dengan layanan penyiaran. Dengan demikian, tayangan audio visual akan diklasifikasikan sebagai kegiatan penyiaran yang harus memiliki izin siar.
(Tribunnews.com/Gilang Putranto) (Kompas.com/Sania Mashabi)