Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

YLKI Soroti Keputusan Pemerintah soal Pilkada Serentak di Tengah Covid-19

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), menyoroti pelaksanaan Pilkada Serentak di tengah wabah Covid-19.

Penulis: Hari Darmawan
Editor: Sanusi
zoom-in YLKI Soroti Keputusan Pemerintah soal Pilkada Serentak di Tengah Covid-19
WARTA KOTA/WARTA KOTA/HENRY LOPULALAN
Puluhan orang berdemo didepan Komnas Ham, Jalan Laturharhari, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (10/9). Mereka mengharapkan Komnas Ham untuk meminta kepada pemerintah agar menunda pelaksanaan Pilkada serentak 2020. Hal ini disebabkan pilkada hanya jadi tempat penularan virus covid 19 dimana korbannya semakin banyak. WARTA KOTA/HENRY LOPULALAN 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Hari Darmawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), menyoroti pelaksanaan Pilkada Serentak di tengah wabah Covid-19.

Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi mengatakan, keputusan pemerintah dan DPR yang bersepakat menggelar pilkada serentak menjadi hal yang paradoks di tengah pandemi yang masih mengancam saat ini.

Menurut Tulus, wabah Covid-19 masih terus mengancam seluruh warga Indonesia dan setiap hari warga yang terkonfirmasi positif terus meningkat hingga 4.000 orang per harinya.

Baca: Candidate Center : Lanjutkan Pilkada dengan Protokol Kesehatan Demi Menjaga Demokrasi

Baca: Megawati dan Puan Turun Gunung Jadi Jurkam Gibran di Pilkada Solo

"Kini Indonesia menduduki posisi 20 untuk negara yang terkena wabah Covid-19, dan di level ASEAN kita menempati posisi 2 setelah Filipina," ucap Tulus dalam keterangannya, Rabu (23/9/2020).

Merujuk pada fakta tersebut, lanjut Tulus, pihaknya meminta agar Presiden Joko Widodo menunda pelaksanaan pilkada serentak 2020.

Hal tersebut menurut Tulus dengan berbagai pertimbangan sebagai berikut:

Berita Rekomendasi

1. Masih belum optimalnya upaya pengendalian wabah yang dilakukan oleh pemerintah, baik di level nasional dan atau daerah.

2. Masih rendahnya kesadaran masyarakat dalam melaksanakan protokol kesehatan.

3. Walau Presiden Jokowi mengimbau tidak ada pengerahan massa, tetapi dalam pelaksanaannya sulit dihindari adanya pengerahan massa tersebut.

"Hal ini sangat absurd dan kurang masuk akal jika saat kerumunan massa, apalagi dengan euforia politis mengharap adanya kepatuhan terhadap protokol kesehatan terutama dalam hal menjaga jarak," kata Tulus.

4. Selain itu dalam pelaksanaan pilkada terdapat kecurangan, maka akan berpotensi menimbulkan kerusuhan massa dan artinya menjadi potensi besar untuk terjadinya pelanggaran pada protokol kesehatan.

5. Kemudian hal yang sangat musykil bagi semua pihak terutama bagi aparat penegak hukum, untuk melakukan upaya law enforcement terhadap pelanggaran protokol kesehatan oleh masyarakat.

Dengan konfigurasi persoalan yang sedemikian terang-benderang, Tulus mengungkapkan, rasanya tidak ada alasan yang cukup absah jika pemerintah menggelar pilkada pada akhir 2020 ini.

"Keamanan dan keselamatan publik seharusnya menjadi pertimbangan utama dan bukan malah dipertaruhkan," ucap Tulus.

Tulus juga menjelaskan, bahwa keputusan dan kesepakatan antara pemerintah menggelar Pilkada merupakan suatu kesepakatan yang tidak bisa dinalar secara akal sehat.

"Seharusnya sumber daya dan sumber dana yang ada, dikerahkan secara totalitas untuk memerangi dan mengendalikan wabah Covid-19," ucap Tulus.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas