Dorong Pilkada Berintegritas, KPK Beri Pembekalan Kepada Calon Kepala Daerah
KPK memberikan pembekalan kepada calon kepala daerah dan penyelenggara pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak tahun 2020
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan pembekalan kepada calon kepala daerah dan penyelenggara pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2020 di wilayah Provinsi Bangka Belitung, Daerah Istimewa (DI) Yogyakarta, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Selatan, melalui media telekonferensi, Rabu (30/9/2020).
Agenda utama pembekalan, adalah menjalin sinergi dan komitmen sejak awal antara KPK dengan calon kepala daerah untuk membangun tata kelola pemerintahan yang baik.
Pembekalan pertama ini menghadirkan 3 narasumber, yaitu Guru Besar Ilmu Administrasi Publik Universitas Indonesia Eko Prasojo, Koordinator Satuan Tugas Koordinasi Pencegahan Wilayah VIII KPK Dian Patria, dan Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Rumadi Ahmad.
Baca: 5 Taklimat MUI Sikapi Langkah Pemerintah Tetap Gelar Pilkada di Tengah Pandemi Covid-19
Kegiatan pertama ini juga diikuti Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan penyelenggara Pilkada di keempat daerah bersangkutan.
Selain itu, pembekalan ini dihadiri pula seluruh calon kepala daerah di empat wilayah tersebut, yang terdiri atas 1 provinsi, 3 kota, dan 23 kabupaten.
Direktur Dikyanmas KPK Giri Suprapdiono dalam pembukaannya menyampaikan korupsi kepala daerah masih menjadi tantangan bangsa ini.
Baca: Anggota DPRD Samarinda Dipanggil Bawaslu, Terkait Dugaan Kampanye Pilkada Tersembunyi
Pembekalan ini, kata Giri, merupakan satu upaya KPK untuk dapat mencegah potensi korupsi oleh kepala daerah sejak awal, yaitu saat kampanye, pelaksanaan, sampai terpilihnya kepala daerah definitif.
“Berdasarkan catatan KPK antara 2004 hingga Mei 2020, telah terjaring 119 kasus korupsi yang melibatkan walikota/bupati dan wakilnya. Lalu, ada 21 kasus korupsi yang dilakukan oleh gubernur,” kata Giri.
Guru Besar Ilmu Administrasi Publik Universitas Indonesia Eko Prasojo meyakini bahwa kepala daerah berperan dalam memperkuat kebermanfaatan demokrasi di Indonesia, karena praktik korupsi kepala daerah selama ini malah memperlihatkan bahwa demokrasi tidak memberikan kebermanfaatan yang cukup dalam indikator ekonomi, sosial, dan tata kelola pemerintahan yang baik.
Baca: Pedas dan Menohok, Ragam Komen Kecewa Pemain Soal Penundaan Liga 1: Covid-19 Tak Berlaku di Pilkada?
“Di beberapa negara, reformasi administrasi publik memiliki peranan penting untuk membantu tata kelola pemerintahan dalam mencapai tujuan pembangunan nasional,” tutur Eko.
Selanjutnya, Koordinator Satuan Tugas Koordinasi Pencegahan Wilayah VIII KPK Dian Patria menyebutkan bahwa modus korupsi kepala daerah tidak jauh dari tiga cara, yaitu suap dan gratifikasi dalam pemberian izin, jual beli jabatan, dan kickback dalam pengadaan barang dan jasa.
Korupsi kepala daerah, sambung Dian, berkaitan erat dengan 'balas jasa' atas dukungan dana dari donatur, sejak proses pencalonan, kampanye, sampai proses pemungutan suara.
“Dalam beberapa tahun terakhir, KPK mendampingi kepala daerah dalam upaya perbaikan tata kelola pemerintahan daerah. Yang utama adalah program koordinasi dan monitoring yang termuat dalam Program Koordinasi dan Supervisi Pencegahan (Korsupgah) Terintegrasi KPK, mencakup delapan fokus area,” ungkap Dian.
Sementara itu, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Rumadi Ahmad,mengatakan, pentingnya peran serta masyarakat untuk mewujudkan calon kepala daerah yang berintegritas. Hal yang relatif paling penting dalam upaya penguatan pemilih adalah pendidikan politik bagi pemilih.
Hal ini bertujuan agar pemilih tidak sekadar menjadi obyek, tetapi memiliki kesadaran dan kecerdasan dalam memilih calon pemimpinnya.
“Bagaimana peran serta masyarakat? Setidaknya ada lima poin yang perlu dilakukan oleh masyarakat atau pemilih, yakni memperkuat nilai budaya antikorupsi, memahami apa itu korupsi dan bagaimana modusnya, menjadi bagian dari upaya pencegahan korupsi, tidak menjadi bagian dari tindak pidana korupsi itu sendiri, dan menghindarkan diri dari tindakan koruptif,” kata Rumadi.