Sempat Debat dengan Petugas Bakamla Kapal Coast Guard China Masuk Natuna Utara
Pemerintah menanyakan maksud keberadaan kapal patroli milik China tersebut di perairan Natuna Utara.
Editor: Hendra Gunawan
*Kapal China Sebenarnya Tidak Ganggu Kedaulatan RI
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kapal patroli Badan Keamanan Laut(Bakamla) sempat mencegah kapal coast guard China yang sempat masuk zona ekonomi eksklusif Indonesia di perairan Natuna Utara Sabtu(14/9).
Petugas patroli Bakamla sempat berdebat dengan petugas kapal patroli milik China
tersebut.
Kepala Bakamla RI Laksamana Madya TNI Aan Kurnia mengungkapkan ketika
KN Nipah 321 sudah mendatangi kapal patroli China, petugas memberitahu kapal
tersebut lewat radio bahwa posisinya sudah berada di zona ekonomi eksklusif
Indonesia.
Menurut Aan, sebenarnya kapal itu diperbolehkan jika hanya melintas di kawasan
tersebut.
Baca: Kapal China di ZEE Indonesia, Guru Besar UI Sarankan Perbanyak Nelayan Melaut di Natuna Utara
"Cuma kan masalahnya dia mengapung, lego jangkar, dan itu tidak boleh. Dia
menyampaikan bahwa itu wilayahnya dia, yang masuk nine dash line. Kita bilang tidak,
keliru, ini kan sesuai dengan aturan internasional, UNCLOS," kata Aan ketika dihubungi
lewat telepon oleh Tribun pada Selasa (15/9).
Setelah terjadi perdebatan di radio, kata Aan, akhirnya kapal patroli China keluar dari
perairan Natuna Utara.
Sejauh ini, kata Aan, sikap kapal patroli China terbilang kooperatif meski sempat terjadi
adu argumen dengan petugas patroli kapal Bakamla.
Baca: KRI Bung Tomo 357 Amankan 1 Kapal Ikan Berbendera Vietnam di Perairan Natuna
"Kooperatif, hanya saling adu argumen saja di radio," kata Aan.
Aan juga menegaskan tidak ada dari kedua belah pihak yang melakukan aksi unjuk
senjata.
Aan berharap hal itu tidak akan pernah terjadi mengingat hubungan pemerintah Indonesia dengan China baik.
Ia berharap hubungan kedua negara juga tidak terganggu dengan kejadian itu.
"Tidak ada dong. Janganlah, kita harapkan kan tidak ada. Hubungan kita dengan China kan juga baik, ekonomi juga baik, jangan sampai terganggulah dengan kejadian itu. Kita harus tegas, tapi jangan sampai eskalasinya meningkat," kata Aan.
Aan mengungkapkan, hingga Selasa (15/9) sekira pukul 14.00 WIB situasi di perairan
Natuna Utara aman dan kapal patroli China. Saat ini, kata Aan, ada dua kapal Bakamla
operasi cegah tangkal 2020 di wilayah Zona Maritim Barat Bakamla masih berpatroli di
perairan Natuna Utara.
Baca: KRI Bung Tomo 357 Amankan 1 Kapal Ikan Berbendera Vietnam di Perairan Natuna
Selain itu, kata Aan, ada pula kapal TNI Angkatan Laut yang juga mendukung operasi
Bakamla di sana.
Aan mengatakan sejauh ini pihaknya belum ada rencana menambah kapal patroli lagi di sana.
"Sementara belum. Cukup dua kapal di sana, kemudian Angkatan Laut juga ada.
Kemarin kan saya juga berkoordinasi dengan Angkatan Laut untuk memback up dari
jarak dua mil di belakang, jadi kalau ada apa-apa dia bisa membantu," kata Aan.
Aan mengatakan dukungan TNI Angkatan Laut dibutuhkan dalam operasi Bakamla
mengingat armada TNI Angkatan Laut memiliki peralatan dan perlengkapan yang lebih
lengkap.
"Cuma kan kalau dihadapai dengan Angkatan Laut kan juga kurang pas karena
ini kan kapal Coast Guard ya dihadapi dengan Coast Guard, istilahnya apple to apple.
Jangan dihadapi dengan kapal militer. Kalau kapal militer yang datang, nanti
eskalasinya meningkat," kata Aan.
Aan mengatakan, Bakamla sebagai simbol negara harus hadir di area yang mendapat
perhatian khusus seperti di perairan Natuna Utara. Ke depan, ia juga berharap
kementerian lainnya misalnya Kementerian Kelautan dan Perikanan juga bisa dilibatkan.
"Supaya di situ juga ada kegiatan ekonomi, eksplorasi, ekspolitasi dalam bentuk apa?
Ya mengambil ikan oleh kapal-kapal ikan kita. Kemudian Angkatan Laut juga memback
up kita untuk sama-sama menjaga ZEE kita," kata Aan.
Atas kejadian tersebut Aan berharap ke depannya Indonesia dapat memanfaatkan hak
berdaulat di zona ekonomi eksklusif. Jangan sampai, kata Aan, hak tersebut diganggu
negara-negara lain sehingga Indonesia bisa bergiat untuk memanfaatkannya melalui
eksplorasi, eksploitasi sumber daya alam yang ada di sana untuk kepentingan ekonomi
Indonesia.
Untuk jangka panjangnya, Aan berharap Indonesia dalam hal ini Kementerian Luar
Negeri tetap bisa menjalin diplomasi dengan China.
"Intinya ke depan kita berharap laut Natuna Utara di dekat Laut China Selatan bukan menjadi daerah konflik. Karena mau tidak mau kalau jadi daerah konflik ini dampaknya ke kita juga, ke Indonesia. Jadi kita berharap, damai, semua pihak mengikuti aturan main sesuai dengan hukum
internasional," kata Aan.
