Dibantah Pinangki, Kejagung Pastikan Punya Bukti Kuat Soal Action Plan Fatwa MA Rancangan Terdakwa
Bagus menuturkan pihaknya enggan merespons lebih lanjut terkait bantahan Jaksa Pinangki lainnya di dalam persidangan.
Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Pinangki Sirna Malasari membantah membuat action plan kepengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) terkait eksekusi Djoko Tjandra sebagai terpidana korupsi cassie Bank Bali.
Hal itu diungkapkannya dalam nota keberatan atau eksepsi saat persidangan di PN Jakarta Pusat.
Menanggapi hal itu, Direktur Penuntutan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Bagus Nyoman Wismantanu memastikan penyidik memiliki bukti kuat terkait action plan yang dirancang oleh Jaksa Pinangki.
"Ada pasti (alat bukti, Red), apa yang ada didakwakan," kata Bagus di Gedung Bundar JAM Pidsus, Jakarta Selatan, Kamis (1/10/2020).
Bagus menuturkan pihaknya enggan merespons lebih lanjut terkait bantahan Jaksa Pinangki lainnya di dalam persidangan.
Termasuk soal bantahan terima uang dari Djoko Tjandra hingga nama-nama yang muncul di persidangan.
"Terkait materi nanti aja di sidang karena kita tidak mau mendahului apa yang nanti disampaikan di sidang. Kan semuanya sudah harus dinyatakan secara terbuka di sidang," pungkasnya.
Baca: Terungkap, Jaksa Pinangki Pernah Menikahi Djoko Meski Terpaut 41 Tahun
Diberitakan sebelumnya, Jaksa Pinangki Sirna Malasari menegaskan tidak pernah menyebut nama Jaksa Agung ST Burhanudin dan eks Mantan Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali yang belakangan dikaitkan dengan permasalahan hukum yang dihadapi terdakwa.
Hal itu terungkap dalam nota keberatan atau eksepsi Pinangki yang dibacakan kuasa hukumnya dalam persidangan terhadap Surat Dakwaan Penuntut Umum Dalam Perkara Pidana No. 38/Pid.Sus-TPK/2020/PN.JKT.PST di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (30/9/2020).
“Perihal nama Bapak Hatta Ali (Mantan Ketua Mahkamah Agung) dan Bapak ST Burhanudin (Jaksa Agung RI) yang ikut dikait-kaitkan namanya belakangan ini dalam permasalahan hukum terdakwa, sama sekali tidak ada hubungannya dan terdakwa tidak pernah menyebut nama beliau, dalam proses penyidikan dan penuntutan perkara terdakwa,” tegas Pinangki dalam eksepsi yang dibacakan kuasa hukumnya.
Dalam eksepsi itu, Pinangki pun menegaskan tidak ada hubungan dengan dua sosok tersebut. Pinangki hanya mengetahui Hatta Ali sebagai mantan Ketua Mahkamah Agung.
Pinangki mengaku tidak mengenal secara personal dan tidak pernah berkomunikasi dengan Hatta Ali.
Dia pun hanya mengetahui ST Burhanudin sebagai atasan atau Jaksa Agung di institusi tempatnya bekerja.
“Namun tidak kenal dan tidak pernah berkomunikasi dengan beliau,” jelas tim kuasa hukum Pinangki.
Nota keberatanya itu menyoroti berbagai pemberitaan dan surat dakwaan yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum, khususnya terkait banyaknya pihak yang seakan-akan terseret dalam kasus ini.
Pinangki, dalam eksepsi itu, juga menegaskan bahwa penyebutan nama-nama tersebut bukan didasarkan oleh pernyataannya.
“Dapat kami sampaikan dalam momen ini, penyebutan nama pihak-pihak terebut bukanlah atas pernyataan terdakwa dalam proses penyidikan, namun karena ada orang-orang yang sengaja mau mempersalahkan terdakwa, seolah-olah dari terdakwa-lah yang telah menyebut nama pihak-pihak tersebut. Terdakwa sejak awal dalam penyidikan menyampaikan tidak mau menimbulkan fitnah bagi pihak-pihak yang namanya selalu dikait-kaitkan dengan terdakwa,” lanjut kuasa hukum Pinangki.
Kuasa hukum Pinangki menyebut bahwa terdakwa melihat ada pihak-pihak yang sengaja menggunakan kasus ini untuk kepentingan tertentu, khususnya kepada nama-nama yang disebutkan dalam action plan. Pinangki pun khawatir perkara yang membelitnya ini dijadikan alat untuk menjatuhkan kredibilitas pihak-pihak lain.
Pinangki didakwa dengan tindakan permufakatan jahat sebagaimana termuat dalam Pasal 15 Undang-Undang No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam eksepsinya, Pinangki menyebut bahwa dakwaan itu sangat dipaksakan baik oleh para penuntut umum dan penyidik saat proses penyidikan.
Pasalnya, seandainya pun benar (quad non) Pinangki memang membantu Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra untuk mengurus Fatwa Mahkamah Agung sehubungan dengan Putusan PK No.12/2009 agar Joko tidak dapat dieksekusi, secara fakta tuduhan itu tidak jadi dilaksanakan.
