Warga yang Setuju Sedang Terjadi Kebangkitan PKI Relatif Tidak Banyak dan Tetap dari Waktu ke Waktu
46 persen warga juga percaya bahwa isu kebangkitan PKI dihembuskan pihak tertentu untuk kepentingan tertentu dan sebetulnya tidak nyata.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Johnson Simanjuntak

Di antara yang aware tersebut, kata Sirojudin, tingkat kesetujuan terhadap isu tersebut lebih tinggi di kelompok pemilih partai NasDem.
"Awareness dan tingkat kesetujuan terhadap isu kebangkitan PKI di kelompok pemilih Prabowo-Sandi terlihat lebih tinggi dibanding pemilih Jokowi-Maruf Amin," kata Sirojudin.
Sementara dari 14 persen yang setuju dengan isu kebangkitan PKI ada 79 persen atau 11 persen dari total populasi yang menilai kebangkitan PKI saat ini sudah menjadi ancaman.
"Dan dari 11 persen yang menilai sudah menjadi ancaman, kata Sirojudin, mayoritas atau 8 persen dari populasi merasa pemerintah kurang atau tidak tegas sama sekali dengan ancaman kebangkitan PKI tersebut," kata Sirojudin.
Sirojudin mengatakan jumlah responden yang diwawancara dalam survei tersebut ada 1.203 responden.
Sampel dari hasil survei nasional tatap muka itu, kata Sirojudin, divalidasi dengan membandingkan populasi demografi sampel dan populasi hasil sensus BPS sehingga demografi sampel meliput provinsi, gender, desa-kota, umur etnis, dan agama.
Dan jika ada perbedaan signifikan antara demografi sampel dengan populasi sampel yang terpilih secara acak terhadap populasi pemilih nasional yang memiliki telepon, kata Sirojudin, maka dilakukan pembobotan data sedemikian rupa sehingga komposisi demografi sampel menjadi proporsional terhadap populasi.
"Margin of Eror survei diperkirakan antara kurang lebih 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen, dengan asumsi simpel random sampling. Wawancara dilakukan pada tanggal 23 sampai 26 September 2020," kata Sirojudin.
Sirojudin juga menjelaskan pemilihan populasi survei tata muka tersebut.
Populasi pemilih nasional, kata Sirojudin, sudah diacak dalam survei tatap muka.
Populasi survei nasional tersebut diacak untuk dijadikan sampel survei tatap muka.
Sampel tersebut, kata Sirojudin, dipilih secara acak dengan stratified multistage random sampling dari total populasi nasional.
Responden terpilih kemudian, kata Sirojudin, diwawancarai melalui proses wawancara tatap muka.
Lalu dari koleksi sampel tersebut dipilih lagi untuk diwawancara melalui telepon.