Catatan Komisi X DPR Atas Dicabutnya Klaster Pendidikan dari RUU Cipta Kerja
Dengan dikeluarkannya klaster pendidikan dari RUU Cipta Kerja, pemerintah diminta mempercepat revisi UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Anggota Komisi X DPR RI dari Golkar, Ferdiansyah menyambut baik dikeluarkannya klaster Pendidikan dari draf omnibus law Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja.
Dia menilai, ada yang melenceng dari amanat UUD 1945 dan prinsip-prinsip dasar pendidikan.
Dengan demikian pengelolaan penyelenggaraan Pendidikan akan kembali diatur berdasarkan aturan perundangan yang sudah ada (Existing).
"Kita bersyukur bidang pendidikan dicabut dari RUU Cipta kerja. Ini menjadi hal yang perlu kita respon positif" ujar Ferdiansyah dalam Webinar 'Arah Kebijakan Pendidikan Nasional Paska Klaster Pendidikan Keluar dari RUU Cipta Kerja, dalam aplikasi Zoom, yang digelar penddikan Vox Point, Minggu (27/9/2020).
Dengan dikeluarkannya klaster pendidikan dari RUU Cipta Kerja, dia mendorong pemerintah untuk mempercepat revisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).
Revisi UU Sisdiknas diperlukan untuk menjawab situasi, kondisi dan perkembangan yang sangat cepat.
Ia menambahkan, revisi Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 adalah inisiasi dari pemerintah.
"Itu berdasarkan keputusan Rapat Kerja Badan Legislasi bersama Menteri Hukum dan HAM tentang program legislasi 2020-2024 dan masuk program legislasi nasional 2020. Ditetapkanlah Revisi UU Nomor 20 Tahun 2003, itu yang menginisiasi pemerintah," jelasnya.
Baca: HNW: Pencabutan Klaster Pendidikan Bukti RUU Ciptaker Bermasalah
Baca: Fraksi Partai NasDem Sambut Baik Penarikan Sub-Klaster Pendidikan di RUU Cipta Kerja
Untuk itu dia mendorong semua stakeholder pendidikan mempelototi dan memastikan pemerintah menyelesaikan naskah akademik dan batang tubuh yang lain terkait Revisi UU Sisdiknas.
Langkah itu juga harus diikuti dengan cetak biru pendidikan yang jelas.
Blue print ini menjadi penting terutama dalam kaitan dengan visi Presiden Jokowi terkait terciptanya SDM unggul di Indonesia.
Selain itu, kata dia, harus melihat dan memastikan pendidikan yang berbasis budaya, ketika berbicara untuk meningkatkan kompetensi seorang atau peserta didik.
Terakhir, ia mengatakan, perlunya data-data dalam menentukan arah pendikan nasional, termasuk kurikulum.
"Contoh kurikulum ditentukan dengan cermat dan teliti berdasarkan evaluasi berbasis kajian. Misalnya kurikulum KBK pada 2002, berganti KTSP 2006, kemudian Kurtilas 2013. Pertanyaan yang sangat mendasar mana evaluasinya, kajian akademiknya dan adakah data mengenai yang sudah full atau sudah menggunakan Kurtilas? Tidak ada data baik itu di setiap jenjang," ucapnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.