“Karena Joko Sugiarto Tjandra telah menyatakan Action Plan proses fatwa tersebut tidak masuk akal dan memilih untuk menempuh jalur Pengajuan Peninjauan Kembali melalui pengacara Anita Kolopaking,” demikian lanjutan eksepsi yang dibacakan di ruang persidangan.
Seperti diketahui, dalam permufakatan jahat yang dituduhkan kepada Pinangki terdapat action plan yang didalamnya terdapat kode nama-nama orang lain yang diisukan ‘dijual’ olehnya.
Padahal faktanya, sambung kuasa hukum yang membacakan eksepsi itu, Pinangki bukanlah yang membuat action plan itu, apalagi menyebutkan nama-nama di dalamnya.
“Sejak awal pemeriksaan di penyidikan terdakwa tidak mau berspekulasi dengan nama-nama yang ada dalam action plan karena memang tidak tahu dari mana asal action plan tersebut apalagi isi di dalamnya. Sehingga menjadi pertanyaan besar kenapa Terdakwa masih didakwa dengan suatu hal yang nyata-nyata nya tidak terjadi,” demikian sambungan isi eksepsi Pinangki.
Sebelumnya, Jaksa Pinangki Sirna Malasari memasukan pejabat Mahkamah Agung Hatta Ali dan Pejabat Kejaksaan Agung Burhanudin dalam action plan alias rencana aksi permintaan fatwa Mahkamah Agung untuk terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Tjandra.
Action plan itu sendiri diserahkan ke Djoko Tjandra saat Pinangki, Andi Irfan Jaya, dan Anita Kolopaking bertemu di The Exchange 106, Kuala Lumpur Malaysia, November 2019 lalu.
Dalam pertemuan itu Pinangki dan Andi Irfan Jaya menyerahkan dan menjelaskan action plan Djoko Tjandra untuk mengurus kepulangan dengan menggunakan sarana fatwa MA melalui Kejagung.
Surat Permintaan Maaf
Dalam sidang pembacaan nota keberatannya, Rabu (30/9/2020) terdakwa Jaksa Pinangki Sirna Malasari membuat sepucuk surat permintaan maaf kepada mantan Ketua Mahkamah Agung (MA) Hatta Ali dan Jaksa Agung ST Burhanuddin.
Permohonan maaf ini lantaran nama keduanya masuk dalam dakwaan Jaksa Pinangki.
Berikut ini isi surat permohonan maaf dari Pinangki Sirna Malasari:
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, saya tegaskan sangat menyesal terkait adanya nama-nama yang terbawa atau disebut selama ini.
Saya tidak pernah sekalipun menyebut nama-nama tersebut dalam pemeriksaan karena memang saya tidak pernah mengetahui action plan. Apalagi lagi membuat action plan tersebut.
Namun saya meminta maaf kepada Bapak Hatta Ali dan Bapak Burhanudin yang namanya disebut sebut dalam permasalahan hukum yang saya hadapi.
Waalaikumsalam WR. WB.
(Pinangki)
Tim kuasa hukum Pinangki, Jefri Moses, menyatakan kliennya tidak pernah menyebut nama Jaksa Agung ST Burhanudin dan mantan Ketua MA Hatta Ali.
Hal ini disampaikan dalam nota keberatan atau eksepsi di Pengadilan Tipikor Jakarta.
“Perihal nama Bapak Hatta Ali (mantan Ketua Mahkamah Agung) dan Bapak ST Burhanudin (Jaksa Agung RI) yang ikut dikait-kaitkan namanya belakangan ini dalam permasalahan hukum terdakwa, sama sekali tidak ada hubungannya dan terdakwa tidak pernah menyebut nama beliau, dalam proses penyidikan dan penuntutan perkara Terdakwa,” kata tim kuasa hukum Jefri Moses membacakan eksepsi kliennya, Rabu (30/9/2020).
Jefri menegaskan, kliennya tidak mengenal secara personal dan tidak pernah berkomunikasi dengan mantan Ketua MA Hatta Ali.
Menurutnya, Pinangki hanya mengetahui Burhanudin sebagai atasan atau Jaksa Agung di institusi tempatnya bekerja.
“Namun tidak kenal dan tidak pernah berkomunikasi dengan beliau,” ujar Jefri.
Menurut Jefri, penyebutan nama-nama tersebut bukan didasarkan oleh pernyataan kliennya.
Dia menduga, terdapat orang yang ingin mempermasalahkan kliennya.
“Dapat kami sampaikan dalam momen ini, penyebutan nama pihak-pihak terebut bukanlah atas pernyataan terdakwa dalam proses penyidikan, namun karena ada orang-orang yang sengaja mau mempersalahkan terdakwa, seolah-olah dari terdakwa-lah yang telah menyebut nama pihak-pihak tersebut," tegas Jefri.
"Terdakwa sejak awal dalam penyidikan menyampaikan tidak mau menimbulkan fitnah bagi pihak-pihak yang namanya selalu dikait-kaitkan dengan terdakwa,” imbuhnya.
Berita ini dilengkapi dengan artikel yang sudah tayang di Tribunnews.com