Diberitakan sebelumnya Setelah sempat berada di ZEE Indonesia Laut Natuna Utara
sejak Sabtu 12 September 2020 lalu, Kapal Coast Guard China 5204 (CCG 5204)
akhirnya bergerak keluar Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) di Laut Natuna Utara
dengan dibayang-bayangi kapal patroli Badan Keamanan Laut Republik Indonesia
(Bakamla RI) yakni KN Pulau Nipah 321 pada Senin (14/9/2020) siang.
Aan mengatakan KN Pulau Nipah 321 yang sedang melaksanakan tugas operasi cegah
tangkal 2020 di wilayah Zona Maritim Barat Bakamla RI terus berusaha menghalau
pergerakan CCG 5204 sejak saat itu.
Kedua kapal, kata Aan, juga melakukan komunikasi intensif dan saling menegaskan
posisi dan klaim atas wilayah laut tersebut.
"CCG 5204 dipantau telah bergerak ke utara menjauhi ZEEI. KN Pulau Nipah 321 terus
mengamati bersama KRI Imam Bonjol 383 yang juga melaksanakan patroli mendukung
di belakang kapal Bakamla pada jarak 2 sampai 3 nautical mile," kata Aan ketika
dikonfirmasi pada Senin (14/9/2020).
Aan mengatakan sinergitas Bakamla dan TNI dalam hal ini TNI Angkatan Laut sangat
diperlukan untuk mengantisipasi strategy grey area yang mengedepankan kapal-kapal
non kombatan dalam konflik wilayah laut.
Bakamla sebagai leading sector keamanan laut di masa damai, kata Aan, terus pasang
badan.
Sementara itu TNI AL dengan kapal perangnya standby dan mendukung bila diperlukan.
"Setelah CCG 5204 hilang dari pandangan, KN Pulau Nipah 321 melanjutkan patroli di
wilayah perbatasan ZEEI Laut Natuna Utara untuk mengantisipasi sekaligus secara
konsisten menunjukkan kehadirannya di ZEEI Laut Natuna Utara," kata Aan.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Teuku Faizasyah mengatakan pihaknya
sudah meminta klarifikasi kepada Kedutaan Besar China di Jakarta.
Pemerintah menanyakan maksud keberadaan kapal patroli milik China tersebut di perairan Natuna Utara.
Teuku menegaskan bahwa zona ekonomi eksklusif Indonesia tidak memiliki klaim
tumpang tindih perairan dengan RRT dan menolak klaim 9DL RRT karena bertentangan dengan UNCLOS 1982.
Diketahui, Laut Natuna Utara merupakan wilayah yurisdiksi Indonesia, di mana Indonesia memiliki hak berdaulat atas sumber daya alam di kolom air.
Kapal-kapal asing boleh melintas dengan syarat tak melakukan aktivitas lain yang
bertentangan dengan hukum nasional.
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana
mengatakan kapal patroli China sebenarnya tidak memasuki wilayah kedaulatan
Indonesia. Menurutnya keberadaan zona ekonomi eksklusif Indonesia tidak berada di
laut teritorial, melainkan di laut lepas.
"Masyarakat dan berbagai media mempersepsikan bahwa Kapal Coast Guard China
memasuki wilayah kedaulatan Indonesia. Padahal persepsi demikian tidak benar," ujar
Hikmahanto Juwana.
Posisi kapal di laut lepas kata Hikmahanto tidak dikenal konsep kedaulatan negara dan
karenanya negara tidak boleh melakukan penegakan kedaulatan.
Dalam konsep zona ekonomi eksklusif. aka sumber daya alam yang ada diperuntukkan
secara eksklusif bagi negara pantai. Inilah yang disebut sebagai hak berdaulat atau
sovereign right.
Intinya, kata dia yang berhak diklaim adalah sumber daya alamnya, bukan
wilayahnya.Dalam konteks yang dipermasalahkan di perairan Natuna Utara adalah hak
berdaulat berupa zona ekonomi eksklusif dan sama sekali bukan kedaulatan.
Oleh karenanya lanjut Hikmahanto situasi di perairan Natuna Utara bukanlah
pelanggaran atas kedaulatan Indonesia.
"Oleh karenanya kapal Coast Guard China tersebut tdk mungkin diusir dari ZEE mengingat ZEE bukan di wilayah kedaulatan Indonesia," ucapnya.
Kalau saja kapal patroli China keluar dari zona ekonomi eksklusif maka kata dia, hal
tersebut karena bahan bakarnya habis.
"Namun ini tidak berarti Indonesia harus berdiam diri. Pemerintah Indonesia perlu melakukan hal-hal sebagai berikut, terus memperbanyak nelayan untuk melakukan eksploitasi di ZEE Natuna Utara dengan cara memberi insentif berupa pemberian subsidi bahan bakar kepada para nelayan dan para nelayan diperbolehkan menggunakan kapal-kapal dengan tonase besar. Intinya jangan
mau kalah dengan nelayan China yang lakukan ekaploitasi ikan secara besar-besaran,"
ujarnya.
Selain itu kata dia pemerintah Indonesia perlu terus-menerus melakukan tindakan
menangkap nelayan China yang melakukan penangkapan ikan secara ilegal di perairan
Natuna Utara.
Kemudian pemerintah Indonesia perlu melakukan back door diplomacy
yang mengutus tokoh dari Indonesia yang memiliki koneksi dengan para petinggi di
China guna menyampaikan pesan jika kapal-kapal Coast Guard masih ada di ZEE maka
akan berpengaruh pada persepsi masyarakat di Indonesia atas agresifitas China yang
dapat berujung pada terganggunya investasi China di Indonesia.(Tribun
Network/gta/ras/mal/wly)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.