Tanggapi Polemik Pemutaran Film G30S/PKI, Mahfud MD: Semalam Saya Nonton lagi di Youtube
Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD memberi tanggapan terkait polemik pemutaran film Pengkhiatan G30S/PKI.
Penulis: Daryono
Editor: Muhammad Renald Shiftanto
Dilansir dari Tribunnews, Yunus adalah Menteri Penerangan di era Pemerintahan Presiden Bacharuddin Jusuf (BJ) Habibie.
Yunus mencatatkan diri sebagai orang yang pertama membuat aturan bahwa film Pengkhianatan G30S/PKI tak lagi wajib diputar.
Memang, pada periode kepemimpinan Presiden Soeharto, sebuah film legendaris berjudul Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI atau lazim dikenal dengan nama Pengkhianatan G30S/PKI wajib diputar di seluruh bioskop dan stasiun televisi Tanah Air.
Film produksi Perum Produksi Film Negara (PPFN) tahun 1984 ini disutradari dan ditulis oleh Arifin C Noer.
Kala itu, ia menghabiskan waktu dua tahun untuk memproduksi film yang menghabiskan anggaran Rp 800 juta tersebut.
Setelah selesai, film berdurasi 3 jam itu lalu ditayangkan dan diputar secara terus menerus menjelang peringatan Hari Kesaktian Pancasila selama 13 tahun.
Kemudian, peristiwa reformasi mengubah kembali arah sejarah Bangsa Indonesia.
Selang empat bulan setelah jatuhnya Soeharto, Departemen Penerangan memutuskan tidak lagi memutar film ini.
Arsip pemberitaan Harian Kompas 30 September 1998 menyebutkan, kala itu, Departemen Penerangan beralasan, film ini sudah terlalu sering ditayangkan.
"Karena terlalu sering diputar, filmnya juga sudah kabur," ucap Dirjen RTF Deppen Ishadi SK.
Bahkan Menteri Penerangan Muhammad Yunus Yosfiah berpendapat, pemutaran film yang bernuansa pengkultusan tokoh, seperti film Pengkhianatan G30S/PKI, Janur Kuning, dan Serangan Fajar tidak sesuai lagi dengan dinamika reformasi.
"Karena itu, tanggal 30 September mendatang TVRI dan TV swasta tidak akan menayangkan Lagi Film Pengkhianatan G30S/PKI," ujar Muhammad Yunus seperti dikutip dari Harian Kompas, 24 September 1998.
Baca: TB Hasanuddin: Pro Kontra Nonton Film Jangan Memperlemah Persatuan dan Kesatuan Bangsa
Selain itu, kalangan seniman, pengamat film, serta artis juga menyuarakan hal serupa.
Menurut pemberitaan Harian Kompas, 2 September 1998, sutradara film Eros Djarot saat itu menolak pemutaran film.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.